Mongabay.co.id

Ada Udang Selingkuh di Papua, Seperti Apa?

 

 

Di wilayah dataran tinggi Papua terdapat hewan yang cukup terkenal dengan nama udang selingkuh. Satwa ini hidup di sungai-sungai di Pegunungan Papua yang terletak di ketinggian 1.650 sampai 1.750 meter datas permukaan laut.

Lobster air tawar ini memiliki penampakan unik, yaitu tubuhnya menyerupai udang dan sekaligus juga memiliki capit seperti kepiting. Hal inilah yang membuatnya menjadi lebih terkenal dengan sebutan udang selingkuh, dibandingkan sebutan lobster. Udang selingkuh dapat ditemui di salah satu habitat alaminya, yakni Sungai Baliem.

Hari Suroto, Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN mengatakan, secara ilmiah udang selingkuh termasuk Genus Cherax sp yang merupakan organisme dasar dan pemakan di dasar perairan.

Di Pegunungan Papua terdapat 13 spesies Cherax, di antaranya adalah spesies Cherax monticola yang hidup di Sungai Baliem dan juga spesies Cherax lorenzi yang dijumpai di bagian barat pegunungan Papua hingga Sungai Lorentz.

“Meski udang selingkuh memiliki habitat alami di Sungai Baliem namun juga bisa ditemukan di Danau Habema, Danau Paniai, Danau Tage, dan Danau Tigi. Udang selingkuh ini mahal, hingga 300 ribu Rupiah satu porsi di rumah makan seputaran Wamena,” jelasnya saat dihubungi Mongabay Indonesia, Kamis [8/6/2023].

Baca: Ikan Kaca, Ikan Aneh yang Hanya Ditemukan di Papua dan Australia

 

Gambaran Cherax lorentzi. Ilustrasi: Hidayaturohman/Mongabay Indonesia

 

Mahalnya harga disebabkan susahnya mendapatkan udang selingkuh, karena belum ada masyarakat Wamena yang berhasil membudidayakan jenis lobster air tawar ini. Secara fisik, udang selingkuh memiliki kulit cangkang agak keras dibandingkan kulit cangkang udang biasa.

Selain itu, menurutnya, udang selingkuh memiliki ukuran cukup besar, tapi masih dibawah ukuran lobster. Rasa dagingnya manis, gurih dan kenyal. Warna aslinya biru, namun bakal berubah jingga usai dicuci dan direbus. Tampilannya sangat mirip kepiting atau lobster yang hidup di laut lepas.

Tahun 2019, dikutip dari Tempo, tim dari peneliti Balai Arkeologi Papua yang meneliti hunian awal prasejarah di Lembah Baliem, menemukan udang selingkuh yang berbeda di situs gua Tobece, Kampung Parema, Distrik Wesaput, Kabupaten Jayawijaya. Perbedaannya terletak pada ukuran.

Jika udang selingkuh di Sungai Baliem umumnya lebih besar, maka temuan itu lebih kecil yakni 1 – 1,5 cm dengan tubuh transparan sehingga organ dalamnya terlihat.

Baca: Dari Manakah Nenek Moyang Orang Papua Berasal?

 

Jenis Cherax destructor. Foto: Inaturalist/Tommy Knocker/CC BY-NC 4.0

 

Ditangkap di sungai

Hari menambahkan, sebagaimana tulisannya yang dikutip dari Portal Sains, masyarakat Suku Dani saat menangkap udang selingkuh di Sungai Baliem, biasanya dilakukan perorangan atau kelompok. Ada yang menangkapnya dengan tangan seadanya, ada juga yang menggunakan alat tradisional yaitu sejenis serok terbuat dari rajutan kulit kayu melinjo.

Namun, ada juga yang menangkap menggunakan racun dari tuba. Selain itu, ada juga yang menggunakan peralatan moderen, yaitu menggunakan jaring atau jala yang dibeli di toko.

“Dengan peralatan terkini, tangkapan bisa lebih banyak. Namun, jumlah udang di Sungai Baliem semakin lama berkurang, untuk itu perlu dijaga kelestariannya dengan penangkapan selektif.”

Menurutnya, perlu dilakukan penelitian agar udang ini dapat dikembangkan dan dibudidayakan di kolam-kolam alami. Terutama, dengan sumber air tidak pernah kering yang banyak terdapat di Distrik Wesaput, Kabupaten Jayawijaya.

“Dengan membudidayakan di kolam, diharapkan kesejahteraan masyarakat Baliem akan meningkat, serta populasi udang selingkuh akan terjaga,” paparnya.

 

Exit mobile version