Mongabay.co.id

Pertanian dan Pangan Rawan Terdampak El-Nino, Langkah Antisipasi?

 

 

 

 

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) mengeluarkan laporan dan memberikan peringatan April lalu mengenai fenomena El-Nino kepada negara-negara terdampak agar lakukan antisipasi. Indonesia, salah satu negara terdampak dalam rentang waktu Juni 2023 sampai Januari 2024.

Dalam fenomena ini terjadi pemanasan suhu muka laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah. Suhu muka laut di atas kondisi normal hingga menyebabkan beberapa daratan akan mengalami kekurangan curah hujan sampai kemarau ekstrem. Sedangkan beberapa daerah akan alami La Nina,  akan selalu hujan.

Ketika El-Nino terjadi, salah satu ancaman kekeringan berdampak pada kekurangan air. Riza Yuliratno, Dosen Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, bilang, Indonesia pernah mengalam hal serupa beberapa tahun silam.

“Tahun 2015,  kita mengalami kekeringan sepanjang tahun karena terjadi (kemarau) ekstrem atau super El Nino namanya,” katanya dalam Talk Show Geger Tani dengan tema Strategi Pertanian Menghadapi El-Nino, beberapa waktu lalu.

Dia bilang, para peneliti punya beberapa perbedaan kategori dalam menentukan suhu rata-rata permukaan laut di Samudera Pasifik untuk bisa dikatakan sebagai El-Nino. Ada yang bilang lebih dari 28 derajat celcius, dan ada 29 derajat celcius.  Bila status masih watch, maka kemungkinan 50% terjadi El-Nino. Kalau status sudah alert, maka 70% fenomena akan terjadi.

Serupa dengan El-Nino di Samudera Pasifik, di Samudera Hindia juga ada fenomena Indian Ocean Dipole (IOD), Indonesia diapit dua samudera itu.

Riza bilang, bila dua fenomena itu terjadi dalam waktu bersamaan, cuaca akan makin ekstrem.

Ketika terjadi IOD positif, bisa menyebabkan wilayah Indonesia kekeringan. Sebaliknya, bila terjadi IOD negatif dan bersamaan dengan La-Nina, maka terjadi curah hujan ekstrem hingga banjir. Pada 2015, katanya,  terjadi kemarau ekstrem karena El-Nino dan IOD positif terjadi dalam waktu bersamaan.

“(Tahun ini) IOD juga menunjukkan ada peningkatan atau tren ke positif dan bisa diduga… kita akan mengalami kemarau yang … mungkin parah karena IOD positif dan El-Nino itu aktif pada saat sama,” kata Riza.

 

 

 

Anggota Bidang Pemberdayaan Nelayan dan Masyarakat Pesisir Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu bilang untuk mengantisipasi dampak El-Nino, salah satunya dengan membangun sumur resapan. Dia katakan, ada  potensi kekeringan.

Di daratan terjadi kekeringan berdampak pada berbagai bidang, seperti pertanian. Meskipun begitu, fenomena El Nino juga punya dampak positif terhadap sektor perikanan.

Laut Indonesia, katanya,  akan sangat subur kendati di darat mengalami paceklik, sumber daya ikan makin banyak karena banyak tersedia fitoplankton yang merupakan makanan ikan yang kaya nutrisi.  Namun, katanya,  gelombang besar jadi tantangan tersendiri bagi nelayan kecil.

“Hanya memang kendala di kita itu lebih banyak nelayan kecil, small skill fish series, hingga kapal kecil-kecil, tidak bisa melaut lebih ke tengah. Ketika terjadi IOD positif atau El-Nino biasa berasosiasi dengan gelombang tinggi karena angin ekstrem.”

 

Proses peremasasn pokok sagu oleh para petani di samo Hakmahera Selatan. Foto: M Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Sudah bersiap?

Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pertanian bilang, sector pertanian sudah mengantisipasi dan mempersiapkan sejumlah strategi dalam menghadapi El-Nino terutama menjamin kecukupan kebutuhan pangan. Mereka punya tiga pendekatan yaitu,  memitigasi, mengantisipasi dan mengadopsi.

Lahan-lahan di Indonesia yang terdampak dibagi jadi tiga kategori yaitu merah (terdampak berat), kuning (sedang) dan kategori hijau (rendah). Dari tiga kategori itu, katanya,  terdapat program-program tersendiri.

“Puncak musim kemarau 2023 di Indonesia sebagian besar diperkirakan Juli-Agustus. Nah, ini harus menjadi langkah cepat yang harus kita persiapkan dan salah satu yang dipersiapkan secara masif saat ini adalah mempercepat panen raya,” kata Syahrul dalam  acara itu.

Dia bilang, lahan pertanian yang diperkirakan tertanam hampir 10 juta dan coba kejar sisa air pada tiga kategori, khusus pada daerah hijau dan kuning. “Kita kejar lebih cepat hingga masih bisa mendapatkan pertambahan tanaman yang efektif,” katanya.

Kementerian juga akan memperkuat penanaman kembali seperti sagu, sorgum, dan kedelai. “Salah satu diversifikasi makanan harus kita persiapkan, tidak semua harus dengan beras dan lain-lain. Ini banyak, tentu yang harus dilakukan.”

Langkah lain, katanya, memilah komoditi terdampak signifikan El-Nino yang bisa berdampak terhadap inflasi. Ketika sudah teridentifikasi, akan ada intervensi.

Selain itu, kata Syahrul, pendekatan klasik dengan adalah menyiapkan ketersediaan air karena ketika El-Nino, saat  cuaca sangat panas dan sumber mata air menyusut.

Sejauh ini, katanya, Indonesia mampu penuhi pangan 280 juta rakyat meski dalam keadaan pandemi. Pertanian di Indonesia, katanya,  cukup baik.

 

Singkong, salah satu sumber pangan yang banyak ditanam di Indonesia. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Syafi’i Latuconsina, Dewan Pakar Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengatakan,  salah satu hal bisa dilakukan petani dalam menghadapi El-Nino adalah pengelolaan tanah ramah lingkungan, gunakan pupuk organik dan menghemat air.

Untuk mendapatkan pupuk organik, katanya,  bisa dengan mendaur ulang limbah pertanian seperti sekam padi. Tumpuan pertumbuhan tanaman selalu kepada tanah, nutrisi atau unsur hara harus dipenuhi dengan baik.

“Berarti sistem pertanian sintetis sangat tidak menguntungkan akibat dari model pemupukan. Ini agak sulit karena semua komoditi sangat membutuhkan air cukup untuk melarutkan unsur pupuk atau unsur hara yang diberikan lewat tanah,” kata Syafi’i.

Daur ulang limbah pertanian untuk memberikan perbaikan pada kondisi tanah disebut biochart. Biochart dapat mengurangi kelebihan hara pada tanah ketika terjadi La-Nina. Selain itu, bisa mengurangi laju emisi CO2, mengikat air dalam tanah, dan mengakumulasi karbon dalam jumlah cukup besar.

Menurut Syafi’i, penggunaan bahan organik dalam membangun sistem pertanian di Indonesia, setidaknya mempunyai tiga keunggulan:

Pertama, meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif budaya kimiawi. Kedua, bahan organik mempunyai berbagai keunggulan nyata dibanding dengan bahan kimia. Ketiga, bahan organik merupakan sumber unsur hara makro dan mikro secara alami secara cuma-cuma karena didapat dengan memanfaatkan limbah pertanian.

Pemanfaatan sekam padi di Indonesia, kata Syafi’i, begitu potensial untuk para petani karena 20% padi di Indonesia menghasilkan limbah sekam. Dia bilang, itu bisa jadi satu solusi pertanian di Indonesia, terlebih ketika menghadapi anomali iklim.

“…..penggunaan bahan organik ini satu keharusan oleh para petani di dalam memproduksi bahan-bahan pangan ramah lingkungan atau yang sering disebut banyak orang di luar sana sebagai hasil pertanian atau pangan organik.”

 

Petani padi gagal panen akibat kekeringan yang disebabkan oleh perubahan iklim. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

******

Exit mobile version