Mongabay.co.id

Hilirisasi Rumput Laut untuk Kemakmuran Banyak Pihak

 

Rumput laut adalah salah satu komoditas andalan produk perikanan yang selalu mendulang devisa banyak saat diperdagangkan di pasar ekspor. Bersama udang, rumput laut selalu bahu membahu untuk menjadi yang terbaik dan memberi kontribusi besar pada perekonomian nasional.

Selain diperdagangkan dalam bentuk mentah (raw material), rumput laut juga berpotensi untuk dimanfaatkan melalui hasil olahan. Bahkan, rumput laut juga memiliki banyak turunan yang bisa dikembangkan oleh banyak pihak yang tertarik.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebutkan, rumput laut bisa digunakan untuk pupuk, pakan, dan farmasi. Potensi yang terus berkembang itu, diyakini akan semakin melambungkan nama rumput laut yang saat ini dikenal sebagai perhiasan berwarna hijau.

Mengingat potensi yang masih sangat besar, Pemerintah Indonesia saat ini fokus untuk mengembangkan hilirisasi rumput laut di dalam negeri. Salah satunya dengan membangun percontohan budi daya rumput laut di lima lokasi.

“Banyak sekali yang bisa dikembangkan di situ,” ujar Sakti Wahyu Trenggono di Jakarta akhir pekan lalu.

Lima lokasi yang menjadi percontohan, akan menjalankan strategi bagaimana meningkatkan produktivitas rumput laut, sekaligus mendorong hilirisasi bisa berjalan di dalam negeri. Agar bisa menjadi contoh terbaik, kegiatan budi daya menerapkan praktik budi daya yang baik (good aquaculture practices) sejak dari hulu sampai hilir.

baca : Perhiasan Hijau itu Bernama Rumput Laut

 

Seorang pembudidaya sedang panen rumput laut di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta. Foto : KKP

 

Selain membangun kawasan budi daya percontohan, strategi lain untuk meningkatkan produksi budi daya rumput laut nasional, adalah dengan melakukan revitalisasi di kampung budi daya dan sentra budi daya rumput laut, serta pembangunan laboratorium kultur jaringan rumput laut.

Namun, dia mengakui kalau pemanfaatan rumput laut dalam bentuk mentah saat ini menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh Pemerintah. Untuk itu, hilirisasi diyakini akan menjadi solusi terbaik untuk menuntaskan raw material melalui optimalisasi industri hilir nasional.

Adapun, lima lokasi yang menjadi kawasan percontohan untuk budi daya rumput laut, ada di Buleleng (Bali), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Maluku Tenggara (Maluku), Rote Ndao (Nusa Tenggara Timur), dan Nusa Tenggara Barat.

Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, pengembangan lima lokasi tersebut menjadi amanat pengembangan rumput laut yang ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Lima lokasi tersebut diharapkan bisa menjadi contoh bagaimana produksi bisa ditingkatkan, dengan tetap menjaga keberlanjutan.

Sejauh ini, dia mengakui kalau pengembangan rumput laut masih belum berjalan maksimal di Indonesia. Pasalnya, walau ada potensi kebun rumput laut seluas 12 juta hektare di seluruh Indonesia, pada kenyataannya hanya 0,8 persen saja potensi yang sudah dikembangkan.

Dari kebun rumput laut yang sudah dimanfaatkan itu, total produksi yang sudah dihasilkan pada 2021 jumlahnya 9,09 juta ton. Adapun, produksi nasional didominasi jenis Eucheuma cottonii, baru kemudian Eucheuma spinosum, Gracilaria sp, dan Sargassum sp.

“Nilai produksi rumput laut tahun 2021 sebesar Rp28,52 triliun,” terang dia.

Diketahui, nilai ekspor rumput laut dari Indonesia pada 2022 mencapai USD600 juta atau berkontribusi hingga 16 persen terhadap total nilai pasar rumput laut dunia yang mencapai angka USD3,7 miliar.

Secara garis besar, catatan yang dibukukan Indonesia tersebut menjadi positif karena mengalami peningkatan hingga 74 persen dibandingkan pada 2021. Pun demikian dengan catatan yang dibukukan pasar dunia yang mengalami peningkatan hingga 32 persen dibanding 2021.

Selain berpotensi besar untuk menjadi sumber devisa di pasar ekspor, potensi sama besarnya juga dimiliki rumput laut untuk proses transisi energi yang sedang menjadi fokus besar yang dijalankan Pemerintah Indonesia sekarang.

baca juga : Kisah Rumput Laut: Jadi Andalan, Namun Selalu Ada Hambatan

 

Salah satu keluarga petani rumput laut di Nusa Penida ini bersyukur ada penyelamat di tengah anjloknya pariwisata. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan belum lama ini menerangkan kalau Pemerintah menjadikan transisi energi sebagai salah satu kepentingan strategis jangka panjang. Upaya tersebut bisa dijalankan melalui pendayagunaan rumput laut.

Upaya tersebut diyakini akan menjadi bagian dari komitmen Indonesia untuk mengoptimalkan segala potensi kelautan dalam mendorong perwujudan ekonomi biru. Terlebih, karena selama ini Indonesia sudah lama bergantung kepada energi fosil.

Menurut dia, salah satu cara agar ketergantungan tersebut bisa berkurang, adalah dengan mengoptimalkan potensi rumput laut untuk proses transisi energi. Cara tersebut diyakini akan bisa mengurangi energi fosil secara bertahap, dan di waktu yang sama akan mendorong produksi energi alternatif yang bersih dan ramah lingkungan di lingkup nasional.

“Termasuk, mendukung rencana pengembangan biofuel dan crude oil berbasis rumput laut ini,” tutur dia.

Dengan potensi tersebut, rumput laut menjadi bagian dari kelompok modal alam berbasis pesisir dan kelautan (blue natural capital/BNC) yang saat ini sudah berjalan di Indonesia. Komoditas tersebut masuk ke dalam BNC, karena termasuk sektor yang padat karya dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Dia menyebut rumput laut berperan sangat strategis, karena perairan Indonesia menjadi habitat yang cocok untuk kegiatan budi daya rumput laut beserta pengolahannya. Tak heran, jika Indonesia sudah menjadi produsen rumput laut kedua terbesar di dunia.

 

Bahan Mentah

Luhut Binsar Pandjaitan memaparkan, jika mengacu pada data 2021, ekspor rumput laut dari Indonesia masih didominasi dalam bentuk raw material hingga 65 persen, dan sisanya sudah berbentuk olahan bernilai tambah.

“Secara keseluruhan nilai ekspor rumput laut ini mencapai sekitar enam persen dari total ekspor produk perikanan nasional, dengan penguasaan pangsa pasar dunia baru sekitar 12 persen saja,” ucap dia.

baca juga : Manfaat Super dari Rumput Laut

 

Masyarakat sekitar Teluk Kelabat Dalam membudidayakan rumput laut di sekitar Pulau Nanas. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Di sisi lain, walau hilirisasi sedang menjadi fokus untuk memperbaiki tata kelola dan niaga rumput laut nasional, namun proses tersebut tidak bisa dilakukan secara mandiri oleh Pemerintah Indonesia saja. Lebih dari itu, diperlukan dukungan dari banyak pihak agar industrialisasi dari hulu ke hilir bisa berjalan.

Dukungan tersebut akan bisa meningkatkan kapasitas industri pengolahan rumput laut secara langsung, karena ada peran dari industri rumput laut untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing. Kemudian, Pemerintah bisa fokus mendesain dan mengidentifikasi langkah dan kebijakan apa untuk mendorong percepatan tersebut.

Dukungan dari semua pihak itu menjadi sangat penting, karena Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan kalau rumput laut akan memainkan peran besar dalam adaptasi perubahan iklim dengan menyerap emisi karbon, meregenerasi ekosistem laut, dan sebagai bahan biofuel dan plastik biodegradable.

Dia menambahkan, industri rumput laut menjadi sangat potensial untuk dikembangkan, karena bisa menjadi pengganti minyak dan bahan baku plastik. Dia berharap akan ada pengembangan lebih lanjut untuk memanfaatkan potensi tersebut.

Asisten Deputi Pengembangan Perikanan Budi daya Kemenko Marves Rahmat Mulianda beberapa waktu lalu mengatakan kalau rumput laut kini sudah menjadi basis ekonomi kelautan, dari sebelumnya ekonomi daratan.

Perubahan tersebut terjadi, karena sampai sekarang rumput laut tak hanya menjadi komoditas untuk bahan baku pembuatan produk pangan, farmasi, maupun kosmetik. Namun juga, untuk perdagangan karbon, karena kemampuannya menyerap karbon dioksida (CO2).

Tegasnya, rumput laut itu tak hanya untuk dikonsumsi sebagai makanan saja, namun juga untuk kebutuhan lainnya. Lebih dari itu, rumput laut sudah menjadi bagian dari perkembangan ekonomi biru, pengembangan biru, dan juga karbon biru.

Dengan fakta tersebut, tanpa ragu dia menyebut kalau rumput laut adalah perhiasan yang harus dijaga keberadaannya dan dalam proses memanfaatkannya harus dilakukan dengan bijak. Jika itu sudah berjalan, maka rumput laut akan menjadi sumber penghidupan dan sumber devisa Negara.

baca juga : Pariwisata Mati, Rumput Laut Hidup Lagi (bagian 1)

 

Mahasiswa memasang paranet guna melindungi rumput laut yang dibudidaya agar tidak terganggu hama ikan baronang, bintang laut, bulu babi, dll. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Sementara, Direktur Perbenihan Ditjen Perikanan Budi daya KKP Nono Hartanto menjelaskan, KKP sudah menyiapkan sejumlah strategi untuk meningkatkan produksi rumput laut lebih maksimal. Selain di hulu, strategi juga diterapkan di bagian hilir.

Dia mengungkapkan, pengembangan bibit rumput laut unggul dengan mengadopsi sistem kultur jaringan, adalah salah satu contoh strategi yang diterapkan KKP di bagian hulu. Strategi tersebut dinilai lebih cepat mengembangkan komoditas tersebut dan tahan terdapat serangan hama.

Kepala Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal KKP Ishartini pada kesempatan lain menyebut kalau rumput laut adalah emas berwarna hijau yang berasal dari pesisir laut yang ada di Indonesia. Nilai ekonominya yang terus meningkat dari waktu ke waktu, menjadi alasan komoditas tersebut sangat berharga.

Untuk mengembangkan rumput laut sampai levelnya naik, dia menyebut perlu dilakukan diversifikasi produk yang melibatkan banyak pihak. Salah satunya, masyarakat umum yang kini sudah bisa membuat produk turunan secara mandiri untuk produk pangan.

Kemudian, perlu juga keterlibatan industri rumput laut untuk mulai mengembangkan inovasi dengan pemanfaatan di berbagai bidang seperti food, health, pharmaceuticals, sustainable materials, cosmetics, biostimulant, dan fertilizer.

Selain itu, produk turunan rumput laut juga dikembangkan sebagai hidrokoloid dan dikelompokkan menjadi karaginan (karaginofit), agar (agarofit), dan alginat (alginofit). Bahan-bahan baku tersebut umum digunakan untuk bahan pembantu dalam pembuatan berbagai produk industri baik pangan maupun nonpangan.

“Ini kenapa, KKP menetapkan rumput laut sebagai komoditas budi daya prioritas,” pungkas dia.

baca juga : Rumput Laut Indonesia Terus Berjuang untuk Produksi bagi Dunia

 

Hasil rumput laut dari seleksi klon bibit. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Hidrokoloid sendiri adalah komponen polimer yang berasal dari sayuran, hewan, mikroba atau komponen sintetik yang dapat larut dalam air, mampu membentuk koloid, dan dapat mengentalkan atau membentuk gel dari suatu larutan.

Adapun, tiga jenis hidrokoloid yang disebut di atas, dihasilkan dari jenis rumput laut yang berbeda. Untuk karaginan, digunakan rumput laut jenis Eucheuma spp.; agar menggunakan jenis Gracilaria spp.; dan alginat menggunakan jenis Sargassum spp.

Diketahui, perairan laut Indonesia selama ini menjadi habitat pertumbuhan 555 jenis dari sekitar 8.000 jenis yang ada di dunia. Namun, dengan potensi besar tersebut, pemanfaatan rumput laut untuk kegiatan perikanan budi daya masih belum maksimal.

Mulai dikembangkan pada 1967, rumput laut baru berkembang baik pada dekade 1980-an. Saat ini, lahan perikanan budi daya luasnya mencapai 12,3 juta hektare dan yang dimanfaatkan baru mencapai 102 ribu ha atau 0,8 persen.

 

 

Exit mobile version