Mongabay.co.id

Rantai Bisnis Perdagangan Hiu Illegal di Pulau Jawa

 

Perdagangan spesies hiu dan pari di Indonesia jadi bisnis menggiurkan karena tidak pernah sepi dari permintaan. Perbedaan data ekspor lintas lembaga, pengawasan yang minim dan penyelundupan menjadi masalah utama. Penelusuran Mongabay Indonesia dari Januari-April 2023 menemukan praktik ini marak terjadi di pelabuhan-pelabuhan Pulau Jawa. 

Setiap hari pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Jawa selalu ramai dengan bongkar muat ikan dari kapal-kapal hasil tangkapan. Mulai dari Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasikagung di Rembang, Pelabuhan Perikanan Bajomulyo di Pati, hingga Pelabuhan Perikanan Tegalsari di Kota Tegal. Ratusan hiu dan pari didaratkan di pelabuhan secara terbuka. 

Hiu martil (Sphyrna zygaena, Sphyrna lewini, Sphyrna mokarran), hiu lanjaman (Carcharhinus falciformis), pari kupu-kupu (Rhynchobatus palpebratus dan Rhynchabatus springeri), dan pari gitar (Rhina ancylostoma, Glaucostegus typus, dan Glaucostegus thouin) menjadi target perdagangan illegal. Padahal mereka masuk dalam daftar spesies yang terancam punah dalam daftar Apendiks II CITES. Artinya, spesies ini rentan atau terancam punah bila perdagangan terus dilakukan. 

Pekerja memotong sirip hiu di Pelabuhan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, 23 Februari 2023. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

Sebetulnya, pemerintah Indonesia mengontrol penangkapan dan pemanfaatan hiu dan pari melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 61 Tahun 2018. Peraturan ini mengatur terkait penangkapan, pemeliharaan dan perdagangan spesies-spesies yang terancam punah yang masuk dalam CITES. Sehingga para pedagang harus mendapatkan surat rekomendasi dalam penangkapan, perdagangan dan pemeliharaan. Jika tidak, maka itu tindakan ilegal. 

Setiap bisnis yang ingin mengekspor spesies ini juga harus memiliki surat izin pemanfaatan jenis ikan (SIPJI) atau surat angkutan jenis ikan (SAJI). Pedagang pun memiliki kuota jumlah yang dapat mereka ekspor. Hasil temuan Mongabay, regulasi-regulasi ini tidak berjalan dengan baik. Banyak penyelundupan terjadi. 

Pada Desember 2022, kapal PT Salam Pacific Indonesia Lines mengangkut 589 kg sirip hiu dari Pelabuhan Merauke ke Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya. Dokumen dari BKIPM, muatan tersebut dikirim atas nama PT Jaya Dina Buana–perusahaan pengolahan ikan di Surabaya. Perusahaan ini memiliki jaringan pembeli sirip hiu di Tiongkok, Singapura dan Vietnam. Angka muatan tersebut terbilang kecil, karena biasanya mencapai 2 ton atau 3.500 buah sirip ikan hiu.

Sayangnya, berdasarkan Koordinator Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar untuk wilayah Jawa Timur, PT Jaya Dina Buana tidak termasuk dalam pemegang izin SIPJI-SAJI. Sehingga, BPSPL menyebutkan penjualan tersebut dianggap illegal. 

Bahkan temuan lainnya, beberapa perusahaan di Jawa yang secara rutin menerima pasokan hiu dari Papua, menurut dokumen BKIPM. Dua perusahaan lainnya, tidak jelas. Satu bernama PT Nafish Rafa Bahari tercatat membawa 100 kilogram sirip hiu pada April 2023. Perusahaan lain, CV Mina Miranda Jaya menerima kiriman 3,6 ton.

Mongabay mengunjungi alamat perusahaan yang tercantum dalam dokumen, namun tak menemukan jejak perusahaan itu. Penduduk setempat juga tak pernah mendengar tentang mereka. Pencarian dokumen perusahaan di situs Ditjen AHU juga tak membuahkan hasil. Nama-nama perusahaan tak ada di sana.

Baca juga: Perdagangan Ilegal Hiu dan Pari di Pulau Jawa

Tumpukan pari dan hiu Apendiks II di Pelabuhan Tasikagung, Rembang, Kabupaten Jawa Tengah. Foto diambil pada 1 Juli 2022. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

Pasokan Hiu di Laut Jawa Menipis

Berdasarkan data LSM Destructive Fishing Watch (DFW), lokasi utama penangkapan ikan saat ini berada di Laut Arafura, wilayah selatan Papua. Hal ini disebabkan populasi ikan di laut Jawa semakin menipis. Perairan Indonesia yang luas merupakan rumah bagi hampir separuh dari sekitar 500 spesies hiu dan pari di dunia, termasuk 120 spesies hiu dan 101 pari.

Penelitian DFW mengungkapkan, laut Arafura memasok rata-rata 18,6 ton sirip hiu kering per tahun pada 2018-2020.

Data Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) di Merauke, Papua, juga menunjukkan tingginya pasokan hiu dari Indonesia Timur. Rata-rata, lebih 177 ton hiu dikapalkan dari satu pelabuhan ini setiap tahun antara 2018 dan 2022.

Hampir 50% dari izin yang ada, perdagangan hiu itu untuk kebutuhan ekspor. Total ekonomi perdagangan hiu dan ekspor di 2021 mencapai Rp 105 Miliar. Tingginya permintaan internasional mendorong perdagangan hiu dan pari legal dan ilegal dari perairan Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia menyumbang 16,8% ke pasar hiu global. Ada kekhawatiran,  pasokan itu secara tak berkelanjutan.

Sebagian besar hiu dan pari yang ditangkap di perairan Indonesia dikirim ke Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia dan merupakan pintu gerbang menuju pasar ekspor termasuk Tiongkok, Amerika Serikat, Taiwan, Hong Kong, Singapura, dan Korea Selatan.

Baca juga: Cara Pemerintah Lindungi Hiu dan Pari

Perdagangan Illegal yang Sulit Terdeteksi

Data terkait perdagangan ekspor terkait hiu dan pari pun masih seringkali berbeda antara satu lembaga dengan lainnya. Ketidakpastian angka yang diperdagangkan menjadi kekhawatiran terhadap spesies yang seharusnya diatur justru diperdagangkan ilegal. 

Misalnya saja, data ekspor perikanan 2017-2021 dari KKP menyebutkan ada 492,3 ton sirip hiu yang diekspor. Sedangkan, data Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM), total volume ekspor tercatat 40% lebih tinggi, sebanyak 689,7 ton. 

Dalam laporan 2022, organisasi nirlaba berbasis di Jerman, Traffic, mengatakan sirip hiu yang dipotong dari spesies dilindungi, seperti hiu lanjaman (Carcharhinus falciformis) terdaftar dalam CITES,  berada di laut dan bercampur sirip spesies tak dilindungi.

Para pelanggar hukum pun menggunakan berbagai cara untuk menghindari peraturan dan main kucing-kucingan dengan pihak berwenang. Saat Mongabay datangi komplek pergudangan ikan ini, ada pekerja menawarkan untuk membantu pengiriman, termasuk mengurus dokumen dari Balai Karantina.

Perusahaan yang menawarkan mengaku memiliki ‘orang dalam’ yang sudah biasa ‘bermain’ dalam perdagangan sirip hiu. Bahkan,  tidak perlu mencampur sirip yang dilindungi dan yang tak dilindungi untuk mengelabui petugas.

Cara lain untuk menghindari deteksi adalah dengan menggunakan jasa ‘forwarder’ yang disediakan perusahaan yang mengirimkan produk ke luar negeri.

Ikan hiu hasil tangkapan nelayan di PPN Brondong, Lamongan, Jatim. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

Baca juga: Kucing-kucingan Perdagangan Hiu Ilegal di Pulau Jawa

Mukhlis Kamal, peneliti hiu dan pari dari Institut Pertanian Bogor, mengatakan, wilayah Indonesia sangat luas hingga memungkinkan perdagangan hiu ilegal. Situasi ini, katanya, diperparah personil pengawas tak memadai.

“Beberapa mungkin juga korup,” katanya.

Dia juga mengatakan, pemerintah harus meningkatkan perlindungan terhadap hiu dan pari, karena hanya 10 dari 200 lebih spesies di Indonesia mendapat status dilindungi.

“Jangan sampai kita disesatkan dengan pemikiran masih banyak hiu pari. Ternyata ada beberapa yang sudah terancam punah.”

Hiu, katanya, bisnis besar. Dengan harga jutaan rupiah per kilogran, nilai diperkirakan mencapai triliunan rupiah per tahun.

“Jika kita tidak serius lama-kelamaan hiu akan punah juga.”

 

***

Exit mobile version