Mongabay.co.id

Elang Bondol, Si Pemangsa yang Berwibawa di Udara

 

Bawaanya tenang saat bertengger di atas batang pohon yang sudah rapuh. Seolah sedang mencari makan, sorot matanya tajam mengamati mangsa di lingkungan sekitar. Bak burung pemburu lainnya, indra penglihatan burung yang bersudut pandang 300 derajat ini selalu mengarah lurus ke depan memberikan pandangan binokuler.

Pantauan yang binokuler tersebut memungkinkan salah satu jenis burung pemangsa ini dengan mudah melihat incaran dengan jarak jauh maupun yang mendekat. Perawakannya nampak elegan begitu sayapnya yang lebar itu dikepak-kepakkan seolah sedang menunjukkan kepawaiannya.

Dialah elang bondol (Haliastur indus), satu diantara 17 jenis burung elang yang ada di Indonesia. Waktu dewasa, elang bondol mempunyai rentang ukuran sayap sekitar 110 hingga 125 cm. Sedangkan ukuran tubuh dari ujung paruh sampai dengan ujung ekor berkisar 44-52 cm.

Elok tubuh elang bondol tidak hanya ketika bertengger saja, namun juga pada saat mereka terbang di udara. Hal itu diakui Ari Noviono (34), pengamat burung dari Pertemuan Pengamat Burung Indonesia (PPBI) yang dihubungi Mongabay Indonesia awal Juli lalu. Menurutnya, dibandingkan dengan burung lain terbangnya elang bondol ini sangat elegan.

Ari merasa takjub dengan brahminy kite atau red-backed sea-eagle ini. Sebab, hanya beberapa kepakan sayap (flapping) saja dia sudah mampu melayang-layang (soaring) dengan durasi waktu yang lama. Hal itu ternyata bagian dari strategi salah satu jenis burung raptor ini untuk menghemat energi saat terbang.

Meski begitu, cara ini memerlukan prasyarat yaitu memanfaatkan udara panas (thermal soaring) yang terbentuk karena pemanasan udara oleh bumi. Kolom udara panas bertekanan akan mampu mengangkat burung yang terbang dengan cara mengitarinya.

baca : Elang Bondol: Sang Pemangsa Tersingkir oleh Hutan Beton Jakarta

 

Burung elang bondol bertengger di ranting kayu yang kering. Bak burung pemburu lainnya, indra penglihatan burung yang bersudut pandang 300 derajat ini selalu mengarah lurus ke depan memberikan pandangan binokuler. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Memanfaatkan Pantulan Angin

Karakteristik lain yang dikagumi Arnov-sapaan akrabnya- dari burung raptor ini yaitu kemampuannya memanfaatkan pantulan angin (slope soaring) dari lembah maupun pada permukaan yang miring untuk terbang. Dengan bentang sayap yang besar, elang bondol memanfaatkan aliran dan kecepatan angin untuk terbang melayang dan membumbung.

“Manuver terbang melayang ini bagi saya menjadi atraksi yang luar biasa, terlebih pada saat meluncur dari ketinggian menerkam ikan,” pukau Arnov, yang berhasil membidik momen tersebut melalui kameranya ketika berada di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

Untuk mendapatkan momen tersebut, lanjut pria yang bekerja di salah satu instansi pemerintahan ini sebelumnya dia terlebih dulu mencari refrensi terkait dengan perilaku atau aktivitas burung elang bondol. Misalnya kapan waktunya terbang, bertengger, dan mencari makan. “Itu bisa menjadi keuntungan tersendiri. Karena memotret burung di alam ini kan tidak seperti memotret model atau makanan yang bisa diatur jadwalnya,” candanya.

Senada, Isdianto (40) penghobi fotografi di alam liar yang pernah berhasil membidik momen burung elang bondol pada saat di Kabupaten Tarakan ini mengaku, seperti halnya memotret burung lain untuk mendokumentasikan hewan dari subfilum vertebrata dari famili accipitridae ini juga perlu mengetahui karakternya terlebih dulu.

Dengan begitu fotografer bisa dengan mudah mendapatkan momen-momen tertentu, misalnya kapan waktunya dia bertengger lama.

“Bagi saya, burung ini enak di foto itu pas pagi hari saat dia sedang bertengger. Hanya saja saya jarang menjumpai perilakunya bertenggernya itu. Lebih seringnya melihat pada saat dia sedang terbang melayang-layang,” ujar pria asal Samarinda, Kalimantan Timur ini.

baca juga : Burung Langka: Elang Flores, Sang Pemangsa Yang Kian Termangsa

 

Untuk bisa terbang, burung elang bondol memerlukan prasyarat yaitu memanfaatkan udara panas yang terbentuk karena pemanasan udara oleh bumi. Foto: Ari Noviono

 

Mudah Diamati

Bagi Anno-sapaan akrabnya, selain memiliki postur yang besar, warna bulu burung elang bondol juga khas. Ketika dewasa atau mature, warna bulu burung elang bondol menjadi coklat kemerahan, hal ini kontras dengan kepala dan dadanya yang berwarna putih.

Dengan warnannya yang khas itu Anno mengaku takjub dengan burung yang jika dilihat sekilas mirip elang botak dari Amerika (bald eagle) ini.

Sama seperti burung elang lainnya, untuk membersihkan bulu dari ektoparasit saat pagi hari burung elang bondol sesekali juga berprilaku prenning, sembari juga mengeringkan bulu-bulunya yang masih basah karena embun.

Hal itu yang membuat waktu bertengger burung elang bondol bisa lebih lama, sehingga lebih mudah diamati.

baca juga : Elang Jawa, Inilah Sosok Asli Sang Garuda

 

Kawanan burung elang bondol saat terbang mencari makan. Foto: Ari Noviono

 

Menurut Achmad Ridha Junaid, Biodiversity Officer Burung Indonesia, perilaku burung elang bondol bertengger lama di pagi hari itu juga salah satunya adalah sedang menunggu panas. Karena untuk bisa soaring atau terbang melayang, burung elang bondol memanfaatkan panas bumi.

“Biasanya mereka akan mengawalinya dengan terbang berputar-putar terlebih dulu. Biar tidak capek dan bisa hemat energi, mereka tidak banyak mengepakkan sayap ketika di udara,” terang Ridha.

Itu dibuktikan pada saat matahari sudah mulai naik, jika panas bumi sudah cukup untuk mengangkat tubuhnya maka mereka akan terbang.

Ridha melanjutkan, sesuai karakternya yang soliter itu aktivitas terbang burung elang bondol ini banyak dilakukan sendiri, begitu juga saat bertengger maupun mencari makan. “Kecuali pada musim-musim berbiak, mereka bisa terlihat berpasangan,” imbuhnya.

 

 

Exit mobile version