Mongabay.co.id

Waspada El Nino, dari Ancaman Krisis Air sampai Kebakaran Hutan

 

 

 

 

 

Indonesia harus waspada dan mengantisipasi dampak El-Nino yang diperkirakan puncaknya pada Agustus hingga September 2023 dengan intensitas lemah, sampai moderat. Kondisi itu mengkhawatirkan berdampak pada kekeringan berbuntut krisis air, produktivitas pangan maupun kebakaran hutan dan lahan. Penelitian dari Megasains menyebut,  kekeringan dampak El-Nino bisa benar-benar terjadi.

El-Nino,  merupakan suatu fenomena atmosfer di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur karena peningkatan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normal. Pemanasan SML ini membuat tutupan awan dan curah hutan di wilayah Indonesia. Udara yang masuk ke Indonesia relatif kering. El Nino pun bisa memicu kekeringan untuk wilayah Indonesia.

Data National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menyebut, SML rata-rata mencapai 21,2 derajat Celsius sejak awal April 2023. Ia mengalahkan suhu tertinggi sebelumnya, 21 derajat Celcius pada 2016. Carbon Brief menganalisis, dalam tiga bulan pertama tahun ini, suhu permukaan global sejauh ini tercatat sebagai terpanas keempat dalam sejarah, setelah 2016, 2020, dan 2017.

Berdasarkan data tahun berjalan dan perkiraan El-Nino saat ini, Carbon Brief memperkirakan, pada 2023 kemungkinan besar berada di antara tahun terpanas dalam catatan dan tahun terpanas keenam, dengan perkiraan terbaik di urutan keempat terpanas di dunia. NASA, NOAA, dan Met Office Hadley Centre (UEA) mencatat suhu permukaan menunjukkan pemanasan sekitar satu derajat celcius sejak 1970, dengan laju pemanasan sekitar 0,19 derajat celcius per dekade.

Menurut satu studi yang dipublikasikan tahun Juni lalu, gelombang panas membunuh sedikitnya 157.000 orang antara 2000 dan 2020. Sekitar 6,5% dari korban itu tercatat di Asia, Afrika, Karibia, dan Amerika Selatan serta Tengah. Kondisi ini yang ditakutkan akan terjadi di wilayah Indonesia saat berlangsungnya El Nino. Apalagi, menurut Bank Dunia, Indonesia merupakan negara yang paling rentan terhadap krisis iklim, terutama bencana banjir dan panas ekstrem.

Pada 18 Juli lalu, Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas bersama jajarannya membahas antisipasi dan kesiapan dalam menghadapi ancaman El Nino. Jokowi meminta setok pangan bisa disiapkan demi stabilitas pangan nasional. Kepala daerah diminta memperbanyak pasar murah dan bantuan sembako ke masyarakat sebagai antisipasi dampak El-Nino.

 

 

 

 

 Akhir Juli lalu, enam warga Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah meninggal dunia diduga terdampak El-Nino, satu anak-anak. Gagal panen hingga membuat warga kesulitan mendapatkan bahan makanan sejak 3 Juni 2023.

Selain itu, data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, ada 7.500 warga Kabupaten Puncak kesulitan mendapatkan air bersih karena terdampak kekeringan.

Kekeringan juga terjadi di beberapa daerah lain, seperti Sukabumi Jawa Barat, dan Grobogan Jawa Tengah. Pemicunya sama, curah hujan yang berkurang akibat kenaikan suhu muka laut dan El Nino. Akibatnya, potensi gagal panen meningkat, dan para petani terancam merugi. Ketersediaan bahan pangan untuk keseharian pun akan terdampak. Kondisi ini sudah mulai dirasakan oleh sejumlah daerah, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT).

Fachri Radjab, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia (BMKG) mengatakan, pekitar 63% dari 699 zona musim di Indonesia sudah memasuki kemarau yang dipengaruhi El-Nino. Puncak kemarau, katanya,  diprediksi terjadi Agustus dan September 2023 dengan curah hujan kategori rendah-menengah.

“Sekitar 63% wilayah Indonesia memasuki musim kemarau meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan,” katanya dalam diskusi bertajuk ‘Waspadai Dampak EL Nino’ di Jakarta, akhir Juli lalu.

BMKG memperkirakan, hampir seluruh wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan rendah hingga Oktober mendatang, dengan puncak kemarau terjadi pada Agustus dan September. Beberapa wilayah ini mencakup sebagian besar Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Wilayah yang mengalami hari tanpa hujan antara 21-60 hari terjadi di sebagian Jawa, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Bahkan, kata Fachri, saat ini Bali, NTB dan NTT masuk krisis, karena dalam catatan sudah 60 hari tidak turun hujan.

Fenomena El-Nino, katanya,  berdampak merata di berbagai wilayah, dan beberapa tahun terakhir tercatat intensitas bervariasi.

Pada 2019, intensitas El-Nino cukup lemah, sementara 2015, tingkat kuat. BMKG memprediksi, kemarau tahun ini lebih kering dibandingkan tiga tahun sebelumnya.

Meskipun puncak El-Nino diperkirakan Agustus-September, pengaruh akan terus berlangsung hingga Desember. Pada indeks El-Nino Southern Oscillation (Enso), yang menggunakan anomali suhu permukaan laut, menunjukkan, grafik Enso terus menaik, berarti El Nino makin menguat. Saat ini, indeks Enso mencapai 1,01 dalam 10 hari terakhir.

“Sebagian besar lembaga meteorologi juga melaporkan grafik serupa. Ketika memasuki musim hujan, grafik Enso mulai menurun. Dampaknya intensitas El-Nino berkurang dan curah hujan meningkat,” kata Fachri.

 

Penyaluran bantuan ke Papua Tengah. Papua. Foto: BNPB

 

 

Data BMKG menyebut, prediksi curah hujan pada Oktober 2023 masih kategori rendah-menengah dan akan terjadi di sebagian Sumatera Utara, sebagian Riau, Sumatera Barat, Jambi, dan Bengkulu. Juga, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.

Kondisi sama juga akan terjadi di Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku, sebagian Papua Barat dan sebagian Papua.

Sementara, pada November 2023, curah hujan diprediksi masih kategori rendah-menengah dan terjadi di sebagian Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan,

Serupa juga akan terjadi di wilayah Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku, sebagian Papua Barat hingga sebagian Papua.

Sedangkan, prediksi curah hujan pada Desember 2023 dan Januari 2024 akan berada pada kategori menengah-tinggi, dan terjadi di sebagian Aceh, sebagian Sumatera Utara, sebagian Riau, dan sebagian Lampung. Kemudian, sebagian Banten, sebagian Jawa Barat, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku dan sebagian Papua Barat.

 

 

 

Mitigasi?

BMKG, katanya,  bekerja sama dengan berbagai lembaga dan komunitas lokal untuk menyediakan informasi terkini kepada masyarakat, maupun mengadakan Sekolah Lapangan Iklim. Harapannya, masyarakat makin sadar fenomena El-Nino dan dapat mengantisipasi dampak, termasuk ketersediaan air tanah dan perencanaan pengelolaan air.

BMKG, katanya,  juga menyediakan informasi mengenai El-Nino melalui berbagai saluran komunikasi, termasuk sosial media dan pertemuan rutin dengan lembaga terkait.

“Kita semua perlu bersama-sama mengantisipasi dampak El-Nino ini mulai dari diri sendiri, keluarga, hingga lingkungan. Kewaspadaan dan tanggung jawab bersama diharapkan dapat meminimalisir akibat yang ditimbulkan dari kemarau yang dipengaruhi El-Nino,” kata Fachri.

Suharyanto, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, tengah fokus mitigasi untuk meminimalkan dampak yang merugikan masyarakat, terutama periode puncak El-Nino Agustus-September.

BNPB,  katanya, sudah melakukan dua langkah utama, pertama, memberikan imbauan kepada daerah-daerah yang mengalami kekeringan untuk memastikan ketersediaan air. Masyarakat, katanya,  diimbau mulai menampung air bersih untuk menjaga ketersediaan.

Antisipasi dampak El-Nino, katanya,  bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan tanggung jawab bersama termasuk pemerintah daerah dan masyarakat. Di tingkat kepala desa, camat dan bupati juga diminta mulai mengamankan sumber-sumber air bersih.

“Keluarga-keluarga diimbau mulai dari sekarang, hemat penggunaan air. Air hanya bisa digunakan misal, untuk memasak dan minum, untuk mandi dan kebutuhan-kebutuhan lain sebaiknya tidak menggunakan sumber-sumber air bersih,” kata Suharyanto.

Suharyanto bilang, pemda harus memperhatikan betul-betul agar organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) berjalan semestinya untuk langkah pencegahan. Sarana prasarana BPBD seperti tangki air dan mobil-mobil pengangkut harus mulai disiapkan. Apabila terjadi kekeringan, katanya, pemerintah daerah, TNI, polri dan kementerian lain bisa mendorong kebutuhan air kepada masyarakat yang memerlukan.

Dia bilang, langkah ini penting guna memastikan masyarakat tetap memiliki akses air cukup saat memasuki kemarau. Sebagai pendukung, BNPB juga bekerjasama dengan BMKG, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), serta Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, KPUPR untuk operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC).

“Operasi ini untuk mendatangkan hujan guna mengisi danau, embung, sungai, dan sumur, serta membuat sumur bor baru. Apabila memang betul kekeringan ini datang dengan lebih besar, air-air ini bisa digunakan  masyarakat di daerah yang mengalami kekeringan,” kata Suharyanto.

Data BNPB menyebut, hingga pekan ketiga juli ada 18 bencana kekeringan di  empat provinsi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Aceh. Data ini belum terhitung bencana kekeringan di Papua Tengah.

Kedua, BNPB  memberikan perhatian khusus terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tengah ancaman dampak El-Nino.

 

Warga Sumenep berbondong-bondong untuk mendapatkan bantuan air karena di daerahnya mengalami kekeringan. Foto: Moh. Tamimi/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3/2020, ada enam provinsi prioritas penanganan karhutla, yaitu; Sumatera Selatan, Riau, dan Jambi,  Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.

“Di provinsi-provinsi ini, kami sudah gelar apel kesiapan dan kesiapsiagaan. Memang yang penting dalam mengatasi karhutla ini adalah operasi darat. Jadi pasukan-pasukan darat sudah diaktifkan, disiagakan kembali, mengingat tiga tahun terakhir ini kasus kebakaran lahannya relatif kecil.”

BNPB, katanya, juga sedang memaksimalkan dukungan logistik dan perlengkapan pemadaman darat berupa pompa 273, selang 819, nozzle 312, konektor 312, APD 750 paket, dan flexible tank 39. Juga,  sarana prasarana operasi udara berupa helikopter patroli dan water bombing, serta integrasi aplikasi pemantauan karhutla.  Sekarang,  sudah 31 helikopter tersebar di enam provinsi prioritas.

“Apabila,  nanti ada kebakaran yang mungkin lebih besar yang tidak bisa dipadamkan di darat atau kebakaran di titik-titik terpencil atau tidak bisa dijangkau pasukan darat, helikopter ini yang akan memadamkan,” ucap Suharyanto.

Dia meminta, pemerintah daerah tak boleh lagi memberi toleransi maupun mengeluarkan kebijakan yang membolehkan aktivitas pembukaan lahan dan hutan lewat pembakaran walaupun hanya beberapa hektar. Kalau tetap ada toleransi, katanya, dampak kebakaran lebih besar akan terjadi.

Dia juga berharap,  peran aktif masyarakat dalam menghadapi El-Nino untuk beradaptasi dengan kondisi yang makin sulit karena perubahan iklim.

El-Nino yang memicu cuaca ekstrem memang salah satu dampak perubahan iklim. Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (IPCC) dalam laporan yang terbit Maret lalu menyatakan,  krisis iklim terjadi secara cepat. Juga meningkatkan intensitas dan frekuensi cuaca ekstrem di setiap wilayah dunia,   antara lain, gelombang panas yang makin intens, hujan lebat, kekeringan, hingga siklon tropis.

Saat ini, kenaikan temperatur Bumi telah mencapai 1.1 derajat celcius dan menuju kenaikan temperatur global rata-rata 2.8 derajat celcius di tahun 2100, berdasarkan komitmen negara-negara di dalam nationally determined contributions (NDC). Angka ini hampir dua kali lipat dari target 1.5 derajat celcius yang tertuang dalam Perjanjian Paris, yaitu, batas aman bagi bumi untuk pemanasan global.

Target pengurangan gas rumah kaca Indonesia yang tertulis dalam enhanced NDC–masih dinilai highly insufficient atau sangat tak memadai, dan diprediksi membawa kenaikan temperatur hingga 4 derajat celcius kalau semua negara mengadopsi komitmen serupa. Negara maju diharapkan lebih ambisius membuat kebijakan pengurangan emisi agar target yang diproyeksikan di NDC bisa tercapai.

 

 

Petani padi gagal panen akibat kekeringan yang disebabkan oleh perubahan iklim, April 2022. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Bagaimana pangan?

Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) atau Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa mengklaim kemungkinan besar pola cuaca di bawah El-Niño sangat potensial berdampak pada produktivitas pertanian, atau berdampak pada ketahanan pangan yang dapat merugikan. Pada 5 Mei lalu, FAO melaporkan, indeks acuan harga komoditas pangan internasional naik pada April untuk pertama kalinya dalam satu tahun terakhir karena dipengaruhi cuaca ekstrem.

Arief Prasetyo Adi, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengklaim, pemerintah memastikan setok komoditas strategis Indonesia dalam kondisi aman sampai akhir tahun ini.

Bapanas  menegaskan, Bulog untuk menyimpan sebanyak 2,4 juta ton beras, meningkat dari jumlah tahun lalu hanya 900 ribu ton. Dia bilang, mayoritas beras itu dari produksi dalam negeri.

Sementara, cadangan pangan juga terus ditingkatkan dari sebelumnya hanya 200.000 ton adi 300.000 ton. Seiring waktu, cadangan pangan ini terus meningkat jadi 750.000 ton, hingga kini 800.000 ton.

Dia bilang, Presiden Joko Widodo memerintahkan cadangan pangan ini harus di atas 1 juta ton dengan mengutamakan produksi dalam negeri. Masyarakat, katanya,  tak perlu khawatir perihal cadangan pangan untuk menghadapi El-Nino.

“Dalam negeri prioritas, kita harus jaga harga di tingkat petani supaya baik. Di tingkat hilir, inflasi juga terjaga baik karena itu akan berpengaruh pada daya beli masyarakat.”

Dalam tiga bulan terakhir, katanya, Bapanas menyalurkan bantuan pangan berupa beras ke 21,353 juta keluarga penerima manfaat. Penyaluran bantuan pangan berupa beras itu kembali akan dilakukan pada Oktober, November, dan Desember dengan jumlah penerima sama. Katanya, ada sekitar 1,2 juta ton beras akan disalurkan ke masyarakat melalui Bulog.

 

 

Sebanyak 53 kasus karhutla terjadi di Aceh periode Januari-Juni 2023. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pemerintah tak sentuh akar masalah

Kebakaran hutan dan lahan diprediksi meningkat tahun ini. Bukan hanya fenomena El-Nino akan meningkatkan risiko, juga karena pemerintah masih membiarkan perusahaan-perusahaan perusak hutan dan gambut.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, perusahaan di kawasan ini selalu menimbulkan kerentanan tinggi karhutla.

Walhi Juni lalu mencatat,  ada 7.857 hotspot dengan 2.080 berada di konsesi hak guna usaha (HGU) sawit, izin pemanfaatan hasil hutan alam dan hutan tanaman industri.

Hotspot di perusahaan ini tunjukkan kalau konsesi berisiko tinggi sebabkan karhutla,” kata Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi dalam media briefing bertajuk Kebakaran Terus Berlanjut: Pembiaran atau Kesengajaan?’ penghujung Juli lalu.

Sayangnya, pemerintah cenderung diam dan terus memberikan keistimewaan bagi perusahaan-perusahaan perusak hutan dan lahan gambut. Hal ini terlihat dari karhutla tak masuk sebagai indikator dalam evaluasi dan pencabutan izin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) awal tahun ini.

Kementerian yang digawangi Menteri Siti Nurbaya Bakar itu hanya melihat ketidakpatuhan perusahaan dari segi ekonomi. Uli menilai,  inisiatif pemerintah sudah baik, tetapi tidak menyasar indikator penting yang bermanfaat bagi masyarakat.

“Banyak perusahaan terbukti lakukan karhutla pada 2015 dan 2019 tidak masuk dalam evaluasi KLHK ini,” kata Uli.

Dia sebutkan antara lain, PT Wira Karya Sakti di Jambi tahun 2015 karhutla. Perusahaan sama pun dalam catatan Walhi memiliki 54 hotspot sepanjang Juni saja.

Selain itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, kata Uli,  seharusnya bisa evaluasi perusahaan-perusahaan sawit bermasalah. Banyak titik api dalam konsesi HGU kebun sawit.

Catatan Walhi, 969 perusahaan di dalam lahan gambut dan hutan dengan luasan mencapai 5,6 juta hektar. Kalau dirinci, HGU perkebunan sawit 1.901.713,54 hektar, HTI mencapai 2.817.880,72 hektar dan HPH 888.454,07 hektar.

“Luas izin perkebunan sawit di gambut bisa lebih besar kalau perhitungan memakai luasan IUP yang tidak ber-HGU yang tidak terdaftar di KATR/BPN.”

 

 

 

Namun, katanya, pemerintah justru menelurkan kebijakan pemutihan keterlanjuran sawit dalam kawasan hutan sebagaimana termaktub dalam Pasal 110a dan 110b UndangUU  Cipta Kerja. “Ketika kami cek nama perusahaan yang masuk dalam mekanisme keterlanjuran, banyak yang ternyata terlibat pembakaran hutan,” kata Uli.

Dia beri contoh di Sumatera Selatan. Walhi mencatat,  tidak ada pencabutan izin pada perusahaan HTI PT Bumi Mekar Hijau, PT Waringin Agro Jaya, PT Rambang Agro Jaya dan PT Waimusi Agro Indah. Perusahaan-perusahaan ini alami karhutla di lahan gambut pada 2015 hingga 2019.

“Padahal putusan pengadilan menyatakan perusahaan bersalah sudah incracht [berkeputusan hukum tetao] atas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi,” kata Febrian Putra Sopah, dari Eksekutif Daerah Walhi Sumatera Selatan dalam media briefing itu.

Untuk Kalimantan Barat,  merupakan langganan karhutla, sudah ada langkah progresif pemerintah daerah untuk menjerat korporasi yang diduga membakar lahan. Dia contohkan, dengan memperkarakan 20 perusahaan pada 2019 diiringi 67 penyegelan dan 157 peringatan. Termasuk,  denda hamper Rp1 triliun pada PT RKA yang membakar hutan di Sintang.

Namun, Nikodemus Alle,  Direktur Eksekutif Walhi Kalbar menyebut,  langkah Gubernur Kalbar memperkarakan korporasi karena tak ada beban politik. Meskipun begitu, katanya, dari sekian puluh kasus kejahatan sektor kehutnan, baru satu ditegakkan. “Artinya penegakan hukum tidak lancar-lancar aja di Kalbar.”

 

 

Helikopter BNPB, pada 2020 melakukan bom air pada lahan terbakar di Rimbo Panjang, Kampar, Riau. Kebakaran sudah berlangsung hampir satu minggu. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

TMC dan La-Nina

Walhi menilai penurunan angka karhutla pasca 2019 tak boleh membuat pemerintah terlena. Boy Jerry Even Sembiring,  Direktur Eksekutif Walhi Riau mengatakan, angka karhutla turun setelah 2019, dipengaruhi dua faktor, TMC dan La-Nina membuat curah hujan tinggi.

Khusus TMC, katanya, langkah ini tak menyelesaikan akar masalah karhutla dan memanjakan perusahaan pemegang izin. “Secara aspek kemanusiaan memang baik mencegah asap dan polusi hingga korban masyarakat minim. Tapi ini kan pakai anggaran negara, bukan perusahaan,” katanya.

Biaya TMC tak sedikit. Pada 2019, pemerintah perlu dana hingga Rp34 miliar untuk TMC di lima provinsi. Padahal, kebanyakan titik api ada di konsesi.

Dari pemantauan Walhi Riau, data hotspot Juli menunjukkan mayoritas titik panas di ekosistem gambut. Sementara lebih 50% ekosistem gambur di Riau dialihfungsi jadi industri monokultur. Dari 60% ekosistem gambut telah dialihfungsi, sekitar 46,15% terbebani perizinan berusaha HTI dan perkebunan sawit.

Secara umum,  di Riau ada kecenderungan peningkatan titik api tahun ini ketimbang tahun sebelumnya. Kondisi ini,  bisa terlihat dari sudah ada 83 titik hingga Juni, sedang sepanjang tahun lalu 122 titik api.

Secara luasan, sampai Juni sudah kebakaran 803 hektar. Sepanjang tahun lalu di Riau kebakaran sekitar 1.200 hektar.

“Artinya, dalam waktu sekitar bulan hotspot dan kebakaran lebih dari setengah di tahun lalu,” kata Boy.

 

 

 

Perketan pengawasan

Karhutla di konsesi terjadi karena aktivitas mereka mengalihfungsikan hutan tropis menjadi perkebunan atau tanaman industri. Secara prinsip, kawasan hutan Indonesia yang merupakan hutan tropis lembab,  tidak mungkin bisa terbakar.

Ane Alencar, Science Director of the Amazon Environmental Research Institute ditemui Mongabay,  mengatakan, kalau hutan Indonesia dan Amazon di Brasil memiliki karakteristik sama.

“Hutan tropis kita sangat lembab. Tidak mungkin bisa terbakar kalau tidak ada deforestasi dan alihfungsi,” katanya.

Alih fungsi, membuat pinggir hutan lebih sensitif dan mudah kering. Kemarau, katanya,  membuat wilayah rentan terbakar.

Wilayah yang berubah, katanya,  paling rentan terbakar, apalagi kalau pernah terbakar sebelumnya.  “Area terbakar dan terbuka membuat sinar matahari mudah masuk dan pertukaran udara jadi lebih banyak. Ketika musim sedang kering, kawasan ini jadi mudah terbakar.”

Untuk itu, dia menyebut perlu ada pengawasan area-area yang pernah terbakar. Wilayah ini, katanya,  memiliki kecenderungan terbakar lebih tinggi. “Pemerintah Indonesia harus bisa melihar riwayat area kebakaran. Biasa api mudah terbakar di area yang pernah terbakar,” katanya.

Senada dengan temuan Walhi. Menurut Uli, karhutla masih berfokus di lima provinsi langganan kebakaran, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.

“Musim kemarau ini akan jadi ajang pembuktian keseriusan pemerintah mengurangi karhutla di lima provinsi ini.”

 

 

 

 

*******

 

 

Exit mobile version