Mongabay.co.id

Sepenting Apa Perairan Kawasan Antarwilayah untuk Ekonomi Nasional?

 

Wilayah perairan laut Indonesia diketahui meluas sejauh 6,4 juta kilometer persegi (km2), dengan garis pantai membentang sepanjang 108.000 km atau kedua terpanjang di dunia. Luasan tersebut kemudian terbagi ke dalam 20 perairan laut kawasan antarwilayah (KAW).

Penetapan jumlah KAW tersebut merujuk pada data yang diterbitkan aturan standar International Hydrographic Organization (IHO) S-23 Limits of Seas and Oceans (Batas Laut dan Samudera) 2002. Pada terbitan tahun tersebut, laut sudah memiliki pengelompokan dan penamaan sebanyak 154 samudera dan lautan.

Berdasarkan IHO terbitan 2002, Indonesia membagi lautnya ke dalam 20 KAW. Diharapkan saat 2024 berakhir nanti, semua KAW sudah ditetapkan statusnya melalui penerbitan RZ oleh Pemerintah Indonesia, Provinsi, atau Daerah.

Direktur Jenderal Kelautan dan Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Gustaaf Manoppo menerangkan, saat ini sudah ada sembilan KAW yang ditetapkan secara bertahap sejak 2020 lalu melalui peraturan.

Kesembilan Rencana Zonasi KAW tersebut, adalah Selat Makassar yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden RI Nomor 83 Tahun 2020 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Selat Makassar. RZ KAW Laut Jawa melalui Perpres 3/2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Laut Jawa.

Kemudian, ada RZ KAW Laut Sulawesi melalui Perpres 4/2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Laut Sulawesi. RZ KAW Teluk Tomini melalui Perpres 5/2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Teluk Tomini.

Berikutnya, RZ KAW Teluk Bone melalui Perpres 6/2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Teluk Bone. RZ KAW Laut Natuna dan Natuna Utara melalui Perpres 41/2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Laut Natuna-Natuna Utara.

Lalu, ada RZ KAW Laut Maluku melalui Perpres 40/2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Laut Maluku. RZ KAW Selat Malaka melalui Perpres 30/2023 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Selat Malaka.

Terakhir, adalah RZ KAW Laut Flores yang ditetapkan melalui penerbitan Perpres 29/2023 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Laut Flores. Dari semua RZ KAW yang sudah ditetapkan itu, dua peraturan diterbitkan pada 2023 ini.

baca : Beresiko Tinggi, Laut Harus Dikelola dengan Rencana Zonasi

 

Nelayan dari Flores Timur memancing ikan tuna dan cakalang menggunakan huhate di perairan Laut Flores dan Laut Sawu. Foto : Fitrianjayani/WWF Indonesia

 

Victor menerangkan, dengan diterbitkannya sembilan RZ KAW tersebut menjadi ketetapan peraturan, maka tersisa 11 RZ KAW yang masih dalam proses penyusunan dan persiapan pembuatan dokumen.

“Perencanaan tata ruang di laut pesisir dan pulau-pulau kecil perlu diselesaikan dan diintegrasikan dengan rencana tata ruang wilayah,” ungkap dia pekan lalu di Jakarta.

Menurut dia, rencana tata ruang atau rencana zonasi merupakan panglima dalam pengelolaan ruang dan atau sumber daya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan. Oleh karena itu, mutlak untuk dilakukan penataan secara lebih detail dan teknis.

Selain sembilan KAW yang sudah ditetapkan, dia menjelaskan kalau saat ini ada sebanyak empat RZ KAW yang masuk program penyusunan 2023. Keempatnya adalah Laut Banda, Laut Bali, Laut Selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, dan Laut Sawu. Semuanya berstatus dalam tahapan pra harmonisasi.

Kemudian, ada tiga RZ KAW yang masuk pembahasan tahun anggaran 2022 dan statusnya sudah dalam tahapan dokumen final. Ketiganya adalah Laut Seram, Laut Halmahera, dan Laut Arafura. Sementara, RZ KAW yang masuk TA 2023 adalah Laut Barat Sumatera dan Laut Utara Papua.

Dua dari sembilan RZ KAW yang sudah ditetapkan itu, ada nama RZ KAW Selat Malaka dan RZ KAW Selat Flores. Selat Malaka memiliki luas wilayah perairan 71.784,78 km2 yang melintasi 17 kota/kab di empat provinsi, yaitu Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, dan Kepulauan Riau.

Menurut Victor, kawasan selat Malaka adalah salah satu kawasan perairan penting, karena tingkat pemanfaatan ruang yang tinggi dengan kepentingan multisektor. Kemudian, pemanfaatan ruang didominasi alur pelayaran dan pertambangan.

“Selat Malaka juga merupakan kawasan yang strategis terhadap kepentingan nasional, karena berbatasan langsung dengan negara Malaysia,” jelas dia.

baca juga : Laut Natuna Diatur Zonasi, Nelayan: Jangan Batasi Kami

 

Padatnya lalu lintas kapal-kapal kargo di Selat Malaka menuju Singapura. Perairan selat Malaka merupakan jalur pelayaran tersibuk di dunia. Foto : shutterstock

 

Penetapan RZ KAW Selat Malaka yang dilakukan pada 6 Juni 2023, memiliki isu strategis di dalamnya. Termasuk, penyelesaian batas laut antara Indonesia dengan Malaysia, sebagai chokepoints atau selat dengan kepadatan lalu lintas pelayaran, kepadatan pipa kabel bawah laut, dan peran laut Natuna dan Natuna Utara.

Sementara, RZ KAW Laut Flores juga tak kalah pentingnya. Kawasan perairan seluas 108.513,37 km2 itu, melintasi 17 kota/kab pada tiga provinsi, yaitu Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.

Seperti halnya Selat Malaka, RZ KAW Selat Flores juga memiliki isu strategis di dalamnya, Termasuk, pencemaran di laut Flores, degradasi ekosistem pesisir, konflik pemanfaatan sumber daya ikan (SDI), overfishing, pengembangan potensi pariwisata bahari, dan pemetaan daerah rawan bencana gempa/tsunami.

“Mewujudkan laut Flores menjadi zona ekonomi kelautan produktif melalui pengelolaan berkelanjutan,” ucap dia menyebut visi perencanaan dari penetapan RZ KAW Laut Flores.

 

Keselamatan Pelayaran

Victor Gustaaf Manoppo menambahkan, penetapan dua RZ tersebut akan menjadi jalan terang untuk memperlancar kegiatan di ruang laut, keselamatan pelayaran, menjamin kedaulatan negara, dan memberikan perlindungan bagi kesehatan ekosistem di laut.

Kedua selat tersebut juga memiliki potensi sumber daya serta nilai strategis yang perlu dikelola dengan, baik dan karenanya penyusunan rencana zonasi menjadi upaya untuk mengelola sumber daya dengan baik dan berkelanjutan.

Tak lupa, kehadiran RZ KAW di dua selat tersebut juga menjadi acuan bagi Menteri Kelautan dan Perikanan saat akan menerbitkan dokumen perizinan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) yang menjadi syarat dasar suatu pihak melakukan kegiatan menetap di ruang laut.

Dia menyebut, enam dari sembilan RZ KAW yang sudah ditetapkan berhasil diterbitkan pada 2022, yaitu Laut Jawa, Laut Sulawesi, Teluk Tomini, Teluk Bone, Laut Maluku, Laut Natuna-Natuna Utara, dan Selat Makassar.

“Ini mencatatkan rekor karena berhasil menghasilkan enam regulasi RZKAW dalam setahun,” tegas dia.

baca juga : Ini Target Pemerintah Selesaikan Rencana Zonasi Pemanfaatan Ruang Laut Indonesia

 

Nelayan di Kepulauan Riau melaut di kawasan perairan Singapura. Perairan ini menjadi salah satu lokasi tambang pasir laut pada tahun 2002 lalu. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Penyusunan RZ KAW sendiri menjadi amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, di mana Pemerintah harus menetapkan sebanyak 20 lokasi kawasan antarwilayah meliputi laut, selat, dan teluk lintas provinsi.

Bagi Nilam Andalia Kurniasari, Peneliti Center for Maritime and Ocean Law Studies dari Universitas Airlangga, kehadiran dua RZ KAW di Selat Malaka dan Selat Flores menjadi bentuk perhatian dari Pemerintah Indonesia terhadap aspek keselamatan pelayaran.

“Dua area itu merupakan lokasi lintasan kabel serta pipa bawah laut, yang bila tidak diatur dapat mengganggu keselamatan kapal-kapal yang melintas,” tutur dia.

Selain itu, kehadiran dua RZ KAW tersebut juga menjadi penegas untuk mengatur kedaulatan Indonesia dalam mengelola wilayah perairannya. Selat Malaka menghubungkan tiga negara yakni Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Menurut dia, kedua wilayah perairan tersebut menjadi simbol kekayaan sumber daya laut yang dimiliki Indonesia. Dengan demikian, diperlukan penataan lebih baik lagi agar masyarakat bisa merasakan manfaatnya secara maksimal, tanpa ada bentuk pelanggaran hak atas negara lain.

“Ternyata Selat Malaka ada hak berdaulat dan kedaulatan. Kalau perairan laut Flores, di mana Indonesia berdaulat penuh,” pungkas dia.

baca juga : Menata Ruang Laut, Menyeimbangkan Ekonomi dan Ekologi

 

Beberapa kapal ikan asing berbendera Filipina yang ditangkap di Laut Sulawesi pada awal April 2023 digiring ke PSDKP Bitung, Sulut. Foto : PSDKP KKP

 

Sementara, Asisten Operasi, Survei dan Pemetaan Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) Dyan Primana Sobarudin menilai kalau penerbitan dua RZ KAW di Selat Malaka dan Selat Flores juga akan meningkatkan keselamatan pelayaran.

“Misalnya Selat Malaka, satu tahunnya ada 90 ribu kapal yang melintas. Dengan padatnya pelayaran ini, kalau tidak diatur akan berpengaruh pada hal-hal yang lain,” ungkap dia.

Dengan karakteristik yang berbeda, kedua wilayah perairan tersebut memang mutlak memerlukan pengaturan yang bisa menyesuaikan kondisi di lapangan. Jika demikian, manfaat lain juga akan dirasakan oleh pemanfaat wilayah laut lainnya.

“Ruang lingkup dua peraturan itu juga sangat komprehensif, sehingga memudahkan semua pihak yang akan melakukan kegiatan menetap di ruang laut. Baik itu untuk kegiatan ekonomi, atau konservasi,” tambah dia.

Pria berpangkat laksmana pertama itu juga menyebut kalau dua RZ KAW yang diterbitkan pada 2023 ini sudah jelas dan tidak ada tumpang tindih. Semua hal sudah diatur di dalamnya, seperti eksplorasi SDI, konservasi, dan kabel atau pipa.

Wakil Ketua Bidang Legal dan Regulatory Asosiasi Sistem Komunikasi Kabel Laut Indonesia (ASKALSI) Benny Herlambang juga memberikan pandangannya setelah RZ KAW Selat Malaka dan Selat Flores diterbitkan pada 6 Juni 2023.

Menurut dia, kedua peraturan tersebut dinilai akan bisa mengakomodasi segala hal yang ada di kedua perairan tersebut. Utamanya, potensi jalur alternatif penggelaran kabel laut bagi Indonesia menuju Australia, Jepang, hingga Amerika Serikat.

 

 

Exit mobile version