Mongabay.co.id

Semut, Pasukan Pembersih yang Kerap Tak Dianggap

Semut rang-rang yang sedang bekerja membangun sarang. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Ukurannya kecil, umumnya tak lebih dari 2 cm. Hampir selalu terlihat di rumah, dan umumnya dianggap sebagai hewan pengganggu. Kadang tanpa sengaja makhluk mungil ini merambat di lengan kita. Kerap pula terjebak ke dalam gelas kopi. Gara-gara itu tak jarang kisah hidupnya berakhir. Padahal semut jika tak diserang, biasanya hanya berlalu begitu saja.

Di seluruh dunia, jumlahnya hampir 250 ribu kali lipat lebih banyak daripada penduduk bumi. Serangga ini bisa ditemukan di manapun. Mulai dari perkotaan, perdesaan, lingkungan urban, tanah pertanian, hingga hutan. Bahkan di padang pasir yang panas. Tapi tidak di kutub utara (artik) maupun kutub selatan (antartika).

Di planet ini, semut tercatat ada lebih dari 12.500 spesies. Semut tidak bisa hidup dalam lingkungan ekstrem. Namun semut sahara (Cataglyphis fortis dan Cataglyphis bicolor) diketahui masih mentoleransi panas hingga 60 derajat celsius untuk beberapa saat.

Semut umumnya tidak mentoleransi suhu dingin di bawah 5 derajat celsius. Itu kenapa kita sering menemukan semut mati di dalam lemari es. Semut adalah hewan berdarah dingin. Suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungan.

Banyak yang tidak menyadari semut memiliki jasa ekologi cukup penting baik bagi manusia maupun lingkungan, termasuk di wilayah urban. Misalnya, semut menjadi pasukan pemindah sisa makanan, sampah, atau bangkai serangga. Semut menjadi musuh alami bagi hewan pembawa penyakit seperti kecoa, kutu. Semut juga diketahui senang makan larva serangga.

baca : Berapakah Jumlah Seluruh Semut di Planet Bumi?

 

Semut gurun spanyol tengah bekerja mengumpulkan makanan. Foto: Christian Peeters/Wikimedia/Creative Commons Attribution – ShareAlike

 

Hewan Pemulung

Sebuah penelitian di pinggiran Tokyo memperlihatkan semut mengangkut rata-rata 6,3 gram dari 18 gram makanan segar selama 24 jam untuk setiap lokasi keberadaan makanan itu. Tetsuro Hosaka dari Tokyo Metropolitan University dan timnya dalam penelitian itu meletakkan makanan berupa keripik kentang, roti dan daging pada 90 titik lokasi. Mereka sengaja meletakkannya di tempat yang berbeda karakteristiknya. Yaitu di hutan, rerumputan, dan trotoar. Sebanyak 10 lokasi berada di taman kota, dan sisanya di pinggiran kota Tokyo.

“Jumlah rata-rata tertinggi makanan yang dipindahkan dari halaman rumput dan hutan tidak berbeda jauh dengan di halaman rumput dan trotoar,” tulis mereka dalam laporan yang dimuat dalam jurnal Basic and Applied Ecology, 2019.

Hal itu menunjukkan bahwa semut di wilayah kota punya kemampuan sebanding dengan semut yang berada di pinggiran kota dalam hal memindahkan sisa makanan. Bahkan dalam jumlah spesies lebih sedikit. Sehingga menurut mereka, jenis tutupan lahan buatan pun harus dimasukkan dalam kajian tentang jasa ekosistem perkotaan.

Laporan itu juga mengutip kajian sebelumnya di New York bahwa arthropoda terutama semut dapat memindahkan 4 hingga 6,5 kg sisa makanan setiap tahun hanya di satu ruas jalan saja.

baca juga : Bukan Tanpa Alasan, Nama Semut Jenis Baru Ini Radiohead

 

Sekelompok semut mengelilingi selai jeruk. Foto : Brian Mai/publicdomainpictures.net

 

Seperti diketahui, ekosistem perkotaan menghasilkan limbah dalam jumlah besar, di antaranya sampah sisa makanan. Limbah ini sebagian terbuang di jalan, trotoar, taman dan hutan kota. Sisa makanan yang kaya nutrisi itu akan terurai secara biotik dan abiotik. Pasukan semut diam-diam turut bekerja dalam mendaur ulang sisa makanan yang ditinggalkan manusia itu.

Pasukan semut akan bergotong royong mengusung sisa makanan dari permukaan ke dalam tanah. Hal itu membantu siklus perpindahan nutrisi yang bermanfaat bagi lingkungan. Selain itu, hasil kerja semut dianggap turut memperindah pemandangan kota karena mengurangi penampakan sampah di permukaan tanah. Juga mengurangi risiko buruk penyebaran penyakit oleh merebaknya tikus yang mengais sisa makanan di atas permukaan tanah.

Di alam, hewan sosial ini memiliki banyak fungsi ekologis. Selain sebagai pemulung sampah organik, semut adalah hewan pemangsa, penyubur tanah, dan membantu penyerbukan. Semut juga membantu memperkaya keanekaragaman hayati dalam sebuah ekosistem. Misalnya, turut menyebarkan biji-bijian. Semut juga diketahui melakukan simbiosis mutualisma dengan beberapa hewan lain.

baca juga : Jalan Mundur, Bagaimana Semut Menemukan Sarangnya?

 

Semut rang-rang merupakan satwa yang hidup berkoloni. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Banyak ahli menyepakati semut berperan pula sebagai bioindikator. Misalnya, semut telah digunakan dalam penilaian restorasi lahan. Keberadaan semut bisa mengindikasikan kesehatan sebuah ekosistem dan kembalinya flora fauna di suatu wilayah.

Ada tidaknya jenis semut bisa menjadi penanda perubahan yang terjadi pada lingkungan tertentu. Sensitivitasnya terhadap suhu lingkungan pun membuat beberapa spesies semut dimanfaatkan sebagai detektor suhu lingkungan termasuk dampak dari perubahan iklim.

Lain kali berterima kasih lah kepada semut.

 

Exit mobile version