Mongabay.co.id

Vonis Hukum Ringan Mantan Bupati Langkat Pemelihara Satwa Dilindungi

 

 

 

 

Terbit Rencana Perangin-angin, mantan Bupati Langkat kena hukuman percobaan atas pelanggaran memelihara satwa-satwa dilindungi di rumahnya. Pada 28 Agustus lalu sidang agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim melalui persidangan online.  Saat ini, Terbit  sedang menjalani hukuman untuk kasus korupsi dengan vonis 7,5 tahun penjara.

Majelis Hakim dipimpin Ladies Meriana Bakara membuka persidangan. Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan Terbit terbukti bersalah melanggar Pasal 40 ayat (4) jo Pasal 21 ayat (2) huruf a UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Majelis hakim menyatakan Terbit Rencana bersalah, memiliki hewan dilindungi dalam keadaan hidup dan menjatuhkan hukuman penjara dua bulan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan. Majelis hakim menetapkan pidana itu tidak perlu dijalani Terbit, kecuali ada perintah lain dengan putusan hakim.

“Mengadili, memutuskan Terbit Rencana Perangin-angin terbukti sah dan meyakinkan bersalah dan menjatuhkan hukuman selama dua bulan tetapi vonis ini tidak dijalaninya, dan memberikan hukuman percobaan selama empat bulan. Artinya, kalau selama empat bulan ke depan terdakwa melanggar tindak pidana serupa barulah hukuman dua bulan itu bisa dijalankan,” kata Ladies.

 

Majelis hakim juga memerintahkan seluruh satwa sitaan dari kediaman Terbit, yakni, satu orangutan Sumatera, satu elang brontok, satu monyet hitam Sulawesi,  dua beo kembali ke habitat atau titip ke suaka margasatwa.

Ketika penyitaan di kediaman Terbit ada juga dua jalak Bali diamankan penyidik Balai Gakkum KLHK tetapi tidak masuk dalam dakwaan sampai putusan majelis hakim.

Kasus ini berawal dari Terbit pelihara satwa dilindungi  sejak 2019. Satwa-satwa itu dia tempatkan di beberapa kandang di pekarangan rumahnya di Dusun I Nangka Lima, Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat, Sumatera Utara.

Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Langkat menuntut Terbit dengan hukuman penjara 10 bulan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan. Sabri Fitriansyah Marbun, Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Langkat mengatakan, tuntutan itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain, satwa satwa di kediaman Terbit dipelihara baik hingga mereka menuntut hukuman itu.

“Ini salah satu hal yang jadi pertimbangan kami untuk meringankan tuntutan terdakwa.”

Terbit tak hanya terjerat soal satwa ini. Kasus satwa muncul, setelah  penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan serangkaian operasi penindakan dan menangkap Terbit serta  lima orang lain dalam kasus korupsi di kabupaten yang bersebelahan dengan Aceh Tamiang, Aceh ini.

Saat melakukan penggeledahan di rumah pribadi sang bupati, penyidik KPK menemukan sejumlah satwa langka dilindungi dalam kandang besi. Mereka lalu menyampaikan informasi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Vonis dinilai terlalu ringan bagi mantan pejabat publik yang semestinya sudah mengetahui aturan perundang-undangan berlaku tentang perlindungan terhadap satwa liar dilindungi.

Nanda Nababan,  Kordinator Advokat dan Peneliti Kejahatan Satwa Liar Indonesia (APKSLI), mengatakan, pada kasus itu Kejaksaan Negeri Langkat meyakini Terbit lalai atas kepemilikan dan pemeliharaan satwa dilindungi  ilegal. “Patut dipertanyakan alasan atau pertimbangan jaksa mendakwa dengan perbuatan lalai? katanya.

Marrison Guciano , Direktur Flight Indonesia  mengatakan, hukuman majelis hakim Pengadilan Negeri Stabat kepada Terbit sangat tidak elok. Putusan ini, katanya, menunjukkan pengetahuan dan pemahaman hakim minim akan dampak kerusakan oleh kejahatan satwa liar.

 

Baca juga: Satwa Dilindungi Sitaan dari Rumah Bupati Langkat, Ini Foto-fotonya

Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin ditetapkan sebagai tersangka karena kepemilikan satu individu orangutan Sumatera secara ilegal. Foto: Ayat S Karo-karo/ Mongabay Indonesia

 

Terbit, katanya,  adalah pejabat publik. Seharusnya dia paham dan mengetahui  UU Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya, yang melarang siapapun memperdagangkan atau memelihara satwa dilindungi tanpa izin.

Untuk itu, katanya, seharusnya hukuman lebih berat  dari orang biasa. “Selama ini,  saya belum melihat pejabat publik dalam kasus pemeliharaan satwa dilindungi dijerat pidana, apalagi divonis berat.”

Vonis Terbit mencerminkan cara pandang hakim tak berubah, seolah memaklumi kejahatan pemelihara satwa dilindungi, terlebih kalau pelaku para pejabat publik.

Menurut Marison, pemelihara adalah rantai terakhir dari jaringan perdagangan satwa liar dilindungi. Seharusnya, pemelihara dihukum berat karena kehadiran mereka menjadi pemicu perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar.

Kalau pelaku perburuan dan perdagangan dapat dihukum berat, katanya, begitu juga seharusnya para pemelihara yang menjadi pemicu perburuan dan perdagangan itu sendiri.

“Seharusnya,  majelis hakim dapat memberikan hukuman kepada Terbit menanggung seluruh biaya rehabilitasi dan pelepasliaran satwa satwa ini ke habitat alaminya. Bukan jadi tanggungan negara,” katanya.

Kalau pemelihara masih dihukum ringan atau dibiarkan lolos jerat hukum, katanya, perburuan dan  perdagangan ilegal satwa liar akan tetap marak.

 

 

******

Exit mobile version