Mongabay.co.id

Perdagangan Orangutan Sumatera Terus Terjadi, Ini Buktinya

 

 

Perburuan orangutan sumatera terus terjadi di Aceh.

Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan [Balai Gakkum LHK] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] Wilayah Sumatera, menangkap seorang pelaku yang hendak menjual satu individu anak orangutan sumatera di Kota Langsa, Provinsi Aceh, Senin [3/7/2023].

Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera, Subhan, mengatakan Nanta Agustia alias NA [30] ditangkap dirumahnya.

“Saat tengah malam, seorang laki-laki keluar dari rumah NA membawa tas berisi orangutan. Kemudian, orangutan itu dimasukkan ke kadang dan dibawa dengan mobil,” ungkapnya, Jumat [1/9/2023].

Tim mengikuti mobil yang menuju ke Medan, Provinsi Sumatera, itu. Penyergapan dilakukan di Desa Pantai Balai, Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang.

“Sopir melarikan diri, namun mobil dan seekor anak orangutan kami amankan,” jelasnya.

Foto: Paula Pasto, Orangutan Sumatera “Penghuni” Stasiun Penelitian Soraya

 

Orangutan yang berada di Stasiun Penelitian Soraya, Kota Subulussalam, Provinsi Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Berikutnya, tim menangkap NA karena diyakini warga Alue Timue, Kecamatan Langsa Timur, Kota Langsa, itu sebagai pemilik anak orangutan tersebut.

“Berkas perkara sudah dinyatakan lengkap. Pelaku dan sejumlah barang bukti telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Langsa pada Selasa [29/8/2023] untuk selanjutnya dilakukan persidangan. Sementara, anak orangutan telah dititipkan ke Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan di Batu Mbelin, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara,” ungkapnya.

Subhan mengatakan, tersangka dijerat Pasal 40 Ayat [2] jo Pasal 21 Ayat [2] huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

“Ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp100 juta,” katanya.

Baca: Sedih, Orangutan Sumatera Terluka Akibat Jerat Babi

 

Anak orangutan yang diselamatkan di Subulussalam, Aceh. Foto: Dok. BKSDA Aceh

 

Evakuasi anak orangutan

Sementara itu, Selasa [5/9/2023], Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh mengevakuasi satu individu anak orangutan sumatera tanpa induk di kebun sawit Simpang Kiri, Kota Subulussalam, Aceh.

Kepala BKSDA Aceh Gunawan Alza mengatakan orangutan betina itu berusia sekitar tiga tahun. Kini,  telah dibawa ke Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Sumatera di Batu Mbelin, Sumatera Utara.

“Penanganannya lebih intensif dan dilakukan observasi menyeluruh, sehingga dapat diambil keputusan apakah bisa dilepaskan ke alam liar atau tidak,” jelasnya, Rabu [6/9/2023].

Gunawan mengatakan, orangutan sumatera merupakan satwa dilindungi. Diharapkan, masyarakat menjaga kelestarian orangutan dengan tidak merusak hutan yang merupakan habitatnya.

“Kami juga mengingatkan masyarakat agar tidak menangkap, melukai, membunuh, memelihara, maupun memperjualbelikan dalam keadaan hidup maupun mati.”

Baca: Vonis Hukum Ringan Mantan Bupati Langkat Pemelihara Satwa Dilindungi

 

Anak orangutan yang diselamatkan di Subulussalam ini telah dirawat di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Sumatera di Batu Mbelin, Sumatera Utara. Foto: Dok. BKSDA Aceh

 

Tanpa induk

Peneliti kehutanan dari Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Onrizal mengatakan, sangat aneh ketika anak orangutan ditemukan tanpa induknya.

“Banyak penelitian menunjukkan, anak orangutan masih bersama induknya hingga umur tujuh atau  delapan tahun,” terangnya, Rabu [6/9/2023].

Sang induk sangat setia pada anaknya. Bahkan, ketika ada ancaman, induknya lebih menyelamatkan anaknya ketimbang dirinya.

“Besar kemungkinan, induknya terjebak di kebun sawit Simpang Kiri tersebut.”

Kemungkinan lain, anak orangutan itu terpisah dengan induknya akibat perburuan liar.

“Untuk mendapatkan anak orangutan, pemburu harus membunuh induknya. Perburuan dan pengrusakan habitat adalah ancaman utama yang menghantui kehidupan orangutan sumatera di Aceh maupun Sumatera Utara,” tambahnya.

 

Hutan Soraya yang merupakan habitat orangutan sumatera dan makhluk hidup lainnya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kondisi ini ditambah dengan vonis ringan terhadap pemburu dan orang yang memperjualbelikan orangutan.

“Hukuman yang sangat ringan terhadap pemburu dan orang yang memperjualbelikan orangutan juga menyebabkan perburuan tetap tinggi.

“Tidak ada efek jera. Lihat saja putusan ringan Pengadilan Negeri Stabat, Provinsi Sumatera Utara terhadap Bupati non-aktif Kabupaten Langkat, Terbit Rencana Perangin-Angin yang terbukti memelihara satwa dilindungi, termasuk orangutan, tapi hanya divonis dua bulan penjara dan denda Rp50 juta. Hukuman ini sangat mengkhawatirkan terhadap kelestarian orangutan sumatera,” paparnya.

 

Exit mobile version