Mongabay.co.id

Sabut Kelapa untuk Kurangi Pencemaran Limbah Cair Industri, Caranya?

 

 

Sabut kelapa bisa dimanfaatkan untuk hal luar biasa.

Felix Natanael Ongkowidjojo, mahasiswa semester akhir Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, memanfaatkan sabut kelapa untuk menurunkan tingkat pencemaran limbah cair industri.

Sabut kelapa sebagai material pembuatan biosorben berbasis selulosa, memiliki fungsi hidroksil dan struktur berpori sebagai penyerap Rhodamin B [RhB] limbah cair.

“Saya ingin meningkatkan nilai ekomomisnya untuk diambil selulosanya,” ujarnya, baru-baru ini.

Selulosa yang diambil ini diaplikasikan dalam bentuk selulosa termodifikasi nanopartikel magnetik [Fe3O4]. Lalu, disintesis pada permukaan selulosa melalui ko-presipitasi dua garam besi yaitu feri klorida heksahidrat [FeCI3.6H2O] dan fero klorida [FeCI2.4H2O].

“Selulosa merupakan senyawa yang terdapat pada tumbuhan, biasanya dipakai sebagai serat alami yang banyak digunakan pada industri seperti kertas dan kapas,” lanjutnya.

Material ini memiliki efektivitas menghilangkan RhB dan diharapkan dapat meningkat dengan adanya peran nanopartikel magnetik sebagai katalis dalam reaksi fenton.

“Ini dapat menghasilkan senyawa yang dapat menyerap suatu zat pewarna dan mendegradasi zat tersebut. Hasilnya, limbah yang dihasilkan itu akan kembali lebih jernih,” ujar Felix.

Baca: Ampas Kopi Dijadikan Gelas Keramik, Bagaimana Caranya?

 

Selulosa yang diambil dari limbah sabut kelapa dapat diaplikasikan mengurangi zat pewarna dalam air. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Selulosa magnetik mampu menyerap RhB yang dibuktikan dengan tingginya kapasitas adsorpsi. Selulosa magnetik pada studi ini mampu menghasilkan kapasitas maksimal RhB yang terserap sebesar 228,09 mg/g. Dengan performa yang baik ini, penggunaan kembali selulosa magnetik dapat digunakan hingga 3 kali proses adsorpsi.

Rhodamin B [RhB] merupakan pewarna paling umum digunakan pada industri khususnya industri tekstil. RhB bersifat tidak mudah didegradasi, karsinogenik dan teratogenik, menjadikan senyawa ini berbahaya bagi lingkungan, biota air, dan kesehatan masyarakat. Dampak yang dapat ditimbulkan antara lain iritasi kulit dan kanker pada manusia.

Pencemaran air yang saat ini meningkat di sejumlah daerah, terjadi seiring meningkatnya industri di Indonesia. Pembuangan limbah cair secara langsung ke sungai seringkali menimbulkan masalah serius bagi lingkungan, karena peningkatan bahan beracun seperti logam berat dan pewarna dapat membahayakan ekosistem perairan dan kesehatan manusia.

“Penelitian ini fokus pada pengolahan limbah industri seperti tekstil, yang biasanya dibuang langsung ke sungai sehingga dapat mencemari ekosistem sungai dan biota air lainnya,” paparnya.

Baca: Inilah Sedotan Tepung yang Bisa Dimakan, Penasaran?

 

Felix mempraktikkan pemanfaataan selulosa yang diambil dari limbah sabut kelapa pada air yang diberi zat pewarna. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Pemanfaatan

Felix menjelaskan, mula-mula limbah sabut kelapa dikeringkan, kemudian diperkecil ukurannya menggunakan blender. Selanjutnya dilakukan delignifikasi atau proses penghilangan lignin yang terdapat pada limbah biomassa. Limbah sabut kelapa juga memiliki kandungan lignin cukup besar, yang dapat menghalangi pengambilan selulosa sehingga ligninnya perlu diluruhkan untuk mendapatkan selulosanya.

“Selulosa ini saya hidrolisis dan dioksidasi dengan oksidasi TEMPO, fungsinya untuk memperkecil ukuran partikel dari selulosa,” imbuhnya.

Metode adsorpsi dinilai paling efektif dan ekonomis untuk menghilangkan polutan pada limbah cair, karena murah, membutuhkan sedikit energi, sederhana, dan ramah lingkungan. Selain adsorpsi, metode lain yang sering digunakan untuk menghilangkan polutan pada limbah cair adalah presipitasi, filtrasi membrane, dan pertukaran ion.

Selulosa yang dimanfaatkan untuk mengurangi limbah cair memiliki sifat kemampuan biodegradabilitas, mudah dimodifikasi secara kimiawi, memiliki densitas rendah, sifat mekanik yang baik, dan luas permukaan yang besar. Sabut kelapa yang berpotensi besar sebagai bahan dasar adsorben, memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi mencapai 38-39 persen.

“Sudah dipraktikkan pada skala laboratorium, tapi belum dicoba untuk industri. Pada uji coba, untuk kontaminasi dari tingkat atau jumlah pewarna mulai 100-250 ppm, sudah teradsorpsi dengan baik sekitar 90-100 persen,” terangnya.

Baca: Kosmetik dari Buah Salak, Seperti Apa?

 

Felix Natanael Ongkowidjojo menunjukkan karyanya berupa kelulosa dari sabut kelapa untuk mengatasi polutan limbah cair industri. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Pemanfaatan dan modifikasi limbah sabut kelapa dengan pengembangan selulosa magnetik penghilang RhB limbah cair, merupakan dukungan aksi Indonesia Bersih Sampah 2025.

“Harapannya, air limbah yang dibuang lebih aman untuk dilepaskan ke alam atau sungai,” paparnya.

Rektor Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Kuncoro Foe, mengatakan karya mahasiswa ini dapat menjadi sumbangan bagi masyarakat, khususnya sebagai inspirasi dan pengaruh positif bagi siapa saja untuk berbuat baik pada lingkungan.

“Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kita semua,” paparnya.

 

Exit mobile version