- Sedotan plastik merupakan jenis sampah plastik yang banyak ditemukan di tempat pembuangan sampah.
- Meski ada inovasi membuat sedotan dari bambu hingga kertas, namun sedotan berbahan plastik masih banyak digunakan.
- Kondisi ini menjadi alasan dibuatnya sedotan berbahan tepung beras dan tapioka yang bisa dimakan, oleh empat mahasiswa Universitas Surabaya [Ubaya].
- Pemakaian tepung beras dan tapioka, menjadikan sedotan ini bertekstur keras. Sedotan ini mampu bertahan di ruang terbuka selama 40 hari. Sedangkan setelah digunakan pada minuman di gelas atau botol, dapat bertahan sekitar 3-5 jam.
Sedotan plastik merupakan jenis sampah plastik yang banyak ditemukan di tempat pembuangan sampah.
Meski ada inovasi membuat sedotan dari bambu hingga kertas, namun sedotan berbahan plastik masih banyak digunakan.
Kondisi ini menjadi alasan dibuatnya sedotan berbahan tepung beras dan tapioka yang bisa dimakan, oleh empat mahasiswa Universitas Surabaya [Ubaya]. Sedotan ini juga mudah diserap tanah bila langsung dibuang.
“Kami berpikir untuk membuat sedotan yang bisa dikonsumsi atau mudah diserap lingkungan,” papar Alfian Dwi Wahyudi, baru-baru ini.
Baca: Bukan Sedotan, Inilah Kontaminan Utama Laut Dunia
Bersama tiga temannya, yaitu Clarence Rex Maximilian H, Natasya Octavia, dan Yemima Destaliza Samantha, sedotan tepung ini dinamakan StrawBite. Karya tersebut telah dipamerkan pada Pagelaran Ubaya Innovaction Festival [UNNO FEST] Vol. 02 pada 13-15 Juni 2023, di Plaza Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya, Tenggilis.
Pemakaian tepung beras dan tapioka, menjadikan sedotan ini bertekstur keras. Butuh sekitar 25-30 menit untuk membuat sepuluh sedotan StrawBite dengan panjang 23 sentimeter dan diameter 1,5 milimeter.
Alfian mengatakan, sedotan ini mampu bertahan di ruang terbuka selama 40 hari. Sedangkan setelah digunakan pada minuman di gelas atau botol, dapat bertahan sekitar 3-5 jam.
“Sedotan ini tidak ada rasa, jadi tidak mempengaruhi minuman.”
Baca: Sedotan Purun, Kreativitas Masyarakat Tumbang Nusa Jaga Lahan Gambut
Clarence Rex Maximilian menambahkan, produk buatan timnya ini akan terus disempurnakan. Terutama, dengan menciptakan varian bentuk dan warna.
“Rencananya, akan dikembangkan menjadi produk lebih baik lagi, lebih ramah lingkungan. Diharapkan, dapat mengurangi persoalan sampah plastik yang saat ini menjadi persoalan kita bersama,” imbuhnya.
Baca juga: Inovasi Mahasiswa: Jelly Drink dari Ekstrak Bawang Dayak, Mau Coba?
Ramah lingkungan
Kepala Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Surabaya, Dr. Aloisiyus Yuli Widianto, mengatakan karya mahasiswa yang memanfaatkan green material ini masih dapat dikembangkan. Selain itu, pemanfaatan pewarna alami dapat diterapkan, sehingga semakin baik dan ramah lingkungan.
“Bisa memanfaatkan pewarna alami dari buah-buahan, sehingga tidak lagi memakai pewarna sintetis.”
Kedepan, kata Aloisiyus, produk ramah lingkungan dapat menggantikan bahan pembuat plastik melalui sejumlah riset dan uji coba. Bahan dari pangan menjadi alternatif guna menciptakan plastik alami yang bisa didegradasi oleh alam.
Dengan demikian, plastik dari bahan fosil dapat dikurangi keberadaannya.
“Dari senyawa pha, poli hidroksi alkanoat. Dan phb, poli hidroksi butirat. Jadi, dengan memanfaatkan tanaman bisa menghasilkan biji-biji plastik. Dihasilkan dari tanaman, bisa didegradasi oleh alam juga,” terangnya.