Mongabay.co.id

Pisang Diolah Menjadi Produk Bernilai Jual, Mengapa Tidak?

 

 

Buah pisang menjadi komoditas unggulan Desa Klungkung, di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Pisang yang dijual di pasar-pasar di Jember dan sekitar, umumnya berasal dari tiga dusun di Desa Klungkung.

Jenis pisang yang ditanam adalah pisang raja, pisang ambon, serta pisang kepok. Namun,  pisang hanya dijual sebagai buah saja.

“Kami jual per-sisir kepada tengkulak Rp7.000. Bila di pasar, Rp9.000-10.000 satu sisir,” kata Ibni, warga Dusun Mujan, Desa Klungkung, baru-baru ini.

Saat panen berlimpah, pisang sering dihargai murah. Kadang, pisang tidak laku karena terlalu lama disimpan dan membusuk.

“Jadinya rugi,” ujarnya.

Baca: Pisang, Antara Varietas dan Manfaat yang Kita Lupakan

 

Pisang siap panen milik warga Desa Klungkung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Setelah mengikuti pelatihan, Ibni bersama warga mengolah pisang kepok mentah menjadi tepung. Prosesnya tidak sulit, hanya memerlukan alat penggiling serta oven pemanas.

“Pisang yang telah diiris dijemur atau dimasukkan oven sampai kering, lalu digiling hingga menjadi tepung. Tepung ini nantinya bisa diolah menjadi brownies maupun kue kering,” urainya.

Biasanya, Ibni mampu mengolah 2 tandan pisang kepok menjadi 5 kilogram tepung murni. Keuntungannya, Rp3.000 untuk setiap sisir pisang yang diolah menjadi tepung.

“Paling penting, pemasaran dan perizinannya dibantu,” terang Mohammad Nurul Fathon, Kepala Dusun Mujan, saat mendampingi Ibni.

Kepala Desa Klungkung, Abdul Gafur, menegaskan dukungan pemerintah desa pengembangan produk tepung ini, terlebih dapat meningkatkan ekonomi warga.

“Intinya, tidak ada yang terbuang dari potensi sumber pangan asli desa ini,” ujarnya.

Selain pisang, di Dusun Mujan juga terdapat tanaman kopi, singkong, serta madu, yang dapat dikembangkan sebagai sumber pendapatan warga.

Baca juga: Petani Ini Bikin Pupuk Cair Organik dari Kulit Pisang dan Daun Kelor

 

Tepung pisang dan olahan cookis berbahan pisang dari produk warga Desa Klungkung. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Manfaatkan teknologi

Dosen Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Ignatius Radix A.P Jati, mengatakan teknologi pangan mempunyai banyak inovasi. Namun, aksesnya masih terbatas, khususnya bagi kalangan UMKM atau masyarakat bawah.

Persoalan lain adalah peningkatan nilai tambah produk.

“Perangkat teknologi sering dianggap sebagai biaya tambahan. Ini belum didukung pemerintah, sehingga inovasi pertanian mininalis,” ujarnya.

Padahal, inovasi produk pertanian sangat tepat dimulai dari pasca-panen. Ini bermanfaat mencegah hilangnya produk akibat tidak laku atau membusuk.

“Kehilangan produk pasca-panen bisa mencapai 40-50 persen,” imbuhnya.

Pada produk holtikultura seperti pisang, Radix menyebut, adanya grade atau tingkat kualitas buah yang dikonsumsi langsung maupun yang diinovasi, dapat memperpanjang usia produk. Salah satunya, diolah menjadi tepung pisang.

“Tentunya dapat dijasikan berbagai produk yang memiliki nilai tambah,” tuturnya.

 

Exit mobile version