Mongabay.co.id

Mencari Ikan dengan Membakar Lahan, Bukan Tradisi Masyarakat Lahan Basah di Sumatera Selatan

 

 

Salah satu tuduhan terhadap masyarakat yang menetap di sekitar rawa gambut di Sumatera Selatan, adalah mencari ikan dengan cara membakar semak-semak di sekitar sungai atau lebung, saat musim kemarau. Perilaku ini diduga sebagai salah satu menjadi pemicu kebakaran lahan dan hutan yang luas.

“Perilaku ini [membakar saat mencari ikan] ditemukan pada masyarakat yang masih mempraktikkan budaya sonor, seperti di beberapa wilayah di Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Sumatera Selatan. Sonor adalah tradisi membuka lahan dengan cara membakar lahan untuk pertanian skala kecil,” kata Syafrul Yunardy, Ketua Forum DAS Sumatera Selatan, Kamis [12/10/2023].

Dijelaskannya, tujuan membakar semak-semak di sekitar sungai adalah membuat suhu air di tepian sungai menjadi hangat, sehingga ikan-ikan berkumpul pada satu titik air yang lebih dingin, untuk memudahkan ditangkap.

“Di dusun saya, tidak ada tradisi membakar semak-semak di sekitar sungai atau lebung untuk mencari ikan, saat musim kemarau. Saya tidak pernah diajari, dan tidak pernah menyaksikannya,” kata Renaldo Pratama Putra [24], warga Desa Lebung Itam, Kecamatan Tulungselapan, Kabupaten OKI.

“Yang masih ada itu tradisi merogoh [mencari ikan dengan kedua tangan] saat air menyusut di sungai atau lebung ketika musim kemarau,” kata Renaldo.

Baca: Ketika Rawa dan Sungai di Sumatera Selatan Mulai Mengering

 

Para perempuan di Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, tengah melebung atau mencari ikan di rawa dan sungai mengering. Mereka tidak mengenal cara membakar semak-semak saat mencari ikan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Desa Lebung Itam yang luasnya sekitar 32 ribu hektare, terdapat kawasan rawa gambut yang disebut Rawang Lebung Itam seluas 26.773 hektare. Rawang Lebung Itam merupakan hulu dari Sungai Lebung Itam yang bermuara ke Sungai Lumpur.

Rawang Lebong Itam adalah habitat gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus]. Tahun 1982, dalam Operasi Ganesha, Lebung Itam menjadi lokasi pemindahan ratusan gajah dari wilayah transmigran Air Sugihan, Kabupaten OKI.

“Mencari ikan dengan membakar lahan, bukan tradisi kami. Kalau musim kemarau, air jelas berkurang, sehingga gampang untuk dirogoh atau ditangkap dengan jala, jadi tidak perlu dibakar semak-semak sekitarnya,” kata Husin [50], warga Desa Bangsal, Kecamatan Pampangan, Kabupaten OKI.

Desa Bangsal luasnya 320 hektare. Sekitar 206 hektare berupa rawa gambut, yang disebut Lubuk Sekayan. Rawa gambut ini sebagian dijadikan persawahan dan pengembalaan kerbau rawa [Bubalus bubalis carabanesis].

“Tidak ada tradisi membakar semak-semak saat mencari ikan. Yang ada itu melebung dengan cara menangkul, menjala, atau merogoh,” kata Kelvin [24], warga Desa Burai, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir.

Desa Burai yang luasnya sekitar 3.500 hektare, memiliki lahan basah disebut lebak lebung seluas 1.150 hektare. Terdapat belasan lebak lebung, seperti Lebak Lebung Burai, Lebak Lebung Temedak, Lebak Lebung Temedak Besak, Lebak Lebung Bulo, Lebak Lebung Ketapi, dan Lebak Lebung Teluk Semambu, yang terhubung dengan Sungai Kelekar.

“Tidak ada itu mencari ikan di rawa gambut dengan cara membakar. Di desa kami tidak mengenalnya,” kata Eddy Saputra, warga Desa Talangnangka, Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten OKI.

“Ya ada itu sonor, membakar lahan untuk berkebun atau menabur benih padi,” jelas Eddy.

Di Desa Talangnangka terdapat rawa gambut seluas 1.050 hektare, yang disebut Rawang Teluk, Rawang Gedeh, Rawang Bangsal, Rawang Pulau Kubu, Rawang Pang Jauh, dan Rawang Pulau Sepanggil. Rawang ini terhubung dengan beberapa anak Sungai Air Padang. Setiap musim kemarau panjang, seperti tahun 2023 ini, selalu terbakar.

Tuduhan terhadap para pencari ikan yang menyebabkan rawa gambut terbakar luas, juga ditujukan kepada masyarakat pencari ikan di rawa gambut di daerah lain di Indonesia, seperti kepada para pencari ikan di Sungai Sebangau, Taman Nasioanl Sebangau, Kalimantan Tengah.

“Kalau kami yang lakukan [membakar lahan], jelas kami rugi. Itu kerjaan para pencari ikan dari luar [pendatang]. Selain membakar, mereka juga menyetrum, jadi banyak anak ikan mati. Bahkan ada yang memburu anakan ikan toman untuk dijual ke pasar sebagai bibit,” jelas Isam, nelayan di Sungai Sebangau.

Baca: Teratai yang Mulai Hilang di Lahan Basah Sriwijaya

 

Seorang warga di Desa Muara Penimbung, Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel, mencari ikan menggunakan serkap di rawa yang mengering. Foto: Mahesa Putra/Mongabay Indonesia

 

Bukan tradisi

“Aku pernah dengar ada kelompok orang mencari ikan dengan cara membakar lahan. Itu kabarnya dilakukan kelompok yang dikoordinasi pengemin, yang lokasinya di pedalaman. Tapi kalau di Desa Bangsal tidak pernah dilakukan,” kata Husin.

Pengemin adalah pemenang lelang lebak lebung yang diselenggarakan pemerintah. Pengemin berhak menangkap dan menjual ikan dari lebak lebung yang dilelang.

“Jadi itu bukan tradisi yang diwariskan para leluhur kami. Itu hal baru, yang dilakukan kelompok orang untuk mendapatkan ikan sebanyaknya dengan cara mudah,” kata Husin.

Irkhamiawan, peneliti ikan dari Universitas Muhammadiyah Palembang, membenarkan hal tersebut. “Setahu saya tidak ada catatan sejarah atau pengetahuan di masyarakat lahan basah mengenai tradisi mencari ikan dengan cara membakar semak-semak di sekitar sungai atau lebung. Bisa jadi itu perilaku baru, yang dikembangkan para pencari ikan ketika populasi ikan menurun.”

“Mereka yang mencari ikan, seperti para pengemin, tentunya tidak mau rugi. Mereka harus mendapatkan ikan sebanyaknya agar untung, dengan cara apa pun di lebak lebung yang dimenangkannya [lelang],” jelas Irkhamiawan.

“Jadi guna mengantisipasi kebakaran lahan dan hutan, perilaku pengemin yang harus diawasi atau dikontrol saat mencari ikan.”

Yusuf Bahtimi, peneliti lahan basah mengatakan, “Tuduhan perilaku membakar lahan saat mencari ikan itu sangat tidak fair. Sebab, kebakaran itu terjadi bukan saja faktor api, juga lahan yang mengering. Seharusnya yang menjadi fokus dalam menangani kebakaran lahan dan hutan di rawa gambut, yakni menjaga lahan tetap basah pada saat musim kemarau. Kalau lahan kering, puntung rokok saja dapat membakarnya.”

Yusuf berharap jangan sampai kebakaran lahan dan hutan di rawa gambut, membuat masyarakat yang hidup di sekitarnya kian tersingkirkan.

“Setelah mereka kehilangan hutan dan rawa, sulit bertani dan berkebun, akhirnya dilarang pula mencari ikan, guna mencegah kebakaran,” kata Yusuf yang pernah melakukan penelitian lahan basah di Kabupaten OKI.

Baca juga: Tahun 2023, Sumatera Selatan Waspada Kebakaran Rawa Gambut

 

Rawa gambut yang ditumbuhi gelam ini saat tergenang air merupakan habitat ikan air tawar. Kebakaran membuat populasi ikannya berkurang. Foto: Humaidy Kenedy/Mongabay Indonesia

 

Berdampak buruk

“Setiap kali lebak Arang Setambun terbakar, saat lebak digenangi air, ikan-ikannya pasti berkurang. Butuh beberapa bulan atau setahun, baru ikan-ikan terlihat kembali di lebak ini. Itu pun jumlahnya tidak banyak lagi,” kata Candra [42], warga Desa Menang Raya, Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Sumatera Selatan.

Lebak Arang Setambun merupakan lebak tersisa di Sepucuk, Kecamatan Pedamaran Timur. Sepucuk adalah kawasan rawa gambut seluas 150 ribu hektare yang sekitar 120 ribu hektare dijadikan perkebunan sawit oleh sejumlah perusahaan dan perorangan. Dulunya, Sepucuk adalah kawasan hutan rimba, yang habis pohonnya oleh aktivitas sejumlah perusahaan HPH [Hak Pengusahaan Hutan], yang beroperasi pada 1970-an hingga 1990-an.

Rawa gambut yang terbakar, baik disengaja atau tidak, sangat merugikan, sebab memengaruhi populasi ikan air tawar.

“Ekosistem rawa gambut atau rawa lebak, merupakan habitat ikan air tawar yang hidup di rawa untuk memijah, mengasuh, mencari makan, serta tempat perlindungan bagi ikan dari predator. Serasah, akar-akar pohon, dan gambut, merupakan media bagi ikan untuk menempelkan telurnya, tempat persembunyian dan perlindungan dari predator, serta sumber bahan organik penting untuk penyediaan makanan,” jelas Irkhamiawan.

“Jadi kebakaran yang tejadi di rawa gambut, telah mengubah karakterisik lanskap rawa gambut, yang menghilangkan fungsi penting ekosistem rawa gambut bagi puluhan jenis ikan air tawar,” ujarnya.

 

Exit mobile version