Mongabay.co.id

Bekarang, Kegiatan Mencari Ikan yang Rentan Merusak Karang

 

 

Sore itu, sejumlah warga membawa berbagai alat untuk mencari ikan di pantai Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT. Ada yang membawa besi panjang berujung runcing untuk menangkap gurita dan ada juga yang membawa bubu berbentuk kerucut.

Mereka membongkar bebatuan untuk menemukan ikan yang terperangkap di genangan air.

Kegiatan dari pagi hingga sore saat air laut surut ini dinamakan bekarang, sementara saat malam disebut menyulo. Perbedaannya adalah menyulo dilakukan di dalam air laut hingga sebatas pinggang sementara bekarang hanya di pesisir.

Pendiri dan anggota Pokmaswas Sandominggo, Kelurahan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Monika Bataona melihat aktivitas bekarang mengancam pertumbuhan karang.

Tidak jarang, dia menegur warga untuk tidak melakukan kegiatan ini di daerah perlindungan laut [DPL] di wilayah tersebut, sejauh 350 meter.

“Saat air laut surutnya jauh, semakin banyak warga melakukannya. Setiap bulan, terjadi dua kali air laut surutnya jauh,” ucapnya, belum lama ini.

Monika menjelaskan bahwa bekarang sudah menjadi budaya, hobi, dan kegiatan turun-temurun, sehingga anak-anak disertakan. Menyulo pun, kadang warga menginjak karang.

“Pokmaswas Sandominggo bersama pihak Kelurahan Larantuka gencar melakukan sosialisasi, menyadarkan masyarakat tentang manfaat karang, sehingga tidak dirusak.”

Baca: Jaga Perairan, Larantuka Terapkan Daerah Perlindungan Laut

 

Kegiatan bekarang di pesisir pantai Kelurahan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT, yang berpotensi merusak terumbu karang. Foto: Dok. Pokmaswas Larantuka

 

Leonardus Riberu, warga Kelurahan Larantuka mengatakan, tidak jarang karang dihancurkan agar ikan hias yang bersembunyi bisa diambil.

“Karang di sini sangat bagus, tapi saat air surut menjadi rusak akibat kegiatan bekarang. Saya sepakat ada larangan, agar karang tumbuh kembali,” ucapnya.

Baca: Tanam Bakau dan Terumbu karang, Cara Sekolah di Flotim Menuju Puncak Hijau

 

Terlihat kegiatan bekarang dilakukan yang dikhawatirkan merusak terumbu karang. Foto: Dok. Pokmaswas Larantuka

 

Penggunaan racun ikan

Anggota Pokmaswas Sandominggo Rofinus Monteiro mengatakan, kerusakan karang akibat bekarang mencapai 65 persen.

Saat ini, ada yang bekarang menggunakan potas atau racun ikan. Mereka menyemprotkan racun ikan di lubang gurita untuk memudahkan menagkapnya.

“Ketika air pasang, racunnya menyebar yang menyebabkan banyak karang mati. Terutama ukuran besar.”

Baca: Cegah Pemboman Karang, Keterlibatan Masyarakat Perlu Didorong untuk Awasi Laut

 

Terumbu karang yang banyak tumbuh di bebatuan di pesisir pantai Kelurahan Larantuka, Flores Timur, NTT. Foto: Dok. Pokmaswas Larantuka

 

Lurah Larantuka Petrus Ingnasius Dias mengakui, pihaknya telah mengeluarkan larangan untuk aktivitas bekarang, khususnya di areal DPL.

“Sebelum aturan dijalankan, sosialisasi dilakukan hingga tingkat RT.”

Menurut Ignasius, bekarang bukan saja dilakukan warganya tapi juga masyarakat luar.

“Semoga larangan seperti ini bisa diterapkan di pesisir lain, yang karangnya masih bagus,” paparnya.

 

Kondisi terumbu karang di perairan Kelurahan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto: Dok. Pokmaswas Larantuka/Komunitas Berguna

 

Exit mobile version