Mongabay.co.id

Mencari Keseimbangan Antara Kebutuhan Transportasi Listrik dan Pasokan Logam Baterai

 

Sebuah studi baru yang terbit di jurnal Nature Communications, menyebut peralihan yang masif dari kendaraan berbasis energi fosil ke kendaraan listrik (electric vehicle, EV), -yang digadang-gadang akan mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi secara signifikan, harus memperhatikan sumber pasokan yaitu meningkatnya permintaan logam baterai penting seperti litium, nikel, dan kobalt.

Para peneliti dari Cornell University dan Paul Scherrer Institute membuat dua model skenario berbeda, yaitu saat negara-negara besar dunia menghentikan penggunaan kendaraan BBM dan sepenuhnya beralih ke kendaraan listrik pada tahun 2050.

“Saat kita coba melakukan dekarbonisasi sektor transportasi. Pertanyaannya, apakah kita memiliki material logam untuk memproduksi kendaraan listrik untuk memenuhi permintaan pasar di masa depan?” jelas Fengqi You, salah satu penulis artikel kepada Mongabay.

Analisis ini menunjukkan adanya keraguan antara pengurangan emisi dan kemampuan pasokan logam baterai kendaraan listrik. Dengan adopsi kendaraan listrik sebesar 40 persen pada tahun 2050, permintaan lithium bakal melonjak sebesar 2,909 persen dari angka di tahun 2020.

Dalam skenario 100 persen kendaraan listrik, kebutuhan litium tumbuh lebih dari 7.500 persen pada tahun 2050. Kebutuhan nikel, kobalt, dan mangan pun meningkat lebih dari 2.000 persen.

 

Penambangan logam itu bakal menimbulkan dampak lingkungan besar, yang biasanya terhubung dengan deforestasi dan pengunaan air yang banyak.

Buangan tailing penambangan yang tidak memeuhi standar lingkungan yang baik akan mencemari saluran air dan perairan dengan bahan kimia beracun seperti sianida, merkuri, dan arsenik. Adapun penambangan logam utama baterai dunia terkonsentrasi di negara-negara seperti Chili, Republik Demokratik Kongo, Afrika Selatan, dan Indonesia.

Studi ini menunjukkan transisi cepat ke kendaraan listrik, dan ditambah dengan penggunaan listrik ramah lingkungan seperti tenaga surya, akan dapat mengurangi emisi transportasi secara signifikan.

Dengan 100 persen kendaraan listrik dan sistem pasokan pembangkit energi hijau maka akan membatasi pemanasan global hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri, emisi pun bisa turun mendekati nol pada tahun 2050.

Namun jika hanya 40 persen kendaraan berbahan bakar listrik dan pemanasan mencapai 3,5°C, maka emisi akan terus meningkat.

“Jurnal penelitian ini secara efektif menyoroti tantangan dan kompleksitas yang muncul dalam mencapai sistem transportasi berkelanjutan,” jelas Jerry Yan, profesor energi dan pembangunan dari Hong Kong Polytechnic University. Dia tidak terlibat dalam penelitian ini.

 

Mobil listrik di stasiun pengisian daya. Meskipun kendaraan listrik tidak menghasilkan emisi melalui knalpotnya, keseluruhan jejak karbonnya sangat bervariasi.  Foto: Michael Fusert melalui Unsplash /Publik Domain.

Baca juga: Kendaraan Listrik di Indonesia: Masa Depan dan Dampak Lingkungan

 

Emisi dari kendaraan listrik sendiri memerlukan evaluasi cermat. Meski kendaraan listrik tidak menghasilkan emisi langsung dari knalpot pembuangan, keseluruhan jejak karbonnya akan sangat bervariasi, tergantung pada sumber pembangkit daya listriknya.

Jika jaringan listrik masih bergantung pada bahan bakar fosil, seperti PLTU batubara, minyak, dan gas alam, total emisi dari kendaraan listrik akan jauh lebih tinggi. Berbeda jika sumber pembangkit listrik berasal dari energi terbarukan seperti energi angin atau surya.

Jadi, ketika negara-negara beralih ke mobil dan truk listrik, pasokan listrik terdekarbonisasi akan menjadi hal sangat penting dalam mewujudkan potensi pengurangan emisi sepenuhnya.

Para penulis jurnal penelitian ini menyarankan pentingnya bangunan ekonomi sirkular melalui rantai pasok tertutup yang memungkinkan penggunaan logam berulang kali. Daur ulang penggunaan baterai akan menjadi sangat penting.

Berdasarkan proyeksi studi, daur ulang baterai dapat memasok hingga 35 persen litium, nikel, dan kobalt yang dibutuhkan untuk kendaraan listrik pada tahun 2050. Namun di saat itu, penambangan baru masih tetap diperlukan, yang bagaimanapun tetap menambah permasalahan lingkungan.

Antara tahun 2030 dan 2035, kita mungkin akan mengalami masa dimana produksi tambang logam tidak akan mampu memenuhi permintaan global. Dengan kata lain akan ada “titik kritis dimana kita perlu benar-benar memikirkan sumber pasokan tambahan, daur ulang, dan ekonomi sirkular.”

 

Ilustrasi kendaraan listrik yang akan menjadi kendaraan masa depan. Sumber: Pixabay/mohamed_hassan/Public Domain

 

Para peneliti menyarankan pentingnya kehati-hatian dalam penggunaan listrik untuk kendaraan ‘tugas berat’ seperti truk dan kendaraan besar lain yang lebih ‘haus logam’. Logam baterai untuk kendaraan listrik kelas berat dapat mencapai 62 persen dari permintaan logam penting dalam beberapa dekade mendatang, meski hanya mencakup 4-11 persen total permintaan kendaraan.

Menurut tim peneliti, kebijakan dan inovasi cerdas akan menjadi kunci menyeimbangkan tujuan lingkungan dan kendala material.

Desain-desain katoda, anoda, dan sel bahan bakar baru dapat mengurangi kebutuhan logam primer. Saat membuat target pengurangan emisi, faktor-faktor seperti adopsi kendaraan listrik, waktu puncak emisi, dan anggaran karbon yang akurat harus diperhitungkan.

Para pembuat kebijakan perlu hati-hati menyeimbangkan berbagai tujuan seputar dekarbonisasi, polusi udara, dampak keanekaragaman hayati, dan efisiensi sumber daya saat memetakan transisi ke kendaraan listrik. Solusi untuk transportasi berkelanjutan dengan demikian memerlukan teknologi, insentif, dan kerja sama secara global, demikian kesimpulan para peneliti.

Artikel asli: Study: Tricky balancing act between EV scale-up and mining battery metals.  Diterjemahkan oleh Akita Verselita.

 

Referensi:

Zhang, C., Zhao, X., Sacchi, R., & You, F. (2023). Trade-off between critical metal requirement and transportation decarbonization in automotive electrification. Nature Communications14(1), 1616. doi:10.1038/s41467-023-37373-4

 

Exit mobile version