Mongabay.co.id

Nasib Petani Taman Jaya Kala Tambang Nikel Datang

 

 

 

 

 

 

Hujan mengguyur Dusun Taman Jaya, Desa Piru, Kecamatan Huamual Belakang, Seram Bagian Barat, Maluku, menyebabkan kebun warga terendam air beserta lumpur berwarna oranye kecoklatan, Maret lalu. Kalau musim penghujan, kebun warga kerap terendam lumpur.

Ibrahim,  warga Dusun Mesika Jaya, Desa Piru,  bergegas menengok kebunnya di Dusun Taman Jaya. Kebun warga  berdekatan dengan sungai,  Way Taman Jaya.

“Coba air sudah bacampor jadi coklat hitam, itu semua material air bacampor lumpur yang masuk ke perkebunan warga,” kata Ibrahim menunjuk air sungai berwarna oranye kecoklatan bercampur lumpur. Dusun ini berdekatan dengan perusahaan tambang nikel, PT Manusela Prima Mining.

Air sungai berlumpur ini, kata Ibrahim, masuk ke perkebunan warga dan membuat kali kecil kalau hujan deras.  Saya pun menyaksikan sendiri, air lumpur hitam kecoklatan ini, masuk perkebunan warga, sebelum akhirnya menyatu dengan sungai.

Air ini biasa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari warga, seperti mencuci dan mandi. Perusahaan pun, sebelum air tercemar, kerap untuk kebutuhan di mes mereka.

“Dulu, itu perusahaan ambil air di sini untuk kebutuhan mereka, untuk mandi, cuci, bahkan minum. Karena air sudah kotor, banyak tanah masuk mereka sudah tidak ambil disini lagi,” katanya.

Sebelum sampai ke kebun Ibrahim, kami melewati perkebunan kelapa kerabatnya. Di situ, lumpur masuk menutupi akar dan batang pepohonan kelapa. Terlihat puluhan kelapa nyaris mati. Daun dari kelapa-kelapa ini sudah menguning bahkan kering.

Kondisi ini terjadi, katanya, sejak lumpur masuk ke perkebunan mereka.

“Kami sudah protes ke perusahaan tapi mereka mengelak, tidak mau bertanggung jawab.”

 

 

Kebun warga Dusun Taman Jaya, Desa Piru, Kecamatan Huamual Belakang, Seram Bagian Barat, Maluku, yang terkena limbah ore nikel. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

Kami meninggalkan perkebunan kelapa, menuju kebun pangan Ibrahim dengan susah payah karena sudah penuh lumpur setinggi lutut.

Kebun ini, Ibrahim menanam petatas (ubi talas), kasbi (ubi pohon), jagung, dan beragam bumbu dapur.

Ibrahim menggali beberapa petatas yang terendam lumpur. Dia perlihatkan beberapa petatas busuk.

Kejadian ini bukan kali pertama. Sebelumnya, lelaki paruh bayah ini juga ditimpa bencana sama. Dia merugi puluhan juta karena tanaman pertanian seperti jeruk cui dan kasbi mati terendam banjir dan lumpur.

“Ini sudah umur tiga bulan, waktunya panen, kondisi alam seperti begini, jadi banjir dari balik Gunung Kobar itu biking beta punya tanaman gagal panen,” katanya.

Biaya pun bertambah karena terpaksa mempekerjakan orang untuk membersihkan kebun maupun bikin bedeng di lahan seluas hampir dua hektar itu.

“Beta suruh orang cangkul tiga orang itu sekitar Rp5 jutaan, waktu mau panen setelah tiga bulan ini gagal karena pengaruh limbah lumpur dari Kobar,”katanya.

Tanaman semusim lainnya seperti jagung pun gagal panen.

Penyebabnya,  curah hujan tinggi, dan tanggul perusahaan jebol atau limbah ore nikel meluber dari tanggul. Kebun warga terus menerus air terendam banjir lumpur.

Menurut Ibrahim, sejak perusahaan beraktivitas di sekitar Gunung Kobar, tanaman tak pernah selamat. Dia selalu gagal panen. Tanaman itu, katanya, selain untuk jual, juga komsumsi sehari-hari.

“Sejak dong (mereka) bekerja di Gunung Kobar ini baru katong punya tanaman gagal terus, sebelumnya hasil panen bagus,” katanya.

Meski beberapa kali petani Dusun Taman Jaya melaporkan persoalan ini kepada perusahaan, namun  ada respon.

 

Ibrahim (47), petani Dusun Masika Jaya, punya kebun di Dusun Taman Jaya, Desa Piru, saat melihat kebunnya terendam lumpur, Maret 2023. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

Dia meminta perusahaan menghentikan aktivitas di Gunung Kobar karena berdampak bagi tanaman-tanaman pertanian warga. Dia juga minta perusahaan bertanggung jawab atas kerugian gagal panen petani.

“Kita cuma hidup dengan tanam-tanam bagini (berkebun) ini saja sewa untuk mencangkul, lalu kalau gagal panen kita mau makan apa?” kata Ibrahim.

Bahrum, Syamsudin, dan Aji Wali juga sama. Tanaman di kebun mereka mati karena terendam banjir lumpur.

Kebun mereka, saat ini tidak bisa ditanami lagi sejak Agustus 2022.  Mereka tak ingin gagal panen berulang.  Kalau musim hujan, kondisi makin para, h tanaman mereka mati tertimbun tanah lumpur.

Banjir sulit diprediksi membuat petani kelapa kerap merugi. Kelapa-kelapa ini merupakan bantuan pemerintah melalui Kementerian Pertanian pada 1996.

Katong minta solusi dari pihak perusahaan agar air lumpur itu tidak masuk menerobos kebun-kebung katong (kita) ini,” kata Bahrum, petani yang merugi karena tanaman terendam.

Bahrum tanam kasbi dan patatas dan kelapa. Kasbi dan patatas tak tanam lagi, hanya menanti hasil dari kelapa.

Bahrum menceritakan, kondisi berbeda sebelum perusahaan menggali tanah di sekitar perkebunan mereka.

“Kalau sebelum perusahaan masuk seng (tidak) begini, hanya air saja tapi seng sama saat ini lumpur tanah, jadi seng bisa batanam karena parah.”

Tak hanya tanaman, Bahrum juga kesulitan saat beraktivitas di sekitar kebun karena lumpur itu.

“Bagaimana tanaman mau hidup, seperti kasbi, patatas, lemon. Kelapa saja daun sudah mulai kuning dan hampir mati sudah,” katanya.

Perusahaan tidak peduli walau sudah pemantauan ke perkebunan.

Katong seng tahu dong punya solusi bagaimana.”

 

Tambang nikel di lereng Gunung Kobar, Pulau Seram. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

Hasil kelapa pun turun, per tiga bulan biasa 3.000-4.000 buah, kini tinggal sedikit bahkan dia tunda panen.

“Satu tahun itu ada empat kali panen per tiga bulan, saat ini tidak panen karena buah sangat kurang, menurun sangat jauh,” katanya.

Dia meminta, perusahaan bertanggung jawab mengganti tanaman-tanaman mereka yang mati karena ada aktivitas penggalian tanah di Gunung Kobar.

Syamsudin,  petani lainnya juga kesal karena taka da kejelasan penanganan dari perusahaan maupun pemerintah.

“Kalau di sini saya punya tanaman kelapa hibrida, bantuan dari pemerintah pada 1994, saat ini anggap saja seng ada. Rata-rata kelapa kuning (daun) semua.”

Dia khawatir, kalau kondisi ini terus berlangsung tanaman mereka akan mati semua.

Saimu, petani Dusun Taman Jaya menceritakan nasib sama. Saat musim penghujan, kebun terdampak lumpur.  Padahal, kebun itu tumpuan keluarga mereka. Daun kelapa kuning dan mengering hingga kurang hasilkan buah.

Kondisi ini, kata kakek 75 tahun ini pernah dilaporkan ke perusahaan melalui pemerintah dusun, namun laporan warga seakan diabaikan.

Mongabay berupaya mengkonfirmasi kepada Manusela Prima Mining, dengan mendatangi perusahaan di Dusun Taman Jaya,  Maret lalu.  Kami berusaha konfirmasi melalui surat resmi. Surat langsung diterima oleh staf perusahaan tetapi hingga berita ini turun, tak ada balasan.

 

Kebun kelapa dengan air oranye bercampur lumpur di Dusun Taman Jaya, Pulau Seram. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan dokumen Minerba One Data Indonesia (Modi), MPM merupakan perusahaan patungan sejumlah investor dalam dan luar negeri, yang eksplorasi untuk mengetahui cadangan nikel di Kabupaten Seram Bagian Barat, sejak 2007.

Dari izin usaha pertambangan (IUP) saat itu terbit oleh Bupati Seram Bagian Barat (SBB) Jakobus Putitilehat pada 2009, dengan luas 4.389 hektar. Wilayah tambang meliputi Gunung Kobar, Dusun Taman Jaya, dan Gunung Tinggi di Dusun Talaga, Desa Piru, Kecamatan Seram Barat.

Herry Lisapally,  Komisaris MPM dikutip dari berita Antaramaluku.com, menyebutkan, perusahaan akan membangun pabrik pengolahan nikel (smelter) berkapasitas 200.000 ton per tahun di SBB.

“Smelter akan dibangun tahun ini dan pekerjaan konstruksi diperkirakan selesai dalam dua tahun,” kata Herry pada Januari 2014. Hingga kini, perusahaan belum punya pabrik smelter.

Kini, MPM malah ajukan gugatan kepada satu investor patungan yakni PT Bina Sewangi Raya (BSR). Dalam dokumen Modi, MPM—induk BSR—punya saham 30% dengan komisaris Ayu Ditha Greslya Puttileihalat, anak Bupati Seram Bagian Barat periode 2006–2011 dan 2011-2016. Sedangkan investor luar BSR punya saham 70%.

Berdasarkan penelusuran Mongabay,  BSR merupakan nama lain dari PT Batu Licin Enam Sembilan (BLES), grup induk yang membawahi 30 anak perusahaan, salah satunya PT Maming Enam Sembilan Mineral Tbk, milik mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Mardani H Maming, atau dikenal dengan Haji Maming.  Maming juga merupakan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Pengusaha Muda Indonesia (BPP-HIPMI).

Maming saat ini merupakan terpidana KPK dalam kasus suap izin usaha pertambangan dan operasi produksi PT Bangun Karya Permata Lestari (BKPL) dialihkan ke PT Prolindo Cipta Nusantara.

 

Tambang galian nikel di Gunung Kobar, masuk Dusun Taman Jaya, Pulau Seram. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

Dari laman situs PT Batulicin Enam Sembilan Group, perusahaan ini dipimpin dua bersaudara Mardani H Maming dan Rois Sunandar Maming, sekaligus pendiri. Perusahaan ini berawal dari usaha keluarga yang dirintis almarhum Haji Maming, ayah Mardani H Maming.

Syurbandi Sabirin,  Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (PTSP) Maluku mengaku tak tahu soal izin yang terbit itu. “Belum ada izinnya itu, belum ada,” katanya.

Dia bilang, izin tergantung kewenangan. “Punya izin itu kalau izin itu masih bentuknya mineral, berarti izin di Jakarta. Jakarta punya kewenangan. Saya juga tidak pernah tahu tentang nikel seperti apa, kalau mau tahu teknisnya di Dinas ESDM,” katanya.

Bahkan, izin yang pernah diterbitkan Bupati Seram Bagian Barat, Jakobus Puttilehalat, pada 2009, Sabirin takt ahu.

“Pokoknya saya di sini 2019. Saya tidak tahu, kecuali perusahaan perpanjang mungkin saya tahu. Saya tahu itu Bob (Jakobus Puttilehat) punya, dia jual lagi ke Maming, lalu bermasalah,” katanya.

Sejak kewenangan diambil oleh pemerintah pusat dengan UU Cipta Kerja, berbagai bentuk regulasi berubah, seperti kewenangan, prosedur, bahkan izin yang dulu izin keluar melalui tanda tangan basah, jadi pakai aplikasi OSS.

Sebelum perusahaan dibeli Maming, mantan Bupati Seram Bagian Barat ini sudah mengantongi izin pertambangan atas nama MPM. Otomatis,  dia yang seharusnya menyelesaikan persoalan yang menimpa warga.

“Jadi, tidak ada kaitan dengan Maming menurut saya. Haji Maming kan terima bersih itu izin. Izin itu sudah ada dari Jakarta lalu dia jual. Menurut saya sudah beres semua, logikanya begitu,” katanya dia berdalih.

“Kalau dia [bupati] memikirkan rakyatnya otomatis selesaikan dengan rakyatnya dulu.”

Senada dikatakan Roy Syauta,  Kepala Dinas Lingkungan Hidup. Dia bilang, soal tambang nikel di Dusun Taman Jaya, sesuai izin lingkungan yang terbit pada 2012, MPM, sudah dibeli PT Batu Licin.

Dulu, katanya, kewenangan tambang batuan mineral masih di provinsi, saat ini sudah kewenangan pusat. “Yang ada di provinsi hanya batuan dan pasir. Terkait kewenangan takeover atau adendum nama jadi kewenangan pemerintah pusat.”

 

Kondisi kebun warga di Dusun Taman Jaya, Pulau Seram, terkena limpahan limbah ore nikel saat musim penghujan. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

Berjuang

Saimu bersama anak dan kerabat mencoba mencari bantuan hukum di Ambon. Mereka berencana melaporkan perusahaan dengan berbagai pelanggaran termasuk pembuangan limbah hingga tanaman rusak dan mati.

Katong seng tau mau ke mana, akhirnya katong meminta bantuan hukum untuk mengatur katong punya nasib ini, jadi sementara ada berjalan dan belum ada kepastian ini. Para pengacara sudah datang lalu ke lokasi lihat tanaman yang mati, ambil sampel dan langsung ke perusahaan untuk masukan surat,” katanya

Katong lihat apakah ada ganti rugi dari perusahaan, apakah mereka juga akan mencari solusi untuk limbah-limbah tanah atau bagaimana. Karena kalau limbah itu terus menerus turun ke kebun,  tidak bisa tanam lagi di situ.”

Dia juga meminta pemerintah daerah memberikan perhatian terhadap nasib warga.

Irwan, Kepala Dusun Taman Jaya mengatakan,  masalah ini berulang kali dilaporkan ke pihak desa maupun perusahaan, namun tak ada respon. Bahkan, katanya,  beberapa kali Irwan mencoba mendatangi perusahaan untuk memediasi masalah ini, tak ada respon juga.

“Saya sudah lapor juga ke desa, waktu masih penjabat kepala desa, belum ada tanggapan, jadi saya harus bagaimana?”

Dusun Taman Jaya, satu dusun di bawah Desa Piru, merupakan Ibu Kota Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Sekitar 95% warga desa ini merupakan petani, sisanya, nelayan dan buruh bangunan.

“Penduduk di sini sekitar 393 keluarga, sebagian besar itu petani kebun,” katanya.

Untuk hasil perkebunan dan pertanian, mantan sekuriti MPM ini bilang, banyak dari perkebunan kelapa, cengkih, dan daun minyak kayu putih. Seiring waktu, hasil-hasil beragam tanaman ini mulai berkurang.

“Kami Dusun Taman Jaya paling dekat dengan perusahaan nikel ini, sampai saat ini masyarakat tidak pernah menikmati bantuan CSR dari perusahaan ini. Apa kami hanya dianggap sebagai penonton karena anak dusun?”

 

 

Kondisi kebun petani di Dusun Taman Jaya, Pulau Seram. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

Rafael Osok, Ahli Tanah dan Air Sungai, Universitas Pattimura, kepada Mongabay, setelah melihat sejumlah dokumentasi mengatakan, dari fisik daun mulai mengering bahkan mati, diduga kuat terjadi karena lumpur tanah dari material ore.

Kalau dilihat sedimennya, kandungan besi  tinggi hingga tanaman keracunan besi dan berisiko mati.

“Kalau dilihat dari foto dan video ini terlihat sangat jelas, karena material lumpur menutup akar serabut dari pohon-pohon kelapa. Fungsi dari akar serabut untuk memperkokoh tumbuhan. Akar serabut kelapa ini untuk menyerap zat hara di tanah. Air dan zat hara merupakan nutrisi yang membantu kelapa tumbuh dan berkembang. Juga dengan tumbuhan lain,” kata guru besar Unpatti ini.

Dari jenis dan struktur tanah, Osok menilai akan menghambat pertumbuhan bahkan memyebabkan tumbuhan di sekitar itu mati karena kandungan besi begitu tinggi.

Roy bilang, dengan kerusakan lingkungan dampak aktivitas pertambangan, secara prinsip akan evaluasi.

Sebelumny, a kata Roy, tim Dinas Lingkungan Hidup pernah turun untuk evaluasi, namun tak ada aktivitas hanya ada pihak keamanan hingga tak bisa memberikan penjelasan banyak.

“Terkait pengawasan sudah ada tim yang turun namun tidak ada aktivitas sama sekali, tim tidak bisa mendapatkan keterangan. Sementara didiskusikan dalam tahun ini harus ada tim turun ke sana untuk melihat persoalan tadi,” katanya.

 

Lokasi pengerukan ore nikel di Gunung Kobar, Dusun Taman Jaya . Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

********

 

Exit mobile version