Mongabay.co.id

Kala Organisasi Lingkungan Laporkan Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan di Konsesi Perusahaan

 

 

 

 

  

Kami butuh udara yang baik dan sehat.” “Cabut izin korporasi jahat.” “Pulihkan Indonesia.” “Akui dan lindungi wilayah kelola rakyat.” “Negara gagal lindungi hutan dan rakyat.” “Kebakaran hutan dan lahan, kejahatan lingkungan luar biasa.”

Begitu antara lain bunyi poster para aktivis Walhi saat aksi di halaman Manggala Wanabhakti, Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 20 Oktober lalu.  Pada hari itu, Walhi juga melaporkan 194 perusahaan dengan konsesi diduga kebakaran itu kepada KLHK. Dalam aksi itu, para aktivis dan poster tak terlihat jelas karena terhalang asap tebal sebagai sindiran atas bencana karhutla dan kabut asap yang menyebabkan polusi udara beberapa bulan belakangan ini di berbagai daerah di Indonesia.

Aksi teatrikal yang lain terlihat satu sosok mahluk dengan wajah merah menyeramkan, bertanduk dengan gigi menyeringai.  “Korporasi” begitu label sosok mengerikan ini.

Aksi Walhi ini sebagai protes kebakaran hutan dan lahan terjadi di berbagai daerah dengan banyak titik api di konsesi perusahaan.

Dalam rilis Walhi menyebut, sejak Januari-September 2023,  sebanyak 184.223 titik api di Indonesia dengan luasan terbakar 642.099,73 hektar.   Mayoritas titik api di dalam konsesi 194 perusahaan. Dari 194 perusahaan itu, sekitar 38 juga alami karhutla pada 2015 sampai 2020.

Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional mengatakan, tindakan presiden beserta menteri-menterinya hadapi karhutla seharusnya tak seperti pemadam kebakaran, yang bekerja saat ada api.

Kalau tak berani melakukan penegakan hukum dengan mengevaluasi seluruh perizinan, mencabut izin perusahaan jahat, memberikan sanksi pidana, menjalankan putusan pengadilan, dan masukkan daftar hitam perusahaan yang berulang karhutla, katanya, 10 tahun kedepan tetap akan berhadapan dengan masalah sama.

“Tidak berlebihan jika kita bilang pengurus negara ini melakukan kejahatan luar biasa bagi rakyatnya,” katanya.

 

Karhutla melanda lahan di wilayah Kecamatan Liang Anggang, Kota Banjarbaru. Foto: Riyad Dafhi Rizki/ Mongabay Indonesia.

 

Menurut Bayu Herinata, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Tengah, penegakan Hukum harus tegas dan maksimal kepada aktor paling berkontribusi dan bertanggung jawab atas karhutla saat ini.

“Aktor itu adalah korporasi  khususnya sawit dan hutan tanaman di dalam kawasan ekosistem penting seperti kesatuan hidrologis gambut.”

Dia bilang, penegakan hukum bisa jadi upaya penting dari pemerintah khusus aparat penegak hukum hingga mendorong hal pencegahan dan penanggulangan karhutla.

Bayu mengatakan, banyak temuan lapangan dengan indikasi kuat terjadi karhutla berulang di area izin konsesi. Untuk itu, katanya, penting evaluasi perizinan dan saksi administrasi maupun tindakan tegas berupa pencabutan izin.

Penegakan hukum tegas, katanya,  dapat jadi peringatan dan pengingat kepada korporasi agar serius melakukan upaya-upaya pengelolaan konsesi,  terutama pencegahan dan penanganan karhutla di dalam konsesi maupun sekitar.

Ginda Bahari dari Walhi Jambi mengatakan, karhutla merupakan bencana ekologis seluruh rakyat. Akar dari masalah ini, katanya, ketimpangan penguasaan sumber daya alam dengan lebih banyak dikuasai industri ekstraktif.

“Korporasi perusak lingkungan ini harus bertanggung jawab penuh atas bencana karhutla. Penindakan hukum tegas dan pemulihan ekologi langkah yang harus dilakukan pemerintah guna melindungi rakyat dan lingkungan hidup.”

Fandi, dari Walhi Riau menambahkan, upaya pemadaman sudah dilakukan dengan modifikasi cuaca tetapi karhutla masih terjadi di konsesi perusahaan.

Upaya atasi karhutla pun, katanya, belum maksimal karena terus terjadi di konsesi perusahaan yang tak dikelola baik dan minim sarana prasarana pencegahan. “Revisi izin perusahaan bermasalah,” katanya.

 

Sosok menyeramkan yang dalam aksi Walhi ini berlabel ‘korporasi’. Foto: Walhi

 

Karhutla Kalteng, koalisi Laporkan perusahaan

Sebelum itu, sikapi karhutla di konsesi perusahaan di Kalimantan Tengah, sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Menolak Asap (KoMa) di Palangkaraya, melaporkan empat perusahaan ke Polda Kalteng, 13 Oktober lalu.

KoMa terdiri dari tiga organisasi, yakni Walhi  Kalteng, Save Our Borneo, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangkraya.

Keempat perusahaan itu, dua perkebunan sawit, PT Globalindo Agung Lestari (GAL) berbasis di Kabupaten Kapuas dan PT Karya Luhur Sejati (KLS) di Pulang Pisau.

Dua lainnya,  korporasi hutan tanaman industri (HTI), PT Industrial Forest Plantation (IFP) di Kabupaten Kapuas, dan PT Rimbun Seruyan (RS) di Kabupaten Seruyan.

GAL,  merupakan anak perusahaan dari Genting Plantations yang berbasis di Malaysia. Holding company ini juga tercatat sebagai anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil. Dalam sidang kasus tindak pidana korupsi mantan Bupati Kapuas, Ben Brahim S Bahat, PT GAL disebut-sebut dalam persidangan.  Dia terkait dugaan aliran dana pada mantan bupati Kapuas dua periode itu.

Sedangkan KLS merupakan bagian dari salah satu grup besar sawit yang menguasai Kalimantan Tengah, Best Agro International. IFP diketahui terkai dengan Grup Nusantara Fiber, yang pernah temuan investigasi terduga terlibat deforestasi di hutan yang menjadi habitat orangutan. Hanya RS yang jejaknya gelap.

Bayu mengatakan,  laporan mereka untuk mendorong penegakan hukum lebih tegas atas karhutla di Kalteng. “Kita mengidentifikasi setidaknya ada empat perusahaan karhutla dalam areal izinnya. Ini tanggung jawab mereka untuk melakukan upaya pencegahan,” katanya dalam temu media Palangkaraya.

Dia bilang, lokasi kebakaran di empat perusahaan itu sebagian besar merupakan lahan gambut. Dalam database Mongabay, keempat perusahaan itu tergolong kelompok yang memperoleh izin di areal gambut.

 

Pelaporan sekaligus aksi di KLHK terkait karhutla yang terjadi di konsesi perusahaan. Foto: Walhi

 

Bagaimana lahan empat perusahaan itu teridentifikasi terbakar?

Muhammad Habibi, Direktur SOB mengatakan, proses pengambilan data yang jadi dasar temuan awal pelaporan empat perusahaan itu merupakan metode pertama adalah analisis spasial kebakaran. Di sini, mereka mengamati data konsentrasi titik panas dari satelit Modis Terra dan Aqua. Dari data itu, ka Habibi, mereka memeriksa data perubahan tutupan lahan citra satelit Sentinel 2.

Kenapa pakai Sentinel 2? Habibi bilang, karena Sentinel 2 lebih update merekam permukaan bumi setiap lima hari. Selain itu, resolusi spasial sebesar 10 kali 10 meter untuk satu pixel. Ini lebih baik dibanding citra Landsat 8 atau Landsat 9.

“Kalau Landsat, periodenya 16 hari sekali. Spasialnya, 30×30 meter per pixel. “Jadi,  untuk melihat perubahan tutupan lahan landsat itu sedikit lebih lambat,” katanya.

Data titik api, dan citra Santinel 2 tadi kemudian ditumpang susunkan dengan peta konsensi. Hasilnya, sepanjang Agustus-10 September 2023 diperoleh angka 3.650 hektar terbakar di empat korporasi itu.

“PT KLS ini pada 13 Agustus 2023, kebakaran tampak kecil. Kemudian ketika lihat pada 2 September, sudah luas. Sampai ribuan hektar,” kata Habibi memberi contoh.

Dia merinci, dalam rentang Agustus-10 September 2023, waktu  yang diputuskan KoMa mengumpulkan data awal sebagai bahan laporan ke polisi, diperoleh data dugaan terbakar di IFP seluas 441 hektar, GAL 32 hektar, KLS 1.122 hektar, dan RS 2.055 hektar.

Kebakaran di sana juga teridentifikasi pada 2019. Kala itu, IFP terbakar 267 hektar, GAL 84 hektar, KLS 2.052 hektar, dan RS 1.629 hektar.

“Jadi, sampai analisis ini dilakukan, itu memang di dalam konsesi. Belum tertanam yang terbakar (di KLS). Kalau kita lihat 2019, lokasi yang terjadi kebakaran itu ada yang sudah ditanami, sawit dan juga HTI, akasia atau eucalyptus,” kata Habibi.

Bila data di luar Agustus-10 September 2023 dimasukkan, area yang tercatat terbakar mungkin lebih luas. “Jauh lebih besar. Itu akan jadi bahan pengaduan kita ke Gakkum KLHK,” katanya.

Pada periode September-awal Oktober 2023, dampak karhutla sangat hebat di Kalteng. Dalam kurun waktu itu, Palangkaraya, Sampit dan Barito Selatan,  tercatat dalam angka Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) kategori sangat tidak sehat dan berbahaya.

“Karhutla mempengaruhi indeks udara di Kalteng. Pada

2 Oktober 2023, indeks kualitas udara (AQI) dengan particulate matter (PM) 2,5, Kabupaten Kotawaringin Timur tembus di angka 1.135, disusul Barito Selatan 334.”

 

Aksi sekaligus laporan karhutla yang terjadi pada 194 perusahaan oleh Walhi ke KLHK. Fioto: Walhi

 

 

Aryo Nugroho Waluyo, Direktur LBH Palangkaraya, membeberkan, secara aturan perusahaan mempunyai kewajiban mencegah karhutla. Menurut Aryo, mencegah kebakaran bukan hanya soal memadamkan, juga harus menyediakan sarana prasarana pencegahan dan sumber daya orang yang memperoleh bekal pendidikan dan pelatihan cukup untuk menangani kebakaran.

Selain itu, katanya, perusahaan harus memiliki anggaran jelas untuk pencegahan kebakaran. Bila unsur-unsur itu tak terpenuhi, katanya, perusahaan patut diduga lalai.

“Kenapa kita sebut kelalaian? Dalam laporan ini kita mulai di lokasi mereka yang belum ada hotspot. Belum ada titik panas. Sampai ke bulan atau ke waktu berikutnya, terjadilah kebakaran, fire spot. Menjadi pertanyaan kepada empat perusahaan ini. Kenapa kok sampai meluas?”

KoMa melaporkan empat perusahaan ini agar Polda Kalteng responsif menindak perusahaan dengan lokasi terbakar. Dia bilang, pada kebakaran 2015, ada tiga perusahaan diusut, namun dalam perjalanan kasus ditutup.

“Kita sampaikan ini merupakan petunjuk awal bagi kepolisian untuk menindaklanjuti. Tinggal memastikan proses di lapangan, bisa lanjut harapannya.”

Mengapa hanya empat perusahaan? Aryo jelaskan, ada tiga alasan. Pertama, ada kejadian terekam dalam citra satelit. Kedua, empat perusahaan ini paling sering terbakar, dan belum pernah ditindak hukum.

Ketiga, perusahaan ini anak usaha grup besar. Kalau ini ada tindakan, katanya, akan jadi efek jera bagi perusahaan-perusahaan lain di bawah grupnya.

“Yang jelas, ini perusahaan besar hingga seharusnya punya manajemen kuat.”

 

Koalisi organisasi masyarakat sipil di Kalteng, laporkan empat perusahaan diduga karhutla ke Polda Kalteng. Foto: Walhi Kalteng

********

Exit mobile version