Mongabay.co.id

Kota Bawah Tanah dan Masa Depan Kehidupan Manusia

Kota ramah lingkungan, akankah terwujud di Indonesia? Ilustrasi: Hidayaturohman/Mongabay Indonesia

 

 

Pembangunan dan pengembangan kota di bawah tanah diyakini sebagai cara yang luar biasa untuk menyelamatkan kehidupan manusia di Bumi.

Diproyeksikan menjelang tahun 2050, sekitar 75 persen penduduk dunia bakal menyesaki kawasan perkotaan. Di Indonesia, saat ini jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan ditaksir mencapai 45 persen dari total penduduk dan bakal meningkat mendekati 70 persen pada 2035.

Semakin sesaknya kawasan perkotaan tentu saja membawa berbagai risiko, mulai dari masalah lingkungan, ekonomi, kesehatan, sosial, hingga budaya. Membangun dan mengembangkan kota bawah tanah merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi problem makin sesaknya kawasan perkotaan di masa depan.

Baca: Mendinginkan Kota, Bagaimana Caranya?

 

Kota ramah lingkungan merupakan keinginan kita bersama untuk memilikinya. Ilustrasi: Hidayaturohman/Mongabay Indonesia

 

Keuntungan kota bawah tanah

Menurut kajian yang dilakukan Smart City Press, sebuah lembaga riset mandiri berbasis di Australia, ada sejumlah keuntungan jika kita membangun dan mengembangkan kota bawah tanah, dibanding dengan mengembangkan kota konvensional seperti sekarang.

Pertama, efisiensi energi. Suhu bawah tanah relatif stabil. Artinya, tanpa menggunakan sistem pemanas dan pendingin buatan, orang dapat merasa lebih hangat di musim hujan/dingin dan lebih sejuk di musim panas. Menurut Smart City Press, pengeluaran untuk tagihan energi di kota bawah tanah dapat berkurang hingga 80-95 persen jika dibandingkan kota konvensional.

Kedua, mengurangi biaya konstruksi. Material yang digali selama proses pembangunan dapat digunakan kembali untuk kepentingan konstruksi. Pembuatan/peletakan pondasi sama sekali tidak dibutuhkan sehingga benar-benar mengurangi biaya konstruksi maupun tenaga kerja.

Ketiga, aspek perlindungan dan keamanan. Kota bawah tanah relatif lebih aman dari bencana kebakaran, gempa bumi, angin topan, hujan maupun badai. Selain itu, lebih sedikit kebutuhan eksterior sehingga menghemat biaya perawatan.

Keempat, selaras dengan alam. Rumah-rumah yang dibangun di bawah tanah dapat dengan mudah menyatu dengan lanskap sekitarnya. Ini berbeda dengan rumah-rumah di atas tanah yang umumnya sulit untuk menyatu dengan lingkungan yang ada.

Kelima, keamanan ketika terjadi konflik. Selain dapat dibuat kedap udara dan suara, kota di bawah tanah juga lebih aman dari kejatuhan radioaktif, ledakan nuklir ataupun hal eksplosif lainnya andai terjadi konflik senjata.

Baca: Ini yang Terjadi, Jika Temperatur Bumi Meningkat Lebih dari 2 Derajat Celcius

 

Semakin padatnya penduduk perkotaan membuat lahan untuk permukiman semakin terbatas. Ilustrasi: Hidayaturohman/Mongabay Indonesia

 

Helsinki dan Singapura

Salah satu kota yang telah mengembangkan kawasan bawah tanah adalah Helsinki. Dengan sekitar 400 fasilitas bawah tanah yang telah berdiri dan 200 fasilitas lainnya menunggu dibangun, Subteranean Helsinki menjadi salah satu sistem kota bawah tanah terbesar dan terlengkap di dunia saat ini.

Sejak 2016, Ibu Kota Finlandia ini telah memiliki master plan kota bawah tanah yang spesifik satu-satunya di dunia. Secara detil ada rencana pembangunan terpadu di bawah tanah, meliputi kompleks pertokoan, ruang perkantoran, fasilitas rekreasi dan transportasi, kawasan parkir, sistem pasokan air dan energi, maupun pengelolaan limbah.

Singapura juga mulai mengambil langkah pengembangan kota bawah tanah. Satu per satu fasilitas di negara ini mulai dibangun, mulai kereta bawah tanah, pendingin, dan reklamasi air.

Sejauh ini, Singapura telah menginvestasikan sekitar $188 juta untuk penelitian dan pengembangan teknologi bawah tanah dan mereformasi undang-undang pertanahan. Otoritas Singapura juga juga telah menyusun master plan bawah tanah guna pengembangan masa depan.

Menurut pakar geoteknik dari University of New South Wales, Australia, Dr. Asal Bidarmaghz, di masa mendatang, banyak kota di seluruh dunia akan semakin berupaya memanfaatkan ruang bawah tanah dalam pengembangannya. Mengingat, lahan di atas permukaan tanah bukan saja sesak, tetapi juga semakin mahal.

Meski demikian, kata Bidarmaghz, bukan berarti bahwa kota bawah tanah secara keseluruhan, atau kota bawah tanah yang benar-benar lengkap, yang mencakup perumahan, jalan raya, sekolah, perkantoran, dan pertokoan dan fasilitas-fasilitas lainnya dapat benar-benar menjadi kenyataan dalam waktu singkat.

“Saya pikir tidak realistis saat ini untuk berpikir bahwa kita dapat memiliki kota di bawah tanah yang sama persis seperti kota di permukaan. Terutama, karena tantangan teknologi dan logistik dalam mempertahankan interaksi dan perjalanan yang sangat dibutuhkan antara lingkungan di atas dan di bawah tanah,” jelas Bidarmaghz, dikutip dari laman unsw.edu.au.

Baca juga: Pertanian Bawah Tanah, Solusi Pangan Masa Depan?

 

Ilustrasi pesatnya pembangunan kota yang tidak jarang mengorbankan kelestarian alam dan juga menimbulkan permasalahan lingkungan. Ilustrasi: Hidayaturohman/Mongabay Indonesia

 

Dia menjelaskan bahwa pada tahapan awal, pembangunan dan pengembangan kota bawah tanah lebih banyak difokuskan pada fasilitas perbelanjaan, bioskop, dan mungkin beberapa ruang perkantoran.

Bidarmaghz mengakui, mungkin saja terdapat faktor psikologis yang boleh jadi sebagai hambatan bagi pembangunan dan pengembangan kota bawah tanah saat ini. Khususnya, terkait kompleks perumahan yang luas.

“Sifat alamiah manusia adalah suka melihat matahari dan langit, serta merasakan udara segar. Memikirkan sebuah kota yang berada di bawah tanah juga mungkin masih cukup menakutkan bagi orang-orang sekarang ini,” jelasnya.

Bersama timnya, Bidarmaghz terus melakukan penelitian terkait pemanfaatan struktur bawah tanah dan sumber daya geo-energi berkelanjutan.

“Secara keseluruhan, kita hanya perlu meminimalkan perubahan yang kita buat dari sudut pandang lingkungan, tatakala melakukan pembangunan di bawah tanah dan memastikan hal itu berkelanjutan dalam jangka panjang,” simpulnya.

 

*Djoko Subinarto, penulis lepas, tinggal di Bandung, Jawa Barat. 

 

Referensi:

Gregorry Scruggs. 2018. Singapore Is Creating A Subterranean Master Plan.

Laura Studarus. 2023. From Churches to Art Museums to Swimming Holes, Helsinki Is Full of Wonderfully Designed, Thoughtful Subterranean Spaces. But why?

Neil Martin. 2022. The Only Way Is Down! Why Underground Urban Development Is on the Rise.

Samantha Besnahan. 2022. Why the Future of Our Cities Might Be Headed Underground.

Smart City Press. 2018. Building Subterranean Cities – Another Way To Save The World.

 

Exit mobile version