Mongabay.co.id

Mencermati Masa Depan Orangutan Sumatera

 

 

https://www.mongabay.co.id/wp-content/uploads/2023/11/Mencermati-Masa-Depan-Orangutan-Sumatera.mp3?_=1

[Audio] Mencermati Masa Depan Orangutan Sumatera

 

Orangutan sumatera [Pongo abelii] merupakan satu dari tiga spesies orangutan yang ada di Indonesia, selain orangutan tapanuli [Pongo tapanuliensis] dan orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus].

Para ahli memperkirakan, di masa lalu, orangutan sumatera tersebar hingga ke Sumatera Barat. Namun saat ini, habitat alaminya hanya ada di Aceh, Sumatera Utara, dan di kawasan hutan perbatasan Jambi dengan Riau.

Di Aceh dan Sumatera Utara, habitat orangutan sumatera berada di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL]. Termasuk juga di Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL] dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang berada di Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Kota Subulussalam.

Namun, pengrusakan KEL yang masih terjadi membuat kehidupan satwa dilindungi ini semakin terjepit.

“Pembukaan kawasan tetap ada, pelakunya sebagian besar bukan orang yang tinggal di pinggir hutan,” kata Syamsuddin, warga Aceh Timur, Kamis [2 November 2023].

Syamsuddin mengatakan, ketika hutan rusak, orangutan turun ke kebun penduduk dan memakan buah-buahan.

“Kalau ada konflik yang disalahkan kami. Padahal, kami tidak merusak hutan,” ujarnya.

Baca: SRAK Orangutan 2019-2029 Diluncurkan, Strategi Apa yang Diutamakan?

 

Seekor induk orangutan bersama anaknya terpantau di hutan Stasiun Penelitian Soraya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Provinsi Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pembukaan jalan, pembangunan permukiman baru, alih fungsi lahan serta kegiatan pertambangan merupakan kondisi yang terjadi di KEL saat ini.

“Ancaman terbesar orangutan sumatera adalah pengrusakan habitat. Kehidupan mereka terjepit karena habitatnya menyusut,” jelas Misdi S.Hut, M.Si, Dosen Kehutanan PSDKU Universitas Syiah Kuala, Kabupaten Gayo Lues, Aceh, Senin [6 November 2023].

Misdi merupakan warga Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara, yang lahir dan besar di pinggiran KEL dan TNGL.

“Saya melihat, karena pertumbuhan penduduk, kebutuhan lahan pertanian dan perkebunan serta permukiman semakin bertambah. Manusia mulai masuk ke kawasan hutan yang merupakan habitat orangutan. Konflik tidak bisa dihindari yang tidak jarang membuat orangutan terluka, bahkan terbunuh.”

Parahnya, pemburu memanfaatkan kondisi ini untuk mendapatkan anak orangutan yang tujuannya diperjualbelikan.

“Sebagian besar anak orangutan itu didapatkan pemburu di daerah konflik,” ungkap Misdi.

Baca: Perdagangan Orangutan Sumatera Terus Terjadi, Ini Buktinya

 

Melihat langsung induk orangutan bersama anaknya merupakan pemandangan luar biasa. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Data Geographic Information System [GIS] yang dirilis Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh [HAkA] dari 2017 sampai 2022 menunjukkan, luas tutupan hutan KEL yang hilang mencapai 34.900 hektar.

“Rinciannya, pada 2017 [7.066 hektar], 2018 [5.685 hektar], 2019 [5.395 hektar], 2020 [7.331 hektar], 2021 [4.747 hektar], dan 2022 [4.676 hektar],” ujar Lukmanul Hakim, Manager GIS Yayasan HAkA.

HAkA juga mencatat, tutupan hutan yang hilang di TNGL pada 2022 mencapai 179 hektar. Sementara di SM Rawa Singkil, mencapai 716 hektar.

Foto: Paula Pasto, Orangutan Sumatera “Penghuni” Stasiun Penelitian Soraya

 

Hutan merupakan habitatnya orangutan sumatera. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

SRAK Orangutan

Untuk menyatukan arah perlindungan Orangutan di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama para ahli orangutan dan Lembaga Swadaya Masyarakat telah menyusun Strategi dan Rencana Aksi Konservasi [SRAK] Orangutan Indonesia 2019-2029.

Dokumen yang disahkan dengan Keputusan Menteri LHK Nomor: SK.308/MENLHK/KSDAE/KSA.2/4/2019 ini diharapkan menjadi pegangan bagi semua pihak untuk melakukan upaya konservasi orangutan di Indonesia. Dokumen tersebut,  memaparkan kondisi orangutan, berdasarkan hasil Population Habitat Viability Assessment [PHVA] Orangutan Tahun 2016.

Baca: Orangutan Sumatera Tidak Baik-baik Saja di Habitatnya

 

Perambahan yang terjadi di hutan Kawasan Ekosistem Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dalam SRAK, mengutip penelitian Sri Suci Utami Atmoko dan kawan-kawan, dijelaskan bahwa pengembangan sumber daya hutan, untuk pembangunan ekonomi Indonesia, telah mengancam keberadaan hutan, orangutan, dan habitatnya.

Ancaman lainnya adalah meningkatnya populasi penduduk, kebakaran hutan, penegakan hukum bidang hidupan liar yang masih lemah, perburuan/perdagangan ilegal, dan kebijakan terkait alih fungsi hutan yang dapat mengancam keberadaan orangutan.

Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa populasi orangutan sumatera diperkirakan berjumlah sekitar 13.710 individu di habitat seluas 20.532,76 km persegi.

“Populasi orangutan sumatera terbesar berada di Bentang Alam Leuser yang terbagi menjadi dua metapopulasi, yaitu Leuser Barat yang berjumlah 5.920 individu dan Leuser Timur sebanyak 5.780 individu,” jelas Sri Utami berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 2017.

Baca juga: Deforestasi Rawa Singkil Tertinggi di Aceh, Ancaman Serius Habitat Orangutan Sumatera

 

Hutan Kawasan Ekosistem Leuser adalah harapan dan masa depannya orangutan sumatera. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dalam SRAK juga disebutkan, kelestarian populasi orangutan sumatera di masa mendatang  sangat tergantung pada tingkat kehilangan habitat, fragmentasi, perburuan, dan berapa lama ancaman-ancaman tersebut terjadi.

“Hanya dua metapopulasi reintroduksi orangutan sumatera di Jantho dan TN Bukit Tiga Puluh yang diprediksi akan mampu lestari hingga 100-500 tahun mendatang, jika reintroduksi orangutan di metapopulasi ini tetap terlaksana hingga sepuluh tahun ke depan,” jelas laporan tersebut.

 

Exit mobile version