Mongabay.co.id

Gakkum KLHK Tangkap Pelaku Tambang Nikel Ilegal di Kolaka Sulawesi Tenggara

 

Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menangkap dan menetapkan sebagai tersangka 2 orang pelaku tambang nikel ilegal di Desa Oko-Oko, Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Tersangka pertama,  LM (28 th) yang beralamat di Dusun Salu Kasisi RT 001/ RW 001,  Kelurahan Malewong, Kecamatan Larompong Selatan, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel) selaku Direktur PT AG. Dan AA (26 th) yang beralamat di Dusun Salu Kasisi RT001/ RW 001,  Kelurahan Malewong, Larompong Selatan, Luwu, Sulsel, selaku Komisaris PT AG.

Kedua tersangka ditangkap dan ditahan oleh penyidik Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 2A Kendari. Barang bukti sebanyak 17 (tujuh belas) unit alat berat Excavator PC 200 telah disita dan dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Kendari.

Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar. Selain itu, penyidik KLHK juga siapkan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan perbaikan akibat tindak pidana serta pengenaan tindak pidana pencucian uang.

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun, menjelaskan bahwa penanganan kasus tambang ilegal ini bermula dari adanya laporan masyarakat tentang adanya kegiatan penambangan nikel ilegal yang diduga tidak memiliki izin.

“Mendapat informasi tersebut, kami membentuk Tim Operasi Penyelamatan SDA untuk menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut,” katanya, Senin (13/11/2023).

baca : Gakkum Sulawesi Tetapkan Pengusaha Tambang Nikel Ilegal di Konawe Utara sebagai Tersangka

 

Lokasi penambangan ilegal tanpa IUP dan Amdal di Desa Oko-Oko, Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Foto: Gakkum LHK Wilayah Sulawesi.

 

Di lokasi, tim menemukan adanya kegiatan penambangan dengan menggunakan alat berat Excavator. Selanjutnya tim melakukan pengamanan barang bukti, pengambilan keterangan terhadap operator excavator, pengawas lapangan dan Kepala Dusun II Lowani Desa Oko-Oko serta melakukan pemasangan plang segel “Penghentian Pelanggaran Tertentu” di lokasi penambangan ilegal seluas 23,84 Ha.

“Dengan dukungan Brimob Polda Sultra dapat dilakukan upaya penanganan dan pemindahan barang bukti 17 unit alat berat excavator dari lokasi penambangan untuk dititipkan di Rupbasan Kelas I Kendari,” jelas Aswin.

Hasil pemeriksaan oleh penyidik Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi terhadap MA (39 th) selaku pengawas lapangan/grid control diperoleh keterangan bahwa kegiatan penambangan sudah dilakukan sejak tahun 2022 dan penanggung jawab kegiatan penambangan tersebut adalah LM (28 th) Direktur PT AG sedangkan AA (26 th) Komisaris PT. AG diduga turut serta terlibat membantu kegiatan pertambangan tersebut.

“Kedua orang tersebut telah melakukan penambangan tanpa dilengkapi IUP dan Amdal.”

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, dalam konferensi pers di Kendari, Sulawesi Tenggara, mengatakan bahwa penindakan tegas harus dilakukan kepada kedua tersangka dan harus dihukum maksimal. Kedua tersangka mencari keuntungan finansial dengan mengorbankan lingkungan hidup serta merugikan negara.

“Apa yang dilakukan kedua tersangka ini merupakan kejahatan serius. Kami akan menindak kedua tersangka dengan pidana berlapis,” katanya.

Rasio Sani menyatakan telah memerintahkan penyidik agar kedua tersangka selain dijerat dengan pasal pidana pokok berupa pidana penjara dan denda sebagaimana Pasal 98 UU PPLH, juga dilakukan penyidikan kejahatan korporasinya serta pengenaan pidana tambahan.

“Sesuai dengan Pasal 119 UU PPLH bahwa terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa perampasan keuntungan dan perbaikan akibat tindak pidana, dalam hal ini pemulihan lingkungan,” jelasnya.

baca juga : Gakkum Sulawesi Hentikan Tambang Ilegal di dalam Kawasan Hutan di Mamuju Tengah

 

Penyidik mengamankan barang bukti berupa 17 unit alat berat excavator serta melakukan pemasangan plang segel “Penghentian Pelanggaran Tertentu” di lokasi penambangan ilegal seluas 23,84 Ha. Foto: Gakkum LHK Wilayah Sulawesi.

 

Di samping itu, lanjut Rasio, kepada kedua tersangka dan pihak lain yang terlibat harus dilakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang (TPPU), karena tindak pidana lingkungan hidup dan tindak pidana kehutanan merupakan tindak pidana asal dari TPPU sebagai pasal 2 ayat 1 huruf w dan huruf x UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU).

Ancaman pidana TPPU sebagaimana pasal 3 UU PPTPPU adalah pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Pengenaan pidana tambahan bagi korporasi berupa perampasan aset untuk negara dilakukan sebagaimana pasal 7 UU PPTPPU.

Dijelaskan Rasio bahwa penyidikan TPPU akan dilakukan mengingat saat ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) KLHK sebagai penyidik tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan telah mendapatkan kewenangan untuk melakukan penyidikan TPPU berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XIX/2021.

“Untuk percepatan dan penguatan penyidik TPPU dari tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan pada tanggal 11 Mei 2023 telah dibentuk Tim Gabungan KLHK dan PPATK untuk penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang pada tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan.”

Menurut Rasio, penegakan hukum pidana berlapis termasuk TPPU dilakukan di samping untuk meningkatkan efek jera terhadap penerima manfaat utama dari kejahatan ini. Upaya ini untuk memulihkan kerugian lingkungan dan kerugian negara.

“Dari kasus-kasus tambang ilegal yang telah ditindak selama ini, pengenaan pidana pokok berupa pidana penjara dan denda semata, tampaknya belum cukup memberikan efek jera. Pengenaan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan TPPU menjadi prioritas kami agar benar-benar dapat menimbulkan efek jera,” jelas Rasio.

baca juga : BBKSDA Sulsel dan Gakkum LHK Sulawesi Kembali Gagalkan Penyelundupan Satwa Liar

 

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, menegaskan bahwa penindakan tegas harus dilakukan kepada kedua tersangka dan harus dihukum maksimal. Foto: Gakkum LHK Wilayah Sulawesi.

 

Menurutnya, penindakan tegas dilakukan agar menjadi peringatan dan pembelajaran bagi pelaku kejahatan pertambangan baik nikel, batubara maupun timah.

“Kami meyakini bahwa penyidikan TPPU melalui Tim gabungan KLHK dengan PPATK serta dukungan kejaksaan dan kepolisian akan dapat memberikan efek jera dan menyasar kepada penerima manfaat utama dari kejahatan ini melalui aliran keuangan, follow the money follow the suspect.

Plt. Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK, Sustyo Iriyono, menegaskan akan terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap kemungkinan adanya pelaku lain yang terlibat termasuk korporasi.

“Kami sudah mendapatkan perintah dari Dirjen Gakkum KLHK untuk mendalami penerapan penyidikan TPPU dan penyidikan bersama dalam penanganan kasus tambang ilegal ini. Kami akan segera berkoordinasi dengan penyidik-penyidik lainnya sehingga para pelaku dapat dihukum seberat-beratnya agar ada efek jera,” kata Sustyo.

Sustyo mengapresiasi dukungan Brimob dan Ditreskrimsus Polda Sulawesi Tenggara, Kejati Sulawesi Tenggara, Rupbasan Kelas 1 Kendari dan masyarakat serta media dalam penindakan kasus tambang ilegal seperti ini.

Dijelaskan Sustyo bahwa Gakkum KLHK dalam beberapa tahun terakhir telah melakukan 2.016 Operasi Pengamanan Hutan, Pembalakan liar dan TSL serta membawa 1.449 kasus ke pengadilan (P-21). (***)

 

Exit mobile version