Mongabay.co.id

Puluhan Ton Ikan Dibuang Nelayan Pesisir Selatan. Apa penyebabnya?

 

Baru-baru ini, ribuan ikan terdampar dan berserakan di Pantai Amping Parak, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Pantai berpasir putih dengan 2,7 kilometer panjang garis pantainya ini dipenuhi puluhan ton Ikan Maco (Rucah), baik yang masih hidup maupun sudah mati.

Kejadian serupa juga terlihat di sejumlah pantai di Pesisir Selatan meluas hingga ke Muko-Muko, Provinsi Bengkulu. Peristiwa yang baru pertama kali terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan ini menjadi perhatian masyarakat. Beberapa warganet asal Kabupaten Pesisir Selatan mengunggah gambar peristiwa itu ke akun media sosialnya. Bahkan ada yang menyiarkan langsung di Facebook.

Haridman Kambang (45) warga setempat, mengatakan kejadian terdamparnya ribuan ikan Maco ini pertama kali diketahui pada Selasa petang (14/11/23).

“Saya tanya kepada yang tua-tua, kejadian ini baru pertama kali. Selama ini yang terdampar biasanya megafauna seperti hiu paus, lumba-lumba dan penyu,” katanya saat dihubungi Mongabay, Sabtu (18/11/23).

Haridman tidak mengetahui kenapa ikan rucah ini membanjiri pantai Pesisir Selatan. “Kabarnya kena pukat payang (pukat kantong untuk menangkap ikan permukaan) di tengah (laut). Kabarnya pukat tersebut penuh tidak terangkat dan dilepaskan oleh nelayan,” ujarnya.

baca :  “Ikan Sampah” yang Bertahan di Lahan Basah Sungai Musi

 

Haridman Kambang (45) warga Ampiang Parak, Kecamatan Sutera, Kabuapten Pesisir Selatan mengatakan kejadian terdamparnya ribuan ikan jenis Maco (rucah) ini pertama kali diketahui pada Selasa petang (14/11/23). Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Dia mengatakan melimpahnya hasil laut saat ini menyebabkan nilai jual ikan menjadi rendah. “Semua harga ikan jatuh mulai dari ikan bulek, ikan gabus, tongkol dan ikan teri. Ikan bulek biasanya dijual ke pengepul diatas Rp30 ribu/kg. Saat ini sekilonya cuma dihargai Rp3-5 ribu/kg. Begitu pun dengan ikan teri, biasanya sekeranjang dijual Rp1,2 juta, saat ini cuma dihargai seharga Rp300 ribuan,” ungkapnya.

Haridman yang juga pengelola ekowisata Amping Parak ini menyebut matinya ribuan ikan menyebabkan udara di pantai berbau tidak sedap sehingga ia tidak merekomendasikan wisatawan untuk bermain di pantai Amping Parak.

Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pesisir Selatan, Firdaus mengatakan terdamparnya ikan-ikan Maco di pantai bukanlah fenomena alam, melainkan sengaja dibuang nelayan karena hasil tangkapan ikan yang berlebihan (over capacity), sementara harga ikan di pasar sangat rendah.

“Saat ini hasil laut sangat melimpah sehingga semua jenis ikan tangkapan tidak memiliki nilai ekonomi tinggi. Ini jarang terjadi. Biasanya tangkapan ikan yang banyak di daerah utara, di daerah selatan tidak ada. Artinya permintaan pasar sudah terpenuhi, dan ikan tangkapan tidak tahu lagi dijual kemana, sehingga nelayan lebih memilih membuang ke laut. Tetapi kita tidak anjurkan itu (membuang ikan tangkapan),” sebut Firdaus saat dihubungi Mongabay, Jumat (17/11/23).

baca juga : “Ikan Sampah” yang Bertahan di Lahan Basah Sungai Musi

 

Puluham ton Ikan Maco (Rucah) terdampar dan berserakan di sepanjang pantai di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Foto: Istimewa

 

Apalagi tingkat konsumsi ikan peperek atau ikan maco, katanya, hanya satu persen, sehingga paling banyak dibuang nelayan. Selama ini ikan maco banyak diolah menjadi peyek atau untuk pakan ternak atau disebut ikan rucah (sampah). Sisi lain, ikan Maco itu tidak bisa dijemur untuk dijadikan  ikan kering karena sudah masuk musim penghujan.

Pembuangan ikan maco itu, lanjutnya, mengakibatkan pencemaran pada areanya cukup luas di sepanjang pantai Kabupaten Pesisir Selatan. Oleh karena itu, kata Firdaus, Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan mengeluarkan surat edaran yang melarang pembuangan hasil tangkapan ikan dan biota laut lainnya karena menyebabkan pencemaran.

Sedangkan Kepala Balai Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang, Fajar Kurniawan mengatakan tidak ada tanda keracunan pada ikan yang berserakan di sepanjang pantai Pesisir Selatan. “Pada ikan ini menunjukkan bahwa kematian mereka bukan disebabkan oleh polusi atau zat berbahaya lainnya di air,” ungkapnya secara tertulis kepada Mongabay.

Mahardika R. Himawan Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Mataram mengatakan kelimpahan ikan terjadi musiman pada waktu tertentu saja. Persoalannya bagaimana menyikapi pembuangan ikan ini dengan bijak.

“Kalau pengalaman kami, sebenarnya ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengolah ikan tersebut agar bisa dimanfaatkan dalam jangka panjang, karena jika disimpan juga ikan itu cepat busuk. Sedangkan kalau dijual harganya jatuh,” katanya saat dihubungi Mongabay, Sabtu (18/11/23).

baca juga : Tangkapan Ikan Melimpah, Dampak PAAP yang dirasakan Nelayan Pulau Buton

 

Ikan-ikan yang berserakan karena dibuang nelayan di sepanjang pantai Pesisir Selatan ini menyebabkan bau tak sedap. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Kedepan, lanjutnya, dinas terkait bisa mulai mengembangkan metode post market yaitu pengolahan hasil tangkapan ikan, bukan menjual bahan mentahnya. “Mungkin bisa dikembangkan program baru bagi masyarakat nelayan disana untuk mengolah hasil produk turunan dari ikan, seperti membuat olahan tepung ikan, abon, atau bakso ikan. Cara itu bisa meningkatkan nilai ekonomi ikan sehingga bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan,” ungkapnya.

Program pengolahan ikan ini, lanjutnya, bisa dilakukan oleh istri-istri nelayan, selain memilih dan menjual ikan tangkapan suaminya.

Sedangkan solusi untuk haraga ikan yang murah di tingkat lokal, kata Mahardika, bis dengan memperluas rantai perdagangannya, misalkan dari Sumatera Barat bisa dikirim ke provinsi yang berbatasan langsung seperti Jambi dan Riau. (***)

 

Exit mobile version