Mongabay.co.id

Potret Konflik Lahan Tambang Emas di Pahuwato [1]

 

 

 

Ribuan penambang emas mengatasnamakan Forum Ahli Waris Penambang Pohuwato menggeruduk Kantor Bupati Pohuwato, Gorontalo, 21 September lalu. Situasi memanas hingga terjadi pembakaran kantor bupati. Aksi massa buntut tak ada kejelasan ganti rugi lahan dari perusahaan tambang emas, PT Puncak Emas Tani Sejahtera (PETS). Anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) itu sudah menguasai lahan-lahan yang sejak dulu dikelola warga penambang.

“Kita bahkan sudah melakukan pertemuan dengan pemerintah, DPRD, perusahaan, tapi tidak juga menemukan solusi,” kata Uten, penambang lokal yang dihubungi Mongabay, belum lama ini.

Uten bilang, warga kecewa dengan sikap perusahaan yang memberikan tali asih tidak merata kepada masyarakat penambang.

“Masyarakat hanya akan diberikan Rp2,5 juta dan Rp3 juta. Jelas itu nominal yang sedikit dan masyarakat tidak setuju,” katanya.

Dia bilang, semua masalah ini berawal dari keluarnya izin usaha pertambangan seluas 100 hektar oleh pemerintah yang tumpang tindih dengan wilayah kelola pertambangan masyarakat. Atas dasar itu, masyarakat penambang melakukan negosiasi dengan PETS, melahirkan kesepakatan berupa tali asih.

“Ada yang mendapatkan tali asih itu paling sedikit Rp500 juta dan paling besar sekitar Rp2 miliar. Tapi ini hanya beberapa bulan saja, setelah itu mandek dan tidak berjalan lagi,” katanya.

Uten bilang, penyetopan pencairan itulah yang memicu masyarakat penambang protes dan menuntut proses segera diselesaikan. Buntu. Masyarakat makin kecewa. Perusahaan ternyata memberikan tali asih tidak merata, juga dengan nominal kecil.

“Bukan hanya ganti rugi atau tali asih, tapi yang dipertanyakan masyarakat dengan nilai Rp2,5 juta,  bisa membuka usaha apa dengan modal begitu kecil? Tidak sebanding yang didapatkan dari hasil pertambangan.”

Apalagi, katanya,  perusahaan ingin warga beralih tak lagi jadi penambang dan mencari pekerjaan lain. “Untuk penghidupan kami selanjutnya bagaimana?”

Dalam proses ganti rugi itu, Bupati Pohuwato Saipul Mbuinga,  sudah membuat satuan tugas (satgas) yang melakukan pendataan dan pendukumentasian lahan-lahan kaplingan masyarakat yang akan diganti rugi perusahaan sejak awal 2023.

Pada awal Agustus lalu, satgas sudah menyerahkan dokumen itu kepada Bupati Saipul Mbuinga, disaksikan langsung Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Pohuwato.

 

Kantor Pahuwato, usai demo masyarakat penambang. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Usai dokumen kaplingan itu diterima, Saipul berjanji mengantarkan langsung ke pimpinan tertinggi perusahaan di Jakarta. Sayangnya, sampai saat ini proses ganti rugi belum semua diberikan, terlebih uang tak sesuai harapan masyarakat. Kondisi ini memicu masyarakat penambang emas yang tergabung dalam Forum Ahli Waris Penambang Pohuwato aksi  smapai terjadi pembakaran Kantor Bupati Pohuwato.

Dalam orasi, massa meminta perusahaan mengembalikan lahan leluhur tempat mereka  hidup bertahun-tahun. Massa juga mendesak perusahaan menghentikan penambangan emas karena dinilai merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.

Sebelum ke Kantor Bupati Pohuwato, massa aksi mendatangi kantor perusahaan di Kecamatan Buntulia. Mereka memecahkan kaca-kaca kantor, dinding-dinding mes karyawan, mobil-mobil operasional, hingga membakar bangunan dan tangki BBM di tempat itu. Kondisi yang mencekam itu tidak bisa dikendalikan polisi.  Jumlah massa cukup banyak.

Setelah ke fasilitas perusahaan, massa juga mendatangi bangunan KUD Dharma Tani di Kecamatan Duhiadaa dan Marisa dengan melakukan hal serupa. KUD Dharma Tani ini bekerjasama dengan PETS.

Selanjutnya, massa menuju ke Kantor Bupati Pohuwato, juga tak jauh dari Kantor KUD. Awalnya, mereka berniat bertemu bupati yang berjanji menyelesaikan persoalan antara perusahaan dan penambang lokal. Emosi massa makin memuncak saat tak berhasil bertemu bupati. Kantor bupati pun terbakar.

Rumah Dinas Bupati dan Kantor DPRD Pohuwato yang tak jauh dari lokasi itu juga pun ikut dirusak. Kondisi yang memanas itu berakhir ketika ratusan polisi dari Polda Gorontalo berhasil memukul mundur menggunakan gas air mata. Meski begitu, 10 anggota kepolisian mengalami luka-luka dan patah tulang saat pengamanan.

“Dari 10 anggota polisi luka-luka, dua patah tulang. Jumlah massa dengan polisi sangat jauh,” kata Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Gorontalo Irjen Pol Angesta Romano Yoyol.

Usai membubarkan massa aksi, Polda Gorontalo mengamankan 40 demonstran yang diduga sebagai provokator saat merusak fasilitas perusahaan, dan membakar Kantor Bupati Pohuwato, serta merusak fasilitas negara lain. Per September lalu, 30 orang yang ditetapkan menjadi tersangka, 15 ditahan di Polres Pohuwato, sisanya di Polda Gorontalo.

Pasca kejadian itu, Pemerintah Pohuwato merilis total kerugian kantor bupati Rp50 miliar.

Uten bilang, aksi itu wujud kekecewaan masyarakat dan penambang kepada pemerintah dan perusahaan.  “Lebih tepatnya, aksi itu adalah mosi tidak percaya kami kepada DPRD dan pemerintah daerah.”

 

Bekas kebakaran di Kantor Bupati Pahuwato. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Pohuwato, merupakan kabupaten di bagian barat Gorontalo yang punya kekayaan mineral melimpah, salah satunya, emas.

Masyarakat Pohuwato sejak lama sudah menambang emas di Gunung Pani dan sekitar, tetapi masih dalam skala kecil dan tradisional. Dalam beberapa penelitian menyebutkan, lokasi tambang emas di Pohuwato sudah dikenal sejak zaman Belanda.=

“Penambangan alluvial yang mengandung emas di Marisa mulai sekitar 1910. Catatan kandungan emas di Marisa diawali dari serangkaian penelitian ahli pertambangan bangsa Belanda,” tulis Aripin Bakari dalam skripsinya yang berjudul “Dinamika Perusahaan Pertambangan Emas di Marisa tahun 1994-2010.”

Dia mencatat, rentang tahun 1950-an pertambangan di Pohuwato sudah dilirik berbagai investor lokal dan perusahaan asing. Pada pertengahan 1970-an, Gunung Pani menjadi fokus perhatian dan sebagai target eksplorasi.

“Aktivitas eksplorasi melibatkan beberapa perusahaan besar mancanegara, seperti Placer dome, Cyprus-Amax, BHP-Utah, Tropic Endeavour dan Newcrest dan BUMN Aneka Tambang,” sebut Aripin.

Barulah pada 1990-an,  muncul ide pertambangan skala kecil dari masyarakat yang kemudian dikelola oleh Koperasi Usaha Daerah Dharma Tani (KUD-DT).

KUD Dharma Tani adalah sebuah koperasi yang didirikan yang berbadan hukum dan disetujui berdasarkan keputusan Menteri Negara Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah No. 18.11.C.BH/P/V/89. Dan pada 1999.  KUD DT mendapat kuasa pertambangan eksploitasi bahan galian emas dan mineral sesuai dengan keputusan Direktoral Jendral Pertambangan Umum Nomor 180.K/24.01/DJP/1999 tertanggal 12 April 1999 seluas 100 hektar.

KUD-DT mendapat izin mengelola wilayah pertambangan Gunung Pani lalu bekerjasama dengan perusahaan dari Australia, One Asia Resources sejak 2009. Pada tahun sama, KUD-DT mengusulkan perubahan perizinan bersama perusahaan Grup One Asia Resources. Permohonan itu disetujui Pemerintah Pohuwato dengan terbit IUP operasi produksi KUD-DT lewat keputusan bupati pada 23 November 2009.

 

Kondisi di dalam Kantor Bupati Pahuwato. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Buntut tak ada kejelasan

Demonstrasi warga penambang di Pohuwato bukan kali ini terjadi. Dua dekade terakhir ini, warga penambang berulang kali unjuk rasa ke Pemerintah Pohuwato, selaku pemegang kekuasaan wilayah di ujung barat Gorontalo itu.

Tuntutan mereka bermacam-macam. Ada yang menolak perusahaan tambang karena dinilai merusakan lingkungan dan merugikan masyarakat. Ada juga tuntutan,  meminta penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR), maupun tuntutan ganti rugi lahan yang menjadi isu sentral dalam aksi unjuk rasa 21 September lalu.

Di Kecamatan Buntulia, sejak dulu ada pertambangan oleh warga sekitar. Bahkan, ada warga dari kecamatan tetangga, maupun dari luar kabupaten dan provinsi lain.

Adapun pertambangan itu terletak di sekitar Gunung Pani. Secara administratif Pani termasuk dalam Kecamatan Taluditi, Buntulia dan Paguat. Sebagian Gunung Pani itu di Cagar Alam Panua, tempat perlindungan maleo.

Di sana penambang pakai dua sistem, yaitu, tambang dalam dan tambang permukaan. Dalam sistem tambang dalam, mereka mengambil urat-urat kuarsa mengandung emas. Dalam sistem tambang permukaan, mereka gunakan talang tanam, semprot, atau paretan. Lalu, penambangan pada aliran sungai dengan mengalirkan aliran air melewati sluice box untuk menangkap emas yang hanyut.

Saat pengolahan emas, warga pakai tromol dengan pendulangan. Penggunaan tromol untuk mengolah endapan emas primer maupun sekunder, sedangkan pendulangan untuk mengolah endapan emas aluvial/campuran emas dan pasir. Kedua cara pengelolaan itu pakai proses amalgamasi, yaitu,  memakai merkuri atau perak sebagai media untuk menangkap emas.

Pada 2020, Gubernur Gorontalo sudah melarang keras penggunaan merkuri dalam wilayah pertambangan melalui Peraturan Gubernur Nomor 71/2020 tentang rencana aksi daerah pengurangan dan penghapusan merkuri.

Dalam penelitian Ramli Utina, dan rekan dari Universitas Negeri Gorontalo menunjukkan, kandungan merkuri sudah cukup tinggi di Pohuwato, bahkan sudah mencemari rantai makanan spesies burung perairan di kawasan pesisir.

Pada April 2022, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui surat keputusan Nomor; 98.K/MB.01/MEM.B/2022 menetapkan 21 titik WPR di Gorontalo, termasuk di Kecamatan Buntulia.

Masalahnya, para penambang tak semua berada di dalam WPR yang ditetapkan pemerintah. Ada di wilayah perusahaan PT Gorontalo Sejahtera Mining (GSM), dan PETS yang sejak 2017 dan 2020 memiliki izin operasi produksi.

 

Desa Hulawa, Kecamatan Buntulia, Pohuwato. Sungai berwarna kecoklatan dan bukit yang kelihatan gundul adalah wajah pertambangan yang ada di proyek emas Pani. Foto: Zulkifli Mangkau/ Mongabay Indonesia

 

Penelusuran Mongabay akhir September lalu, fenomena itu yang membuat perusahaan GSM dan PETS melalui perusahaan induknya, MDKA membuat program tali asih sebagai upaya mengalihkan profesi masyarakat sekitar tambang.

Para penambang yang memiliki lahan akan dapat kompensasi berupa uang agar mereka bisa keluar dari wilayah itu, dan tidak lagi menambang.

Pada 2022, setidaknya ada puluhan pemilik talang penambang lokal menerima tali asih dari perusahaan Rp5 juta setiap talang. Sebagian penambang protes atas harga dari perusahaan itu.

Mereka menilai, harga itu hanya bisa membiayai kebutuhan dalam sebulan. Sedangkan, perusahaan akan pengelolaan wilayah pertambangan itu sekitar 30 tahun ke depan.

Buntut dari protes itu, beberapa kali penambang lokal unjuk rasa di Kantor Bupati dan DPRD Pohuwato.

Rapat dengar pendapat (RDP) pun beberapa kali dibuat untuk program tali asih itu yang belakangan disebut ganti rugi lahan. Akhirnya, awal 2023, Pemerintah Pohuwato membuat satgas.

Sekitar Februari, satgas mulai pendataan dan pendukumentasian lahan-lahan kaplingan masyarakat yang akan masuk program itu. Awal Agustus lalu, pendataan dan pendokumentasian lahan pun selesai, sekitar 2.135 berkas, dengan jumlah titik lokasi sama.

Sayangnya, alih-alih mendapatkan ganti rugi sesuai, lahan-lahan masyarakat penambang ternyata ada yang dihargai hanya Rp2,5 juta setiap berkas. Kondisi ini,  memicu kemarahan masyarakat hingga mereka demo September lalu, yang mengakibatkan peristiwa pembakaran.

Terlebih lagi, ada larangan jual beli emas hasil tambang Pohuwato untuk membatasi aktivitas masyarakat penambang lokal. Pertengahan Agustus lalu, DPRD Pohuwato pernah membuat rapat dengar pendapat (RDP) soal masalah itu, hingga berujung ricuh. Ganti rugi tak sesuai dan jual beli emas dilarang menjadi pemicu utama demonstrasi yang memicu kerusuhan itu.

“Perusahaan berjanji memberikan bantuan dari program tali asih itu dengan jumlah layak. Tetapi, realisasinya itu sangat tidak layak, hanya minimal Rp2,5 juta dalam satu titik lokasi,” kata Limonu Hippy, Ketua Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Pohuwato seperti dikutip di TV One.

Penolakan harga lahan oleh warga penambang juga berangkat dari perbandingan pembayaran sebelumnya oleh perusahaan. Katanya, ada beberapa penambang tertentu lahan dibayar dengan harga cukup tinggi, dari ratusan juta, bahkan ada yang sampai miliaran rupiah dalam satu titik. Hal itu menjadi acuan penambang lain untuk tak menerima ganti rugi lahan yang hanya Rp2,5 juta.

Ironisnya, MDKA yang merupakan induk perusahaan GSM dan PETS justru mengaku tidak mengenal pelaku-pelaku yang melakukan kerusuhan.

 

Struktur Kepemilikan MDKA. Sumber, Merdeka Coper Gold Project.

 

Perusahaan juga berdalih, pemberian tali asih yang dilakukan sampai miliaran rupiah itu merupakan program awal yang dibuat 2022. Pada pemberian tali asih 2023, berbeda dengan tahun sebelumnya.

“Kami menyayangkan insiden ini dan mengecam tindakan anarkis yang dilakukan oknum pendemo, yang tidak bertanggung jawab yang mengakibatkan terjadinya kerusakan,” kata Boyke Poerbaya Abidin, Presiden Direktur PETS dan GSM dalam rilis mereka.

Dia mengklaim,  area kelola PGP yang dikomplain Forum Persatuan Ahli Waris Penambang Pohuwato bagian dari perusahaan dan tidak dianjurkan ada penambangan masyarakat karena bisa berakibat fatal bagi keselamatan.

PGP, katanya,  sejak Desember 2022,  sudah musyawarah dengan kelompok penambang rakyat difasilitasi satgas yang terdiri dari Forkopimda Pohuwato, APRI, Aliansi Penambang, KUD DT serta perwakilan PGP. Tujuannya,  agar tidak lagi menambang di area  perusahaan.

Saipul Mbuinga,  Bupati Pohuwato mengaku melakukan upaya-upaya maksimal untuk memediasi masalah ganti rugi lahan yang disebut sebagai program tali asih itu. Dia berjanji, mengevaluasi segala yang berkaitan dengan pertambangan di Pohuwato agar masyarakat tidak dirugikan.

“Ada dua format yang diberikan kepada penambang. Jika ada yang setuju dengan program tali asih yang dibuat perusahaan, kami meminta tanda tangan dari penambang. Jika ada juga yang tidak setuju, kami juga meminta tanda tangan yang memberikan ruang negosiasi dengan perusahaan,” kata Saipul.

Namun, karena insiden pembakaran Kantor Bupati Pohuwato, proses percepatan pembayaran ganti rugi lahan tambang di Pohuwato diambil alih Pemerintah Gorontalo. DPR melalui Komisi VII juga sudah meminta semua berkas-berkas penambang yang diverifikasi Satgas Pohuwato.

Pada 25 September lalu, MDKA digugat ke Pengadilan Negeri Gorontalo atas Surat Gubernur Gorontalo tertanggal 4 September 2015 Perihal Keputusan Nomor 351/17/IX/2015 tentang pengalihan izin usaha pertambangan operasi produksi KUD Dharma Tani kepada PT Puncak Emas Tani Sejahtera (PETS), yang dinilai melawan hukum.

 

Area Pani Gold Project (PGP) di Pahuwato. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Siapa di balik perusahaan?

Di Pohuwato, ada dua perusahaan tambang emas sudah mendapatkan izin operasi produksi. Salah satunya, PT Gorontalo Sejahtera Mining (GSM) yang memegang konsesi kontrak karya generasi V di Blok Pani seluas 7.932,1 hektar. Mereka dapat izin operasi produksi sejak 2017, dan akan beroperasi sampai 2049.

Ada juga PT Puncak Emas Tani Sejahtera (PETS), memiliki IUP seluas 100 hektar di lokasi yang berdampingan dengan GSM. Pada 2020, PETS sudah masuk tahapan operasi produksi untuk pengelolaan pertambangan emas hingga 2049.

Sebelumnya, GSM adalah milik PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), melalui anak perusahaan PT J Resources Nusantara (JRN). Karena sedang mengalami masalah dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero), terkait pelunasan fasilitas pinjaman, JRN akhirnya menjual seluruh saham GSM ke PT Andalan Bersama Investama (ABI) pada 2021.

Pada Maret 2022, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) mengakuisisi saham ABI dan PT Pani Bersama Jaya (PBJ) yang memiliki mayoritas saham GSM. Artinya, MDKA menjadi pemilik saham mayoritas GSM saat ini. PETS merupakan perusahaan yang dibuat berdasarkan kerjasama KUD Dharma Tani dan PT Puncak Emas Gorontalo (PEG) sejak 2014.

KUD Dharma Tani ini adalah koperasi yang dibuat masyarakat penambang sejak 1990-an, sementara PEG merupakan anak perusahaan GSM. Karena saham GSM sudah diakuisisi MDKA, maka PETS juga otomatis jadi anak perusahaan MDKA.

Dari data profil perusahaan di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM, yang diunduh 25 September 2023, menyebutkan, KUD Dharma Tani memiliki 51% atau 255 lembar saham senilai Rp255 juta di PETS. Sisanya, PT Puncak Emas Gorontalo (PEG) dengan kepemilikan saham 49% atau 245 lembar saham Rp245 juta.

Komisaris Utama PETS diduduki Garibaldi Thohir, tak lain merupakan kakak kandung Erick Thohir,  Menteri Badan Usaha Milik Negara saat ini.

Ada nama Uns Mbuinga , yang menduduki Komisaris PETS sejak 2018. Uns Mbuinga merupakan Wakil Ketua DPRD Pohuwato periode 2004-2009, dan mantan Ketua MUI Pohuwato, serta sempat Ketua KUD Dharma Tani.  Pada 21 Juli 2019, dia meninggal dunia di Rumah Sakit Bumi Panua Pohuwato.

Berikutnya, ada juga nama Idris Kadji saat ini merupakan Wakil Ketua DPRD Pohuwato dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sekaligus menjabat sebagai Ketua KUD Dharma Tani. Juga nama Syamsul B. Ilyas, pengacara di Jakarta. Keduanya menjabat sebagai komisaris di PETS sejak 2018 hingga kini.

Dalam jabatan komisaris di PETS, ada juga nama Lodewijk F Paulus, politikus Partai Golkar. Saat ini, Lodewijk F Paulus menjabat sebagai Wakil Ketua DPR periode 2021-2024 menggantikan Azis Syamsuddin, yang tersangkut kasus korupsi.

Pada 2 Oktober lalu, DPR melalui Komisi VII sempat menjadwalkan RDP soal konflik pertambangan di Pohuwato yang memicu kebakaran Kantor Bupati. RDP itu tiba-tiba ditunda tanpa alasan dengan waktu yang belum diketahui.

Mongabay menghubungi Lodewijk F Paulus melalui akun Instagram-nya pada 3 Oktober lalu untuk mendapatkan kejelasan soal pertambangan di Pohuwato serta penundaan RDP di DPR. Hingga tulisan ini terbit, pesan itu belum dibalas.

Selanjutnya, berdasarkan informasi di website MDKA, Proyek Emas Pani atau biasa disebut Pani Gold Project (PGP) di Gunung Pani Pohuwato itu dikelola PT Pani Bersama Jaya (PBJ), PT Pani Bersama Tambang (PBT), PT Puncak Emas Gorontalo (PEG), PT Puncak Emas Tani Sejahtera (PETS), dan PT Gorontalo Sejahtera Mining (GSM). Semua perusahaan itu merupakan anak perusahaan MDKA.

Pemilik saham MDKA terbesar saat ini PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG),  sebagian milik Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno,  dengan kepemilikan saham 18,569%. Sedangkan, taipan pertambangan yang juga menjabat sebagai komisaris utama perusahaan PETS, Garibaldi ‘Boy’ Thohir memiliki saham 7,358% di MDKA.

Adapun PT Mitra Daya Mustika memiliki saham 12,058% di MDKA. PT Mitra Daya Mustika merupakan perusahaan yang dimiliki  Winato Kartono melalui PT Provident Capital Indonesia. Winato merupakan mantan pimpinan investment banking Citi Group di Indonesia.

Ada juga PT Suwarna Arta Mandiri, dengan  memilikisaham 5,588% di MDKA. Perusahaan ini merupakan entitas anak dari emiten agroindustri Provident Agro (PALM) yang dikendalikan oleh Grup Saratoga dan Winato Kartono melalui PT Provident Capital Indonesia.

Kemudian, perusahaan asal Hong Kong, Brunp and Catl Co. Limited (Brunp) jadi pemegang seham 5% di MDKA. Brunp diketahui sebagai anak usaha CATL yang didirikan pada 2005. Perusahaan ini bergerak di bidang baterai kendaraan listrik.

Fanny Tri Jambore, Manajer Kampanye Isu Tambang dan Energi Walhi Nasional,  mengatakan, salah satu masalah pertambangan ialah obral perizinan dari pemerintah yang berujung dampak buruk pada lingkungan dan masyarakat.  Kondisi makin parah setelah revisi UU Minerba dan omnibus law.

Dia bilang, bentuk perizinan itu seharusnya tidak sembarangan diberikan kepada orang dan tidak untuk di semua tempat.

“Perizinan itu secara logika hukum adalah upaya melakukan pencegahan, pengendalian, dan perlindungan. Pemerintah seharusnya tidak sembarangan mengeluarkan izin,” ujar Rere sapaan akrabnya saat dihubungi Mongabay.

Dalam laporan Kepmenko Perekonomian Nomor 164/2021, dari telaah peta indikatif tumpang tindih informasi (PITTI) ketidaksesuaian perizinan pertambangan dalam kawasan hutan, terdapat IUP dalam kawasan hutan lebih 5,2 juta hektar, terindikasi bermasalah 4.7 juta hektar. Masalah muncul karena belum memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) atau nama perusahaan IUP tidak sesuai pada IPPKH.

Dia bilang, pemberian izin harus mengacu pada rencana tata ruang wilayah (RTRW) agar tak salah kaprah dalam mengeluarkan izin. Sebab, katanya, sudah banyak izin pertambangan keluar malah berujung bencana dan konflik sosial berkepanjangan.

Rere contohkan, kasus Merdeka Copper Gold yang mencuat juga terjadi di Banyuwangi. Dampak pembukaan kawasan hutan menimbulkan banjir dan merusak wilayah masyarakat seperti pertanian dan obyek wisata. Masalah itu,  berujung pada kriminalisasi warga karena menolak tambang emas.

Sama juga yang terjadi di Pohuwato, Gorontalo. Menurut dia, pola sama, ada wilayah pertambangan rakyat diakusisi perusahaan. Pemberian izin oleh pemerintah ini, katanya,  sama sekali tak memperhatikan aspek keselamatan dan perlindungan terhadap masyarakat.

Dengan model ‘tali asih’ ganti rugi lahan dari perusahaan, akankah jadi penyelesaian atau malah memperpanjang konflik? (Bersambung)

 

Sungai Taluduyunu yang mengalami kekeruhan dan berwarna kecoklatan ialah dampak dari aktivitas pertambangan yang dilakukan di bagian hulu. Foto: Zulkifli Mangkau/ Mongabay Indonesia

*******

 

 

 

Exit mobile version