Mongabay.co.id

Bangka Belitung dan Jalur Rawan Penyelundupan Satwa Liar

 

 

Kepulauan Bangka Belitung merupakan pulau kecil dalam lanskap biogeografi Oriental yang terletak di Indonesia bagian barat, seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa, hingga Bali. Wilayah yang dikenal sebagai Sundaland ini pada masa lalu bersatu dengan daratan Benua Asia, dan menjadi satu-satunya rumah bagi spesies kucing liar di Indonesia.

Tapi, meskipun Kepulauan Bangka Belitung diapit tiga pulau besar [Sumatera, Kalimantan, dan Jawa], hingga saat ini belum ada catatan spesies kucing di pulau seluas 1,6 juta hektar itu.

Menurut Erwin Wilianto, pendiri Save Indonesian Nature & Threatened Species [SINTAS Indonesia], sejauh ini belum ada ada publikasi resmi terkait keberadaan kucing liar di Kepulauan Bangka Belitung.

“Hipotesis tidak adanya kucing liar di Bangka Belitung adalah lebih karena ukuran pulaunya yang terlalu kecil, serta terbatasnya daya dukungnya untuk kucing yang rata-rata teritorialnya butuh habitat luas. Ini serupa dengan kondisi pulau-pulau kecil lain di barat Pulau Sumatera,” lanjut Erwin, yang juga anggota Fishing Cat Conservation Alliance serta anggota Cat Specialist Group – IUCN SSC.

Baca: Tenggelamnya Savana Sundaland, Hilangnya Spesies Megafauna di Pulau Bangka

 

Dua individu kucing kuwuk [Prionailurus bengalensis] yang diamankan petugas saat akan diselundupkan dari Sumatera Selatan menuju Pulau Bangka pada Maret 2023 lalu. Foto: Dok. BKSDA Sumsel

 

Bagi sebagian besar masyarakat di Pulau Bangka, tidak adanya spesies kucing liar berkaitan dengan mitos kayu tas, yakni sebuah pohon dengan duri acak mirip pohon rukam yang berperan sebagai penangkal binatang buas.

“Tidak adanya macan, harimau, atau kucing liar di hutan di Bangka ini karena ada kayu tas. Menurut leluhur kami, tumbuhnya kayu ini membuat harimau pergi atau tidak berani hidup di Pulau Bangka,” kata Janum Bin Lamat, Ketua Adat Suku Jerieng, di Desa Pelangas, Kabupaten Bangka Barat, akhir November 2023.

Menurut Janum, dahulu kayu tas tersebar hampir di semua wilayah hutan, seiiring dengan mitosnya yang juga tersebar luas di masyarakat Pulau Bangka.

“Meski begitu, tidak sembarang orang bisa bertemu kayu tas. Hanya orang tertentu juga yang mampu mencabutnya dari tanah, harus ada bacaannya, dan niatnya juga harus jelas, untuk obat misalnya,” lanjut Janum.

Secara global, ada sekitar 40 jenis kucing liar. Di Indonesia ada 11 jenis, tapi dua diantaranya telah punah, sehingga tersisa 9 jenis kucing liar. Dari kesembilan jenis itu, yang paling popular adalah jenis kucing liar dari genus Panthera, yakni harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae] dan macan tutul [Panthera pardus melas].

Padahal, kucing lainnya yang berukuran lebih kecil, seperti kucing merah [Catopuma badia], kucing emas [Catopuma temminckii], macan dahan [Neofelis diardi], kucing batu [Pardofelis marmorata], kucing kuwuk atau kucing hutan [Prionailurus bengalensis], kucing tandang [Prionailurus planiceps], dan kucing bakau [Prionailurus viverrinus], juga termasuk satwa dilindungi, berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. P 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Baca: Wawancara Erwin Wilianto: Masa Depan Kucing Liar Indonesia Harus Diperjuangkan

 

Trenggiling serahan warga di PPS Alobi, Air Jangkang, Pulau Bangka. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Penyelundupan kucing liar

Di masa lalu, Pulau Bangka memiliki posisi strategis dalam jalur perdagangan laut. Sejumlah kerajaan misalnya; Kedatuan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit, pernah berjaya dalam perdagangan rempah nusantara.

Pulau Bangka punya peran penting sebagai wilayah “transit” dengan sejumlah pelabuhan penting di sekitar Selat Bangka, serta Pesisir Timur dan Utara yang berhadapan langsung dengan Selat Karimata hingga Laut China Selatan.

Hari ini, posisi itu berpotensi menjadikan Pulau Bangka sebagai salah satu wilayah yang rentan dalam kasus atau jalur penyelundupan satwa. Terutama karena kedekatan akses laut Pulau Bangka dengan wilayah Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.

“Jalur laut menjadi salah satu pilihan yang dijadikan sarana oleh para penyelundup dalam menjalankan aksinya. Perdagangan ilegal terhadap trenggiling jawa melalui jalur laut nasional hingga internasional adalah salah satu kasus populernya,” tulis penelitian Hafidzah et al. [2022].

Pada 8 Maret lalu, petugas gabungan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan [BKSDA Sumsel] dan Polda Bangka Belitung berhasil menggagalkan penyelundupan satwa dilindungi di Pelabuhan Bangka Barat.

Satwa yang diselundupkan berjumlah enam individu, terdiri dua individu kucing kuwuk [Prionailurus bengalensis] yang merupakan satwa dilindungi, serta empat individu satwa tidak dilindungi, yakni musang pandan [Paradoxurus hermaphroditus].

“Keenam satwa tersebut telah direhabilitasi di PPS Alobi untuk dilakukan observasi, memastikan kondisi fisiknya, termasuk kesehatan dan kelayakan sifat liarnya, untuk kemudian dilepasliarkan ke habitat alaminya ataupun tindakan konservasi lainnya”, kata Ujang Wisnu Barata, Kepala BKSDA Sumsel, dikutip dari website resmi balaiksdasumsel.org.

Namun, mengutip Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Pangkalpinang, meskipun ketiga terdakwa dijatuhi hukuman empat bulan penjara serta denda masing-masing dua juta Rupiah, semua satwa tersebut mati pada 29 Maret lalu.

Menurut Ahmad Fadhli Jundana, Kepala Resor RKE XVII BKSDA Sumatera Selatan, kasus penyelundupan kucing kuwuk dari atau menuju Pulau Bangka sangat jarang terjadi.

“Berdasarkan data kasus yang kami tangani baru sekali ini penyelundupan kucing hutan. Sisanya beberapa tahun terakhir berupa kasus hukum memiliki dan mengambil satwa liar dilindungi,” katanya, kepada Mongabay Indonesia, awal Desember 2023.

Sebelumnya, pada 11 Juni 2022, petugas gabungan BKSDA Sumsel bersama Ditpolairud Polda Babel, dan Alobi Foundation juga mengamankan upaya penyelundupan ribuan butir telur penyu sisik [Eretmochelys imbricata].

“Sebanyak 2.287 butir telur penyu sisik yang diamankan itu dibawa dan ditetaskan secara alami di Kawasan Hutan Lindung Bangka Island Outdoor [BIO], Sungailiat, Kabupaten Bangka,” kata Kepala BKSDA Sumsel, Ujang Wisnu Barata, melalui siaran pers.

Baca juga: Di Masa Lalu, Apakah Pulau Bangka dan Sumatera Terhubung?

 

Hutan di Pulau Bangka yang hingga saat ini belum ditemukan spesies kucing. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Cukup rawan

Berdasarkan presentasi International Animal Rescue [IAR] Indonesia, yang melakukan analisis terkait kasus perdagangan satwa liar melalui pemberitaan media massa sejak Januari 2019-2020, Pulau Bangka tercatat sebagai salah satu wilayah penyelundupan satwa liar menuju Pulau Jawa [Jakarta-Yogyakarta].

Dari sumber yang sama, berdasarkan persebaran akun penjual satwa multispesies di 1.022 grub Facebook, Pulau Bangka tergolong cukup rentan untuk perdagangan satwa karena terdapat 31 grub penjual satwa di Facebook.

Selain itu, kucing hutan tercatat sebagai satwa yang paling sering dijual, di antara 1.016 forum jual beli Facebook. Jumlah kucing hutan yang dijual diperkirakan lebih dari 5.000 individu, dalam rentang 2015-2021.

Langka Sani, founder Alobi Foundation, menyatakan, aktivitas jual beli atau penyeludupan satwa dari atau menuju Pulau Bangka patut diwaspadai. Hal ini berkenaan dengan posisi strategis Pulau Bangka dalam jalur laut Indonesia maupun internasional.

“Kami perkirakan, di luar kasus penyelundupan yang berhasil kami gagalkan, masih banyak kasus penyelundupan satwa yang lolos dari pengawasan. Baik itu diselundupkan dari dalam negeri maupun menuju luar negeri,” kata Langka.

Sejauh ini, menurut Langka, Alobi dan BKSDA serta segenap instansi pemerintahan terus berupaya menanggulangi kasus penyelundupan, dengan terus melakukan komunikasi dan kerja sama dengan sejumlah pelabuhan atau bandara di Kepulauan Bangka Belitung.

“Kami juga terus melakukan edukasi kepada masyarakat lokal, agar jangan menyimpan, memelihara, apalagi terlibat dalam upaya penyelundupan satwa liar,” tegasnya.

 

Referensi jurnal:

Hafidzah, D., Matahelumual, A. R. N., & Aprina, E. [2022]. Upaya Pemerintah terhadap Penanggulangan Kejahatan Penyelundupan Satwa Liar Dilindungi Melalui Jalur Wilayah Perairan Indonesia. Lex Renaissance, 7(4), 852–868.

 

Exit mobile version