Mongabay.co.id

Gara-gara Sampah, Satwa Laut Sulit “Kawin”

 

Forum Ekonomi Dunia memperingatkan bahwa akan ada lebih banyak plastik di lautan daripada ikan pada tahun 2050. Plastik ada di mana-mana, dan sekarang sebuah studi baru menunjukkan bahwa bahan plastik yang umum digunakan membuat makhluk kecil seperti krustasea tidak bisa melakukan perkawinan.

“Makhluk-makhluk ini biasanya ditemukan di pantai-pantai Eropa, di mana mereka menjadi sumber makanan bagi ikan dan burung,” kata ahli ekotoksikologi Alex Ford dari Universitas Portsmouth di Inggris. “Jika mereka terganggu, hal itu akan berdampak pada seluruh rantai makanan.”

Dalam serangkaian percobaan, ahli toksikologi lingkungan dari Portsmouth, Bidemi Green-Ojo mengekspos spesies krustasea malacostraca kecil, yang disebut Echinogammarus marinus, dengan empat dari sekitar 10.000 bahan kimia tambahan yang mungkin ditemukan di bahan pembuat plastik.

Dan 3 dari 30 bahan kimia itu terdeteksi di permukaan dan air tanah Inggris. Zat yang diuji memiliki kemampuan untuk mengurangi keberhasilan perkawinan krustasea. Itu tampak pada perubahan perilakunya.

Bahkan bahan kimia yang diuji, yaitu triphenyl phosphate (TPHP), dibutyl phthalate (DBP) dan diethylhexyl phthalate (DEHP) menyebabkan penurunan jumlah sperma.

“Kami memilih zat aditif ini karena potensi bahaya yang ditimbulkannya terhadap kesehatan manusia telah didokumentasikan dengan baik. Dan kami ingin menguji efek bahan kimia ini terhadap perilaku kawin akuatik,” jelas Green-Ojo dikutip Science Alert pada Minggu (3/12/2023).

“Bisa dibayangkan jika kami melakukan percobaan pada udang yang telah terpapar dalam waktu yang lebih lama atau selama tahap-tahap kritis dalam sejarah hidup mereka, hal itu akan mempengaruhi tingkat dan kualitas sperma mereka.”

baca : Upaya Penanganan Sampah Laut: dari Plastik hingga Mikroplastik

 

Skema percobaan reproduksi udang kecil yang terpengaruh oleh bahan kimia. Sumber : sciencedirect

 

Meskipun ada beberapa bahan kimia lainnya tidak mengurangi jumlah sperma, tim peneliti menunjukkan bahwa hal ini tidak berarti bahwa mereka tidak mempengaruhi kualitas sperma, seperti yang terlihat pada hewan lain, mulai dari ikan kecil hingga hewan pengerat.

Di laboratorium, ketika E. marinus berpasangan dengan pasangannya untuk melakukan perkawinan, makhluk-makhluk tersebut melakukan perkawinan lebih sedikit ketika terpapar dengan NBBS, TPHP, dan DEHP dalam kadar rendah.

Temuan tersebut menambah penelitian yang menunjukkan bahwa paparan jangka panjang terhadap plastik dan bahan tambahannya berdampak pada kesehatan hewan yang belum kita ketahui konsekuensinya.

“Kami mendesak badan-badan lingkungan hidup di seluruh dunia untuk lebih memperhatikan data perilaku, karena terkadang data tersebut memberi tahu kami hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh uji toksisitas normal,” ucap Green-Ojo.

Sejauh ini, sudah 20 perusahaan yang bertanggung jawab atas lebih dari separuh penggunaan plastik sekali pakai di dunia. Mereka kemungkinan besar memainkan peran politik dan sosial dalam mendorong kecanduan kita terhadap produk mereka.

baca juga : Perlahan, Sampah di Samudra Pacific Menurunkan Populasi Satwa Laut

 

Bayi gurita. Foto : playbuzz.com

 

Jika bahan tambahan plastik memang mengganggu reproduksi hewan. Maka kecanduan plastik kita bisa jadi berkontribusi pada kepunahan massal keenam di Bumi.

“Kita harus memahami lebih banyak tentang bahan kimia ini dan bagaimana mereka mempengaruhi perilaku,” kata Green-Ojo mendesak. “Banyak jenis perilaku – seperti makan, mode melawan atau lari, dan reproduksi – sangat penting dalam kehidupan hewan, dan perilaku abnormal apapun dapat mengurangi peluang untuk bertahan hidup.”

Sementara itu, dikutip dari The Guardian, Pemimpin kelompok biologi peradangan di QIMR Berghofer di Brisbane, Prof Andreas Suhrbier, mengaku gusar dengan pencemaran plastik di lautan. Menurutnya, hampir semua manusia masa kini mengonsumsi “cukup banyak plastik” dan sangat penting untuk mendedikasikan lebih banyak dana penelitian untuk meneliti dampaknya.

“Sayangnya, jumlah penelitian medis yang baik di bidang ini sangat terbatas. Apa saja dampak langsung yang merugikan bagi kesehatan manusia dari konsumsi plastik tersebut? Penyakit apa saja yang diperburuk oleh konsumsi plastik tersebut? Siapa yang paling rentan?”

“Pertanyaan-pertanyaan mengenai dampak kesehatan dari konsumsi mikroplastik sulit dijawab tanpa adanya dana penelitian khusus dan penelitian yang disusun dengan baik untuk membangun hubungan sebab akibat antara konsumsi mikroplastik dan penyakit atau gangguan,” pungkasnya. (***)

 

Sumber : sciencealert.com, sciencedirect.com, dan theguardian.com

 

Exit mobile version