Mongabay.co.id

Apa Kabar Pasca Izin Pasir Laut Logomas Utama Dicabut? [1]

 

 

 

 

 

 

Makan udang di Pulau BabiMakannya lahap angin berlaluMencari ikan tidak sulit lagiSemoga laut kita aman selalu.”

Sepenggal pantun itu diucapkan Eriyanto, saat menyampaikan laporan Ketua Pelaksana Kenduri Syukuran pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) PT Logomas Utama. Berlangsung di Aula Kantor Desa Suka Damai, 23 November lalu, hadirin beri sambutan dengan tepuk tangan.

Kini,  Eriyanto atau biasa dipanggil Botak, tak cemas lagi melaut. Dia dan nelayan lain bisa tangkap ikan dengan tenang. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Riau, sudah resmi mencabut IUP operasi produksi Logomas Utama di perairan Pulau Rupat lewat keputusan pada 25 Oktober 2023.

“Acara ini bentuk rasa syukur kita pada Tuhan karena pasir laut tidak ditambang lagi. Terima kasih pada semua, terutama dukungan nelayan Suka Damai yang berjuang bersama dari awal dalam mempertahankan hak nelayan atas laut,” kata Botak.

Dia mengajak nelayan terus menjaga laut dan kandungan alam. Laut, katanya, sebagai sumber penghidupan yang membuat nelayan bertahan, termasuk generasi mendatang.

Suka Damai, merupakan pusat perjuangan nelayan menolak aktivitas penambangan pasir di perairan Pulau Rupat. Meski pengerukan pasir laut berdampak terhadap semua masyarakat di pulau kecil itu, tetapi semangat nelayan Suka Damai yang dikomandoi Botak, tak pernah surut. Mereka terlibat ragam aksi sampai izin perusahaan dicabut.

Logomas Utama,  pertama kali peroleh izin kuasa pertambangan eksploitasi pada 23 Agustus 1999. Enam belas tahun tak ada aktivitas. Pada 7 Agustus 2015, Logomas Utama memohon perubahan atau penyesuaian izin jadi IUP operasi produksi.

Evarefita,  Kepala DPMPTSP Riau, mengabulkan pada 29 Maret 2017. Kini, dia Kepala Dinas ESDM Riau.

Wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) Logomas Utama seluas 5.030 hektar. Jangka waktu menyedot pasir laut sampai 11 Agustus 2028 tetapi Logomas mulai operasi pada 25 September 2021.

Nelayan tradisional menolak karena mengganggu wilayah tangkap ikan mereka.

Merespon gejolak nelayan, Gubernur Riau Syamsuar, memohon Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut izin Logomas pada 12 Januari 2022. Surat itu juga ditembuskan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

KKP menghentikan penambangan pasir laut di perairan Pulau Rupat pada 14 Februari 2022. Antara lain, menyegel kapal pengangkut pasir laut, memasang papan larangan penambangan serta memeriksa Direktur Logomas Utama.

Logomas Utama tak memiliki persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL). Saat perusahaan beroperasi, perairan sekitar penambangan keruh, kematian dan kerusakan mangrove serta ekosistem terumbu karang dan padang lamun terganggu.

 

 

Baca juga: Pulau Rupat Terancam, Terbebani Izin Ekstraktif di Darat dan Laut

Masyarakat nelayan Suka Damai foto bersama usai kenduri syukuran pencabutan IUP Logomas Utama. Foto Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

KKP juga meminta, KESDM evaluasi IUP operasi produksi Logomas Utama pada 4 April 2022. Pulau Rupat tergolong pulau-pulau kecil terluar (PPKT) dan dalam kawasan strategis nasional tertentu (KSNT).

Pada 11 April 2022, Presiden Joko Widodo menetapkan Perpres 55/2022 tentang pendelegasian pemberian perizinan berusaha bidang pertambangan mineral dan batubara.

Intinya, pemerintah provinsi kembali diberi kewenangan menerbitkan atau mencabut izin tambang.

Beda ketika awal merespon gejolak nelayan dan menyurati KESDM. Kali ini, Gubernur Riau lambat menindaklanjuti perintah presiden itu. Hampir dua tahun, nelayan Pulau Rupat menunggu, barulah Pemerintah Riau mencabut izin Logomas Utama. Itu pun, setelah nelayan unjukrasa di Kantor Gubernur, 5 September 2023.

Helmi D, Kepala DPMPTSP Riau, saat menemui pengunjukrasa berjanji dan minta waktu satu sampai dua bulan untuk memenuhi tuntutan nelayan atau sebelum masa tugas Syamsuar berakhir sebagai Gubernur Riau. Kalau tidak, dia yang akan mengundurkan diri.

Gubernur Syamsuar, mengundurkan diri pada 27 September 2023 karena mengikuti pemilihan legislatif DPR. Jokowi menerima pengunduran diri 3 November 2023 dan menetapkan Wakil Gubernur Edy Natar Nasution menjadi Plt gubernur dan gubernur tetap pada 27 November dengan sisa jabatan satu bulan.

Jasmi, Dewan Daerah Walhi Riau mengatakan,  perjuangan masih panjang. Banyak hal mesti dilakukan setelah Pemerintah Riau cabut izin Logomas Utama. Masyarakat nelayan, katanya,  harus membuktikan mampu mengelola laut dengan baik dan meningkatkan kesejahteraan tanpa investasi.

“Banyak potensi sumber daya perairan dapat dikembangkan masyarakat nelayan ke depan. Kita berharap dukungan pemerintah. Perjuangan ini bisa direplikasi pada penyelamatan pulau-pulau kecil lain,” katanya.

Abdul Haris, Kepala Desa Suka Damai menyatakan dukungan. Memimpin 235 keluarga dengan penduduk lebih 1.000 jiwa, dia berjanji, tidak akan pernah mengkhianati perjuangan nelayan.

Azlaini Agus,  tokoh masyarakat Riau mengingatkan,  nelayan bahwa tantangan menjaga laut Rupat akan tetap ada pasca pencabutan IUP Logomas Utama ini.

 

Baca juga: Berakhir Sudah Tambang Pasir di Perairan Pulau Rupat

Perempuan nelayan Suka Damai memilah hasil tangkapan sebelum dijual ke masyarakat. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

 

Was-was izin baru?

Pemerintah Riau telah mencabut IUP Logomas Utama tetapi sejumlah kalangan was-was Pulau Rupat akan kembali jadi obyek eksploitasi. Mengingat Pemerintah Indonesia sudah menerbitkan PP No 26/2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi laut.

Azlaini mengatakan, pemanfaatan sedimentasi laut menyebut istilah itu sebagai pendalaman alur pelayaran. Artinya,  bisa saja izin yang akan diberikan pemerintah masih berupa pengerukan pasir laut. “Ancaman baru di depan mata nelayan Pulau Rupat.”

Azlaini bilang,  sudah ada setumpuk permohonan rekomendasi di meja gubernur untuk penambangan jenis baru di laut itu tetapi belum disetujui.

Dia mendesak,  Pemerintah Riau tidak menerbitkan izin apapun di Pulau Rupat karena akan berdampak pada eksosistem laut dan hasil tangkapan nelayan.

“Itu perjuangan kita dalam jangka pendek. Siapapun jadi gubernur maupun pejabat tidak boleh menerbitkan izin pendalaman alur pelayaran,” kata Azlaini.

Helmi membantah informasi soal ada usulan izin baru itu ketika dikonfirmasi Mongabay, awal Desember 2023. “Belum ada,” katanya, singkat, lewat aplikasi perpesanan.

Azlaini menyinggung proyek di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Menurut dia, Pulau Rupat akan jadi korban karena pasir silika yang terkandung di perairan itu akan ditambang untuk bahan baku dalam proyek itu.

Pemerintah Indonesia memasukkan Pulau Rempang dalam proyek strategis nasional (PSN) 2023 dengan nama Rempang Eco City. PT Makmur Elok Graha (MEG), anak usaha Artha Graha, menjadi pengembang kawasan. Antara lain mereka akan bangun pabrik kaca dan panel surya terintegrasi lewat perusahaan Tiongkok, Xinyi International Investment Limited.

Azlaini mengutip penelitian Dr Mursyidah, akademisi Teknik Perminyakan Universitas Islam Riau (UIR), bahwa, pasir silika di Pulau Rupat kualitas terbaik di dunia. Kandungan silika mencapai 98% dan harga tergolong mahal.

“Kita tetap harus bersatu dan berjuang. Ini tanah kehidupan untuk anak cucu. Jangan biarkan orang mengganggu. Negara harus menjamin. Kenapa orang harus digusur dari tanah leluhur hanya karena proyek? Jangan biarkan orang lain beladang di daerah kita.” (Bersambung)

 

Baca juga: Nelayan Tak Mau Ada Tambang Pasir di Perairan Rupat

Eriyanto, nelayan Suka Damai, menunjukkan ikan hasil tangkapan di perairan Rupat Utara, setelah izin tambang pasir laut Logomas Utama dicabut. Foto :Suryadi/ Mongabay Indonesia

******

 

Exit mobile version