Mongabay.co.id

Evaluasi Standar Keselamatan Kerja di Kawasan Industri PT IMIP

 

 

 

 

 

 

 

Korban tewas dalam tragedi ledakan di Tungku 41 Departemen Feronikel PT Indonesia Tsiangshang Stainless Steel  (ITSS) terus bertambah. Berbagai kalangan mendesak, pemerintah mengevaluasi sistem keselamatan kerja di kawasan industri nikel di Morowali ini.

Dedy Kurniawan, Media Relation Head IMIP dalam rilis mengatakan, kejadian bermula ketika sejumlah pekerja mengalami kecelakaan saat perbaikan tungku dan pemasangan plat pada bagian tungku.

Tungku smelter No. 41 yang terbakar, awalnya masih ditutup untuk operasi pemeliharaan. Saat itu, tungku sedang tidak beroperasi dan dalam proses perbaikan.

Terdapat sisa slag atau terak dalam tungku yang keluar, lalu bersentuhan dengan barang-barang yang mudah terbakar di lokasi. Dinding tungku lalu runtuh dan sisa terak besi mengalir keluar hingga menyebabkan kebakaran.

Akibatnya, pekerja di lokasi mengalami luka-luka hingga tewas.

Temuan sementara tim Polda Sulawesi Tengah yang dipimpin langsung Irjen Pol. Agus Nugroho, Kapolda Sulteng mengatakan, kecelakaan mengakibatkan 59 karyawan ITSS jadi korban terjadi di Gedung lantai II dan III ITSS.

Saat itu, katanya, tim teknis ITSS memperbaiki salah satu tungku ferosilikon, tungku yang dibongkar meledak disertai semburan api dan menyebabkan kebakaran diblok gedung.  Sebanyak 13 pekerja meninggal dunia, 29 luka berat, 12 luka sedang dan lima orang luka ringan.

Agus mengatakan, sistem alarm dan tanggap darurat dalam kawasan industri berjalan baik hingga ketika ada kejadian darurat, call center yang bersiaga dapat evakuasi dengan cepat.

Pada malam, 25  Desember lalu, Rachmansyah Ismail,  pejabat Bupati Morowali, mengatakan,  korban ledakan smelter ITSS ada 59 orang, 41 pekerja Indonesia dan 18 tenaga kerja asing.

Kemudian korban tewas bertambah jadi 16 orang, 10 pekerja Indonesia dan enam asing.

Sebanyak 26 pekerja luka berat dirawat di RSUD Morowali, enam luka sedang dalam perawatan Klinik IMIP dan 11 orang luka ringan rawat jalan. Per 27 Desember, korban tewas jadi 19 orang, 11 pekerja Indonesia, delapan dari Tiongkok.

Mohomad Ali, Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria mengatakan ini adalah tragedi serius, bukan kecelakaan kerja biasa, hingga harus mendapatkan perhatian serius.

Dia tidak yakin investigasi internal ITSS dan IMIP bisa obyektif menyeluruh. Terlebih, katanya, perusahaan telah meralat kronologis dari rilis pertama. Awalnya, menyatakan ‘terjadi ledakan’ jadi ‘tidak terjadi ledakan, hanya kebakaran’ sebagaimana pernyataan Dedy Kurniawan, humas ITSS dalam rilis resmi perusahaan.

“Investigasi tidak boleh oleh internal perusahaan karena sudah pasti subyektif dan khawatir ada upaya menutupi kesalahan hingga harus ada Investigasi independen melibatkan berbagai pihak terkait, seperti Komnas HAM, ILO dan pemerintah,”  katanya.

Saat ini, investigasi mendalam sedang dilakukan. Tim terdiri dari Kementerian Koordinator Marvest, Kedubes Tiongkok, Kemenaker dan Disnakertrans Sulawesi Tengah.

 

Baca juga: Ledakan Tungku Smelter di Morowali Tewaskan Belasan Pekerja, Potret Buruk Ketenagakerjaan Hilirisasi Nikel?

Kebakaran akibat Ledakan di Departemen Ferosilicon tungku smelter 41 milik PT. ITSS

 

Standar keselamatan kerja

Penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di lingkup IMIP rendah. Berulang kecelakaan baik ledakan tungku ataupun kebakaran pabrik terjadi.

Catatan petugas K3, sepanjang 2023 sudah enam kali pabrik terbakar dan tungku meledak.  Bahkan, sebelum insiden 24 Desember itu, sudah tiga kali Departemen Ferosilikon meledak meski beberapa kejadian sebelumnya tidak menimbulkan korban jiwa tetapi tetap saja risiko kehilangan nyawa cukup tinggi.

Pusat kecelakaan kerja tertinggi terdapat di Departemen Forenikel dan Ferosilikon.

Sumber dari serikat pekerja mengatakan, dorongan perbaikan penerapan K3 karyawan selama tiga tahun terakhir  ke manajemen tak mendapat tanggapan. Para pengawas dari pemerintah seakan tidak bisa berbuat banyak.

Dia contohkan, APD oleh pekerja tungku jauh dari standar keselamatan kerja. Para pekerja hanya gunakan pakaian keselamatan dengan kualitas rendah bahkan ada pekerja yang pakai APD berbahan denim (jeans). Sementara, jenis APD standar untuk pekerja tungku seharusnya pakaian berbahan aluminium atau fire alumnizet suit.

Dia bilang, mendorong penerapan sistem managemen kesehatan dan keselamatan pekerja (SMK3) sulit sementara di kawasan industri itu khusus ITSS Departemen Ferosilikon tak memiliki dan tak menerapkan SMK3 berbasis ISO 45001:2018.

Untuk peroleh standar itu, perusahaan harus memiliki dokumen K3, job side analysis, hazard identification risk assesement and determine control yang hingga kini belum ada.

Fahmy Radhi, dosen energi dan pertambangan Universitas Gajah Mada, mengatakan,  penerapan K3 seharusnya mengacu pada standar internasional, bukan nasional maupun Tiongkok. Investor Tiongkok, katanya, cenderung meminimalkan biaya termasuk biaya keselamatan.

Meledaknya smelter di Morowali, katanya,  makin membuktikan investor smelter abaikan standar keamanan.

“Ada indikasi pemerintah lebih mementingkan kepentingan investor ketimbang keselamatan kerja karyawan,” katanya.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah menilai,  hilirisasi nikel tidak disertai tanggung jawab, terhadap keselamatan pekerja, kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan apalagi perbaikan tata kelola lingkungan.

“Peristiwa kemarin sudah bisa menggambarkan bagaimana buruknya pengelolaan dan penerapan apalagi pengurangan risiko bagi pekerja,” kata Muh Taufik, Koordinator Jatam Sulteng.

Prioritas utama pemerintah, katanya,  bagaimana uang masuk tanpa melihat  kompleksnya masalah yang timbul dampak hilirisasi ini.

Jatam Sulteng menyatakan, praktik keselamatan kerja buruk ini tak hanya di IMIP, juga di pusat-pusat smelter nikel di Indonesia.

Data Trends Asia menyebut, kurun 2015-2022 sebanyak 53 orang tewas karena kecelakaan kerja di Morowali, 75% korban adalah tenaga kerja lokal,  sisanya pekerja Tiongkok.

Jumlah ini, katanya,  sebenarnya jauh lebih tinggi, namun perusahaan cenderung menutupi kecelakaan-kecelakaan kerja di lapangan hingga menyulitkan pengumpulan informasi.

 

Korban ledakan tungku smelter 41 di Dept. Ferosilicon, yang akhirnya meninggal dunia. Foto: PT IMIP

 

Evaluasi

ITSS  merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang logam dan produksi stainless steel dengan izin operasi mulai 2019 sampai 2049.

Yang jadi rekanan di kawasan IMIPada sekitar 18 perusahaan pada 2022, menyusul 22 perusahaan lagi sampai 2025.

Dari 18 perusahaan, mayoritas memiliki Departemen Ferosilikon yang membawahi bagian pengelolaan tungku (furnace).

Ali mengatakan, dengan tambah perusahaan yang bergabung berisiko bertambah lagi kecelakaan kalau pemerintah tak serius menerapkan aturan dan sanksi terutama perlindungan pekerja sesuai UU Keselamatan Kerja. Juga,  peraturan pemerintah No. 50/2012 tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).

Dia mendesak, evaluasi menyeluruh atas perusahaan-perusahaan di kawasan IMIP agar terapkan penghormatan hak asasi manusia dan hukum ketenagakerjaan.

Perusahaan, katanya,  harus menerapkan standar K3 yang baik, termasuk memberikan pelatihan kepada seluruh buruh atas K3, memberikan APD berkualitas secara berkala, menerapkan sistem kerja nyaman dan aman bagi pekerja.

“Kami menemukan banyak dugaan pelanggaran mengenai hal-hal itu.”

Fahmy mengatakan, pemerintah harus menerapkan standar keselamatan internasional dengan nol kecelakaan kepada seluruh investor, termasuk investor Tiongkok. Jangan sampai, katanya, lebih mementingkan investor smelter dengan mengabaikan sistem keselamatan.

“Lakukan pengawasan  regular. Adakan audit keselamatan untuk memastikan bahwa sistem keselamatan pekerja sesuai standar.”

Exit mobile version