Mongabay.co.id

Inilah Lima Spesies Baru Landak Berbulu Lembut dari Asia Tenggara

 

 

Tidak semua landak memiliki bulu tajam atau berduri. Keluarga Erinaceidae terdiri dari dua subfamili yang masing-masing memiliki penampilan fisik dan riwayat hidup sangat berbeda, yakni landak berduri [Erinaceinae], serta gymnure dan tikus bulan [Galericinae] yang berbulu lembut hingga kaku.

Mereka juga memiliki habitat berbeda. Landak tersebar di seluruh gurun, stepa, sabana, dan hutan beriklim sedang di Afrika dan Eurasia. Sementara gymnure dan tikus bulan yang masih ada, terbatas di Asia Timur Tropis dan subtropis Tiongkok Selatan-Vietnam, hutan yang selalu hijau.

“Namun, sebaran Galericinae yang ada saat ini masih bersifat peninggalan, karena bukti fosil mendukung sebaran Miosen yang jauh lebih luas, termasuk Eropa, Asia barat daya dan tengah, serta Afrika Timur [Zijlstra dan Flynn 2015],” dalam penelitian Hinckley et al. [2023].

Baca: Trilobita, Kumbang Aneh Penghuni Hutan Pulau Bangka

 

Hylomys peguensis difoto di Distrik Wang Nam Khiao, Nakhon Ratchasima, Thailand. Foto: Charoenchai Tothaisong/CC BY-NC 4.0 DEED

 

Studi yang dilakukan para ilmuwan di Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian ini juga mengidentifikasi lima spesies baru landak berbulu lembut dari Asia Tenggara.

Penelitian yang diterbitkan dalam Zoological Journal of the Linnean Society edisi 21 Desember 2023 ini, menggunakan analisis DNA dan karakteristik fisik untuk mendeskripsikan dua spesies baru landak berbulu lembut [H. macarong dan H. vorax] dan mengangkat tiga subspesies ke tingkat spesies [H. dorsalis, H. max , dan H. peguensis].

“Dua spesies baru landak berbulu lembut tersebut, merupakan spesies endemik di Ekosistem Leuser yang terancam punah, yakni hutan hujan tropis di Sumatera Utara dan Vietnam Selatan,” dikutip dari situs resmi Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian.

Dari sumber yang sama, kelima spesies baru tersebut masuk dalam kelompok landak berbulu lembut yang disebut lesser gymnures [Hylomys] yang hidup di Asia Tenggara, yang sebelumnya hanya diwakili dua spesies yang diketahui.

Baca: Mengkubung yang Tak Lagi Nyaman di Hutan Bangka Belitung

 

Hylomys maxi terpantau di Bukit Fraser, Pahang, Malaysia. Foto: David Awcock via Smithsonian

 

Landak berbulu lembut atau gymnures adalah mamalia kecil yang merupakan anggota keluarga landak, tetapi seperti namanya, mereka berbulu, bukan berduri.

“Mamalia kecil ini aktif siang dan malam dan bersifat omnivora, kemungkinan besar memakan beragam serangga dan invertebrata lainnya serta beberapa buah jika ada peluang,” kata Arlo Hinckley, penulis utama penelitian tersebut.

Berdasarkan gaya hidup kerabat dekatnya dan observasi lapangan, landak ini kemungkinan besar bersarang di lubang dan berlindung sambil mencari makan di antara akar pohon, batang kayu tumbang, bebatuan, area berumput, semak belukar, dan serasah daun.

“Tetapi karena mereka masih kurang dipelajari, kita hanya bisa berspekulasi tentang rincian sejarah alami mereka,” lanjut Hinckley.

Uniknya, spesimen penting untuk mendeskripsikan kedua spesies baru ini berasal dari koleksi Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian dan Akademi Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Drexel di Philadelphia. Mereka disimpan di laci masing-masing selama 84 dan 62 tahun, sebelum diidentifikasi.

“Dengan menerapkan teknik genomik moderen seperti yang kami lakukan bertahun-tahun setelah landak pertama kali dikumpulkan, generasi berikutnya akan dapat mengidentifikasi lebih banyak spesies baru,” kata Hinckley.

Sebagai informasi, penelitian ini ikut meningkatkan jumlah spesies gymnure [Galericinae] dari enam menjadi 15, serta menantang pandangan tradisional yang menganggap gymnure yang masih ada sebagai subfamili yang kekurangan spesies, dibandingkan landak berduri yang relatif kaya spesies [Erinaceinae: 18 spesies].

Baca: Caecilian Billiton, Amfibi Endemik Belitung yang Ditemukan Kembali Setelah Lima Dekade

 

Hylomys dorsalis terlihat di alam liar di Gunung Murud, Sarawak, Kalimantan, Malaysia. Foto: Quentin Martinez via Smithsonian

 

Mirip tikus

Sedikit kesamaan antara mereka dengan landak berduri adalah mereka bukanlah hewan pengerat dan memiliki moncong lancip. Tanpa duri, landak berbulu lembut sekilas mirip perpaduan tikus dan tikus ekor pendek.

Sekilas, H. macarong terlihat imut, dengan tubuh mungil berukuran panjang sekitar 14 sentimeter [5,5 inci], dihiasi bulu cokelat tua, dan dinamai berdasarkan kata dalam Bahasa Vietnam untuk vampir [Ma cà rồng], karena jantan dari spesies tersebut memiliki gigi seri yang panjang seperti taring.

“Kegunaan taring tersebut belum bisa dipastikan, namun ukuran taring jantan yang lebih besar menunjukkan bahwa taring tersebut mempunyai peran dalam seleksi seksual,” kata Hinckley.

“Jantan juga memiliki tanda dada berwarna karat yang mungkin ternoda oleh kelenjar bau,” kata Hawkins, rekan penulis Hinckley dalam studi ini.

Sementara H. vorax, juga memiliki bulu berwarna cokelat tua tetapi sedikit lebih kecil dari H. macarong dengan panjang 12 sentimeter [4,7 inci]; ekornya benar-benar hitam, moncongnya sangat sempit dan hanya ditemukan di lereng Gunung Leuser di Sumatera Utara.

Baca: Riset: Tumbuhan Menjerit Ketika Stres, tapi Manusia Tidak Mendengarnya

 

Spesimen museum yang dipelajari para ilmuwan untuk mendeskripsikan spesies landak berbulu lembut baru Hylomys macarong. Foto: Katie Sayers/Smithsonian

 

Hinckley dan Hawkins memberi nama latin spesies ini H. vorax setelah penjelasan yang mencolok tentang perilakunya dari ahli mamologi Frederick Ulmer, yang mengumpulkan spesimen yang mengarah pada deskripsi spesies dalam ekspedisi ke Sumatera pada 1939.

Ulmer mendeskripsikan makhluk tersebut dalam catatan lapangannya, yang  mengidentifikasi sebagai sejenis tikus: “Mereka adalah binatang buas yang sering melahap seluruh umpan sebelum memasang perangkap. Kulit ham, kelapa, daging, dan kenari dimakan. Seekor tikus melahap sebagian umpan kepala ayam dari perangkap baja sebelum terjebak dalam perangkap Schuyler di dekatnya yang diberi umpan kulit ham.”

Tiga spesies baru lainnya, yang sebelumnya dianggap sebagai subspesies Hylomys suillus, namun semuanya menunjukkan perbedaan genetik dan fisik yang memadai sehingga layak untuk ditingkatkan menjadi spesies tersendiri. Mereka diberi nama H. ​​dorsalis, H. maxi dan H. peguensis.

H. dorsalis yang berasal dari pegunungan Kalimantan Utara memiliki garis gelap mencolok dimulai dari atas kepala dan membagi dua punggungnya sebelum memudar di sekitar bagian tengah tubuh. Ukurannya hampir sama dengan H. macarong.

H. maxi juga termasuk dalam spesies landak berbulu lembut baru dengan ukuran 14 sentimeter [5,5 inci]. Spesies ini ditemukan di daerah pegunungan di Semenanjung Malaya dan Sumatera.

Sementara H. peguensis lebih kecil, berukuran 13 sentimeter [5,1 inci], dan ditemukan di banyak negara di daratan Asia Tenggara, khususnya Thailand, Laos dan Myanmar.

“Bulunya berwarna sedikit lebih kuning dibandingkan spesies baru lainnya,” lanjut Hawkins.

Baca: Ular Langka Endemik Bromo Ini Ditemukan Kembali

 

Spesimen museum yang dipelajari para ilmuwan untuk mendeskripsikan spesies landak berbulu lembut baru Hylomys vorax. Foto: Katie Sayers/Smithsonian

 

Menjaga lanskap Bukit Barisan Sumatera

Penelitian ini mengisyaratkan pentingnya upaya konservasi serta studi lanjutan terkait keanekaragaman hayati di lanskap pegunungan Bukit Barisan Sumatera, yang membentang sepanjang 1.650 kilometer dari ujung utara sampai ujung selatan di Pulau Sumatera.

“Temuan kami mendukung Sumatera bagian utara dan Annam Selatan [Vietnam] sebagai pusat endemisitas lokal, dan menunjukkan perlunya survei mamalia kecil tambahan di sepanjang Bukit Barisan Sumatera,” tulis penelitian itu.

Dijelaskan dalam penelitian, zona biogeografi pegunungan ‘utara’ dan ‘tengah’ di Sumatera, masing-masing merupakan rumah bagi endemik dataran tinggi [H. vorax dan H. parvus].

“Survei tambahan di zona pegunungan biogeografis ‘utara-tengah’ dan ‘selatan’ di Sumatera mungkin akan mengungkap spesies baru Hylomys, seperti yang baru-baru ini ditunjukkan pada vertebrata kecil lainnya,” lanjutnya.

Baca: Ketika Amfibi di Bumi Menuju Jurang Kepunahan

 

Daniel Hinckley saat melakukan penelitian di wilayah Leuser. Foto: Dok. Daniel Hinckley via Smithsoian

 

Penemuan Hylomys vorax menjadikan jumlah mamalia endemik dari Sumatera bagian utara [utara Danau Toba] menjadi tujuh atau delapan, termasuk satu tupai terbang [Hylopetes winstoni], satu tikus [Rattus hoogerwerfi], tiga primata [Pongo abelli], Presbytis thomasi dan Nycticebus hilleri, serta satu kelelawar [Mormopterus doriae]. Spesies Rattus blangorum juga endemik di Sumatera bagian utara [digambarkan dari lereng tengah Gunung Leuser.

“Spesies endemik ini tercatat berada di dataran menengah dan tinggi [1.200 mdpl: H. winstoni, 1.500-3.400 mdpl; P. thomasi, 2.134-2.835 mdpl; H. vorax dan R. hoogerwerfi], namun juga tersebar di dataran rendah [P .abelli, N. hilleri, dan M. doriae],” tulis penelitian itu.

Sementara bagi Hylomys [landak berbulu lembut], pemodelan relung lingkungan penting untuk memperhatikan keberagaman relung, karena beberapa spesies hidup di dataran tinggi [H. vorax dan H. parvus], tinggi hingga menengah [H. dorsalis, H. suillus, dan H. macarong], dan lainnya memiliki rentang ketinggian yang luas hingga mencakup dataran rendah [H. peguensis dan H. maxi].

“Revisi taksonomi ini juga akan mempunyai implikasi konservasi yang penting karena semakin terbatasnya wilayah sebaran sebagian besar spesies Hylomys, khususnya H. parvus, H. vorax, dan H. macarong, yang dianggap mewakili spesies endemik dengan wilayah jelajah sempit yang dapat terancam oleh hilangnya habitat dan atau perubahan iklim,” tulisnya.

Di sisi lain, menjaga ketiga spesies endemik ini sama dengan melindungi satwa langka atau terancam punah seperti harimau sumatera, badak sumatera, tapir malaya, siamang betis hitam [black-shanked douc], lutung annam, dan siamang pipi kuning.

“Ketiga spesies endemik ini dapat mewakili spesies payung yang optimal, dengan menjaga habitat mereka [dataran tinggi di Ekosistem Leuser dan Gunung Kerinci serta hutan di Vietnam bagian selatan],” lanjutnya.

Tidak hanya itu, dengan melindungi Taman Nasional Leuser dan Kerinci Seblat dari pembangunan jalan dan penggundulan hutan, juga ikut memberikan manfaat bagi sekitar 6-7 juta orang, melalui jasa ekosistem penting, seperti pasokan air, pencegahan banjir, dan pariwisata [Van Beukering dkk. 2003, Lubis dkk. 2020].

“Selain itu, nilai ekonomi total dari jasa yang diberikan oleh Ekosistem Leuser yang utuh diperkirakan akan lebih besar dibandingkan dengan nilai ekonomi yang dihasilkan dari penebangan dan pertanian selama periode 30 tahun [Van Beukering dkk. 2003],” lanjutnya.

Mendeskripsikan spesies baru dan memperluas pemahaman ilmiah umat manusia tentang alam, dapat menjadi alat untuk meningkatkan konservasi di habitat yang terancam seperti Ekosistem Leuser di Sumatera Utara.

“Studi semacam ini dapat membantu pemerintah dan organisasi membuat pilihan mengenai prioritas pendanaan konservasi untuk memaksimalkan keanekaragaman hayati,” kata Hinckley.

 

Referensi jurnal:

Hinckley, A., Camacho-Sanchez, M., Chua, M. A. H., Ruedi, M., Lunde, D., Maldonado, J. E., Omar, H., Leonard, J. A., & Hawkins, M. T. R. (2023). An integrative taxonomic revision of lesser gymnures (Eulipotyphla: Hylomys) reveals five new species and emerging patterns of local endemism in Tropical East Asia. Zoological Journal of the Linnean Society, zlad177. https://doi.org/10.1093/zoolinnean/zlad177

 

Exit mobile version