Mongabay.co.id

Ritual Tolak Bala Suku Bajo Torosiaje: Kearifan Lokal Menolak Bencana

 

 

Suku Bajo selama ini dikenal sebagai pengembara laut.

Di Pulau Sulawesi, dulunya mereka menetap di perahu dan berdiaspora di berbagai tempat; mulai Teluk Tomini, perairan laut Banggai, hingga Kepulauan Wakatobi.

Kini, mereka banyak menetap di pesisir dan pulau-pulau kecil sembari membangun kampung terapung, seperti di Torosiaje, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo.

Menariknya, untuk mencegah bencana datang, masyarakat Bajo di sini memiliki berbagai ritual tolak bala. Salah satunya tiba anca, untuk mengobati anggota masyarakat yang sakit keras atau sulit sembuh.

Ritual tolak bala Suku Bajo Torosiaje merupakan kekayaan budaya Indonesia. Tujuannya, menolak bencana yang berasal dari alam maupun manusia.

Baca: Nasib Suku Bajo, Pengembara Laut yang Dicap Pelaku Bom Ikan [Bagian 1]

 

Nelayan perempuan Suku Bajo Torosiaje yang handal melaut. Foto: Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Uniknya, selain di rumah maka lokasi ritual dilakukan juga di kawasan hutan mangrove, dekat perkampungan. Beberapa titik yang dijadikan tempat ritual, dikeramatkan oleh masyarakat.

“Tiba anca adalah bagian pengobatan untuk orang sakit yang sulit sembuh. Hutan tersebut dijadikan hutan larangan. Bisa dikatakan, ritual ini mampu menjaga hutan di Torosiaje karena masyarakat dilarang menebang mangrove,” ungkap Umar Pasandre, tokoh masyarakat bajo di Torosiaje, Kamis [11/1/2024].

Baca: Nasib Suku Bajo, Pengembara Laut yang Dicap Pelaku Bom Ikan [Bagian 2]

 

Masyarakat Suku Bajo Torosiaje sangan menjaga hutan mangrove mereka. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Kearifan lokal

Jalipati Tuheteru, koordinator lapangan Japesda [Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam] di Torosiaje, menjelaskan saat dilakukan survei keanekaragamana hayati melalui pengamatan dan pengambilan data lapangan, terdapat 31 jenis bakau di Torosiaje.

“Ritual tolak bala tersebut turut menjaga dan mengelola mangrove.”

Saat survei, ditemukan juga berbagai jenis burung air di hutan mangrove, seperti perling kumbang [Aplonis panayensis], pergam laut [Ducula bicolor], kuntul kerbau [Bubulcus ibis], dan dederuk merah [Streptopelia tranquebarica].

“Bagi masyarakat setempat, hutan mangrove juga menjadi sumber kehidupan karena terdapat kepiting bakau, teripang, kerang, dan ikan,” ujar Jali.

Baca: Timun Laut atau Teripang? Begini Sejarah dan Cara Membedakannya

 

Kepiting bakau [Scylla serrata], penghuni ekosistem hutan mangrove. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Keseimbangan

Sejauh ini, belum ditemukan penelitian mengenai ritual tiba anca pada masyarakat Bajo. Namun, studi mengenai ritual tolak bala Suku Bajo, yakni tiba pinah, diteliti oleh BRIN di Desa Kabalutan, Togean, Teluk Tomini, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah, yang diterbitkan di Jurnal Tradisi Lisan Nusantara, Agustus 2023.

Para peneliti mengungkapkan, ritual tolak bala ini diwariskan turun-temurun. Tujuannya, untuk keselamatan, kesejahteraaan, keseimbangan manusia dengan alam dan dirinya, serta manusia dengan sesama dan pencipta.

Baca juga: Nasionalisme Suku Bajo Merayakan Kemerdekaan Indonesia

 

Teripang, kekayaan hayati di wilayah mangrove. Foto: Fera Angelina/Mongabay Indonesia

 

Dalam studi lain berjudul Participation, not penalties: Community involvement and equitable governance contribute to more effective multiuse protected areas” [2022] yang dilakukan pada kawasan konservasi perairan di Indonesia, menunjukkan bagaimana peranan masyarakat adat dan masyarakat lokal mampu memperkuat keberhasilan melindungi kawasan konservasi.

Penelitian ini menunjukkan, jumlah biomassa di kawasan yang dirawat berkelanjutan oleh masyarakat adat, lebih besar dibandingkan dengan kawasan yang dikelola negara, yang mengandalkan hukuman untuk setiap pelanggaran.

 

7 Fakta Penting Mangrove yang Harus Anda Ketahui

 

Exit mobile version