Mongabay.co.id

Anjing Bukan Santapan 

 

Sekitar 30 juta anjing mati dibunuh secara brutal di seluruh Asia dan berakhir menjadi santapan manusia. Para pedagang mengambil mereka dari jalanan, mencuri hewan peliharaan, membelinya dari pemilik, dan sebagian lainnya berasal dari peternakan.

Menurut Humane Society International, anjing-anjing itu diperlakukan sangat tidak layak. Berdesakkan di dalam truk, mulut dan kaki diikat, dibawa berhari-hari tanpa makan dan minum. Mereka dibunuh dengan cara dipukul, disetrum, atau langsung ditenggelamkan ke dalam air mendidih.

Di awal Januari, sebuah truk yang mengangkut 226 ekor anjing disergap di jalan tol Semarang. Kuat dugaan ratusan anjing itu bakal disembelih untuk memenuhi permintaan penikmat daging anjing di kota Solo dan sekitarnya. Menurut laporan, penyergapan kali itu merupakan yang terbesar yang pernah ada. Sedikitnya 100 ekor anjing per hari dibantai untuk memenuhi hasrat pemakan daging anjing di kota Solo saja.

Solo bukan satu-satunya wilayah yang menjadikan anjing sebagai santapan. Di Tomohon, meski telah ada larangan menjual daging anjing dan kucing di pasar, namun daging satwa peliharaan ini masih bisa ditemukan. Sementara di Medan, daging anjing telah lama dikenal sebagai kuliner yang memiliki penggemar tersendiri. Daging anjing juga dijual secara terbuka di lapak daging yang mudah didapatkan.

baca : Menanti Indonesia Larang Perdagangan Daging Anjing dan Kucing

 

Anjing yang diselamatkan dari pasar ektrem Tomohon, dikirim ke Amerika. Foto: JAAN

 

Mirisnya, Indonesia menjadi salah satu negara yang disorot dunia terkait masih adanya perilaku menjadikan anjing sebagai santapan. Sedikitnya sekitar satu juta ekor anjing per tahun dibunuh di Indonesia.

Di China, daging anjing sebagai makanan dikenal luas dan telah menjadi tradisi. Tingkat konsumsinya tertinggi di dunia, yaitu sekitar 10 juta ekor per tahun. Negara lain yang tingkat konsumsinya tinggi adalah Vietnam, Korea Selatan, Kamboja,  Filipina, Thailand, Laos, dan India.

Namun mengonsumsi daging anjing bukan monopoli orang Asia. Di Afrika, praktik ini juga ditemukan sedikitnya di 20 negara, baik untuk ritual maupun kultural. Misalnya di Burkina Faso, Ghana, Liberia, Kamerun, Nigeria, juga Kongo.

Di Eropa, meski makan daging anjing dianggap tabu, namun sebagian orang-orang Swiss masih menghidangkannya di meja makan. Di Amerika, suku asli menganggap makan daging anjing sebagai bagian dari tradisi mereka.

baca juga : Akhirnya, Pasar Ekstrem Tomohon Dilarang Jual Anjing dan Kucing

 

Pasar ekstrem Tomohon mulai 21 Juli lalu dilarang jual anjing dan kucing. Foto: Riza Salman/ Mongabay Indonesia

 

Mengapa makan daging anjing dilarang?

Argumen yang kerap diajukan karena anjing sangat dekat dengan manusia. Anjing telah didomestifikasi dan tinggal bersama manusia sekitar 15 ribu hingga 40 ribu tahun lalu. Anjing adalah spesies pertama yang didomestifikasi.

Berbeda dengan binatang lain, anjing sangat loyal kepada tuannya. Anjing membalas kasih sayang yang diberikan tanpa syarat. Sebagai pendamping yang setia, binatang ini bisa memberi peringatan datangnya ancaman sehingga manusia terlepas dari mara bahaya. Mengonsumsi dagingnya dengan demikian dianggap tidak etis.

Dalam kehidupan manusia modern, anjing mengemban banyak tugas penting. Dia bisa membantu polisi mengendus narkotika, membuka kasus kriminal. Anjing kerap dipakai dalam misi pencarian korban bencana, juga menghibur pasien di rumah sakit. Dia bisa memandu orang dengan gangguan penglihatan, atau menjadi penjaga rumah yang awas.

Secara tradisional, anjing telah lama digunakan para penggembala untuk menjaga hewan ternak mereka. Peternak Australia memanfaatkan anjing gembala untuk menggiring biri-biri kembali ke kandang.

Di Indonesia, anjing menjadi teman berburu yang efektif. Suku Dayak Kenyah membawa anjing selama berburu. Masyarakat Minangkabau menggunakan anjing yang sudah dilatih untuk berburu babi hutan. Begitupun di Kampar, anjing dimanfaatkan untuk berburu babi hutan dan memberantas tikus yang menjadi musuh petani.

baca juga : Tradisi Konsumsi Anjing di Minahasa dan Ancaman Penyakitnya

 

Anjing-anjing setelah dibakar di pasar ekstrem Sulut. Foto: DMFI

 

Banyak suku di Papua yang menempatkan anjing dalam posisi khusus bahkan sakral. Misalnya suku Marind-Anim, Yapen, dan Botawa di Waropen menganggap anjing sebagai dewa. Mereka tidak makan daging anjing karena percaya anjing adalah leluhur. Saking berharganya anjing, beberapa suku di Papua menggunakan taring gigi anjing sebagai mas kawin dan denda adat.

Risiko kesehatan menjadi alasan pragmatis mengapa makan daging anjing dilarang. Perdagangan daging anjing erat kaitannya dengan merebaknya penyakit rabies, kolera, dan cacing gelang. Ketiganya menyebabkan dampak kesehatan mulai dari demam hingga kematian.

Pergerakan antar kota hingga antar pulau dari anjing dengan status kesehatan yang tidak diketahui menjadi penyebab mudahnya penyebaran rabies. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menyoroti kejadian merebaknya penyakit rabies di Indonesia antara lain disebabkan perdagangan daging anjing ini. (***)

 

Exit mobile version