Mongabay.co.id

Pokmaswas Petrando: Inspirasi Anak Muda Pelestari dan Pelopor Wisata Laut Lombok

 

Dari atas kapalnya, Herman mengawasi dengan seksama kapal tongkang pengangkut batubara yang sedang melintas di perairan Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada akhir Januari 2024 lalu. Herman ingin memastikan jalur kapal itu tidak melewati perairan dangkal yang penuh terumbu karang.

Dalam lima tahun terakhir, sudah tiga kali terjadi kapal menabrak terumbu karang. Di areal puluhan meter terumbu karang hancur berkeping karena terbentur kapal yang salah arah, terhempas angin atau kandas.

Herman selalu menyelam memantau ketika terjadi peristiwa terumbu karang yang rusak dihantam kapal. Dia mengatakan hingga saat ini sangat sulit bagi terumbu karang yang terlanjur rusak itu untuk pulih kembali.

Hari itu, Herman yang merupakan sekretaris Kelompok Masyarakat Pengawas (Poksmawas) Petrando melakukan patroli rutin. Mengitari pulau-pulau kecil, Petagan, Bidara, Kondo (Petrando) hingga ke arah Gili (pulau) Sulat dan Gili Lawang. Kawasan pulau kecil yang masuk kawasan Selat Alas ini merupakan kawasan konservasi laut, kawasan wisata, tapi sekaligus juga dekat dengan jalur pelayaran penyeberangan dari Labuhan Kayangan (Pulau Lombok) ke Pelabuhan Pototano (Pulau Sumbawa).

Selain itu, di kawasan ini terdapat dua Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang membutuhkan batubara. Tak jauh dari tempat patroli terdapat kawasan budidaya mutiara, di pesisir pantai berderet tambak udang. Kawasan perairan ini menjadi semakin rentan oleh berbagai aktivitas itu.

baca : Polres Sikka Proses Hukum Tiga Pelaku Penangkapan Ikan Merusak yang Masih Marak Terjadi

 

Herman dari Pokmaswas Petarando mengawasi kapal tongkat yang melintas di perairan Petarando, Kecamatan Sambelia, Lombok Timur, NTB, agar tidak melewati jalur dangkal dan banyak terumbu karang. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Herman lahir dan besar di pesisir Desa Padak Guar, Kecamatan Sambelia, daerah pesisir timur laut Pulau Lombok. Sambelia diberkahi laut yang sehat dengan lima pulau kecil (gili) menjadi tempat pemijahan dan berkembang biak alami ikan. Dari seluruh kawasan perairan di Lombok, kawasan pulau-pulau kecil di Sambelia itulah tempat terumbu karang terluas. Karena air laut sangat jernih, mudah melihat ikan dan terumbu karang dari atas perahu.

Awalnya para nelayan menangkap ikan dengan pancing dan jaring. Karena ingin instan menangkap lebih banyak ikan, mereka mulai menggunakan potasium, pukat, lalu mencoba bom ikan. Awalnya satu dua, lama kelamaan, semakin banyak pelaku pengeboman ikan.

“Saya sering mendengar suara bom ikan,’’ kata Herman.

Hasilnya memang lebih cepat dan lebih banyak, tapi dampaknya membuat Herman miris. Ikan-ikan kecil mati. Paling menyayat hati, terumbu karang rusak parah dan perlahan mati. Saat yang sama, masih ada warga pesisir yang mengambil terumbu karang untuk pembuatan kapur tembok.

Saat itu, perairan yang kemudian dikenal dengan akronim Petarando itu sudah dikenal oleh wisatawan. Beberapa wisatawan dari mancanegara pun biasa singgah di pulau-pulau kecil. Snorkeling, diving, atau sekadar berenang dan berjemur. Herman pun mulai mencoba jasa mengantarkan tamu menggunakan perahu. Herman juga memiliki sertifikat penyelam. Dia kerap membawa tamu. Tapi sayang, aktivitas pengeboman itu masih saja terjadi.

“Saat itulah kami mulai patroli,’’ katanya.

Patroli itu bukannya tanpa risiko. Herman harus berhadapan dengan nelayan yang membawa bom aktif. Herman dan teman-temannya yang patroli kadang sampai kejar-kejaran. Jika bertemu langsung, sering bersitegang.

baca juga : Air Semakin Dekat, Ikan Semakin Jauh : Dampak Perubahan Iklim di Pesisir Lombok (2)

 

Seorang anggota Pokmaswas Petarando mengawasi seorang nelayan yang sedang menangkap ikan di perairan di Kecamatan Sambelia, Lombok Timur, NTB. Foto : Facebook Pokmaswas Petarando

 

Anak-anak muda yang mulai menikmati berkah keindahan perairan Petarando mulai menggalang kekuatan. Mereka semakin sering berkumpul. Berkomunikasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), termasuk juga dengan aparat. Mereka mendapat dukungan. Pada tanggal 28 Oktober 2014, mereka meresmikan kelompok ini. Dua tahun kemudian, barulah resmi menjadi Pokmaswas Petrando setelah disahkan oleh DKP Provinsi NTB pada 1 Maret 2016. Tapi jauh sebelum peresmian ini, anak-anak muda di kawasan Petrando ini sudah aktif patroli atas inisiatif sendiri.

 

Kampanye dan Aksi Lingkungan

Anggota Pokmaswas Petrando yang semuanya anak-anak millennial dan Generasi Z cepat beradaptasi dengan perubahan. Ketika kawasan Petrando semakin dikenal luas sebagai salah satu destinasi wisata, Pokmaswas ini bertransformasi menjadi Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).

Keberadaan mereka pun diakui oleh Dinas Pariwisata. Kesadaran ini diikuti dengan meningkatan kapasitas anggota. Herman sendiri kini sudah memegang lisensi dive master. Anggota Pokmawas Petrando lainnya juga menjadi pemandu wisata selam, snorkeling, pemandu ekowisata dan geowisata. Mereka aktif mengikuti pelatihan dan juga memfasilitasi pelatihan.

“Kalau ada kegiatan positif lingkungan dan pariwisata, kami selalu fasilitasi,’’ kata Herman.

Kini kelompok ini memiliki sekretariat yang sekaligus menjadi ruang pertemuan yang dibangun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).  Termasuk juga kapal patroli dan beberapa perlengkapan didukung oleh KKP dan NGO.

Di media sosial, Pokmaswas Petrando aktif melaporkan kegiatannya. Herman juga sering melakukan live di media sosial ketika melakukan patroli. Kegiatan ini dilakukan agar masyarakat tahu kegiatan mereka, termasuk juga menggugah kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian laut dari aktivitas destructive fishing.

Berkat media sosial ini, akhirnya Pokmaswas dan Pokdarwis Petrando semakin dikenal luas. Kegiatan pariwisata di Sambelia pun semakin berkembang.

baca juga : Mungkinkah Prinsip Ekowisata Diterapkan di Gili Tramena?

 

Rombongan wisatawan menikmati snorkeling di sekitar perairan Gili Bidara – Gili Petagan dengan diawasi oleh anggota Pokmaswas Petarando. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Selain aktif di media sosial, Pokmaswas Petrando juga aktif dalam kegiatan konservasi. Beberapa titik snorkeling yang rusak, direhabilitasi dengan transplantasi terumbu karang. Kegiatan ini berkerjasama dengan berbagai mitra. Mereka juga aktif melakukan pembibitan dan penanaman mangrove. Sehingga kapan pun ada relawan dan wisatawan yang mau menanam mangrove sudah tersedia.

Mereka juga aktif dalam berbagai kegiatan nasional dan internasional. Misalnya pada pertengahan 2023, sejumlah pakar geowisata dari berbagai negara datang ke kawasan Petrando. Selain liburan, mereka juga mempelajari potensi ekowisata di Petrando.

Herman dipercaya sebagai koordinator lapangan saat kegiatan mengelilingi pulau-pulau di kawasan itu. Dia memberikan pelajaran singkat tentang menyelam dan berbagai jenis mangrove dan terumbu karang di kawasan Petrando dan Sulat-Lawang.

“Kami senang dengan kegiatan edukasi karena kami juga banyak belajar,’’ katanya.

Karena keaktifan Pokmaswas Petrando ini, KKP memberikan penghargaan Pokmaswas Teladan pada akhir 2023. Menyusul di posisi kedua Pokmaswas Sumberkima Bali, dan posisi ketiga Pokmaswas Panglima Tengkayu Kalimantan Utara.

“Penghargaan ini menjadi penyemangat dan pengingat kami agar terus berusaha terbaik untu lingkungan,’’ katanya.

baca juga : Cerita Amir, Pengebom Ikan yang Jadi Pelestari Terumbu Karang

 

Seorang penyelam sedang menikmati keindahan bawah laut di perairan di Kecamatan Sambelia, Lombok Timur, NTB. Foto : Facebook Pokmaswas Petarando

 

Dampak Lingkungan dan Ekonomi

Manajer Pemasaran dan Ekonomi Kreatif Rinjani Lombok UNESCO Global Geopark, Roaetun Nabiya mengatakan, kiprah Pokmaswas Petrando sudah diakui oleh masyarakat dan pemerintah. Kiprah mereka menjaga lingkungan terlihat dari keberhasilan menekan destructive fishing, sekaligus mendorong tumbuhnya ekowisata di Sambelia. Termasuk perkembangan wisatawan di pesisir Padak Guar yang menjadi salah satu lokasi penyeberangan ke Petrando.

“Sebagai orang Sambelia juga, sudah lama saya tahu kiprah Pokmaswas Petarando,’’ kata Nabiya, Rabu (31/01/2024).

Keberhasilan aktivitas wisata bahari Pokmaswas Petrando memicu munculnya usaha lain seperti penginapan, rumah makan, jasa penyeberangan, dan usaha kecil lainnya. Jika dulu hanya beberapa perahu untuk melayani wisatawan keliling pulau kecil, sekarang sudah ada puluhan perahu.

“Dulu tidak seramai sekarang, ini menunjukkan laut yang terjaga akan mendatangkan wisatawan dan memicu tumbuhnya ekonomi, dan di sana ada peran teman-teman Pokmaswas,’’ katanya.

Rinjani Lombok UNESCO Global Geopark sudah beberapa kali bekerjasama dengan Pokmaswas Petrando. Salah satunya menyelenggarakan Geomarine Conservation Camp yang mengenalkan anak-anak muda generasi Z yang tinggal di daerah pegunungan atau yang tempat tinggal mereka jauh dari laut tentang ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.  “Ada yang baru pertama kali ke pulau kecil dan snorkeling,’’ pungkasnya. (***)

 

Anggota Pokmaswas Petarando berdiri di jembatan kayu di Gili Petagan di Kecamatan Sambelia, Lombok Timur, NTB, saat pelatihan kepemanduan wisata. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version