- Satpol Air Polres Sikka, Polda NTT mengamankan tiga pelaku penangkapan ikan merusak menggunakan bahan kimia di perairan Teluk Maumere, Selasa (30/5/2023). Ketiga pelaku beserta barang bukti diamankan Polres Sikka dan berkas perkara sudah dirampungkan serta sedang diteliti Kejaksaan Negeri Sikka
- Ketiga pelaku menggunakan bahan kimia Dupont Lannate yang mengandung Methomil dengan ikan yang sudah dihaluskan lalu menebarkannya ke laut, kemudian mengambil ikan yang mati.
- Penggunaan racun berbahan kimia dapat mematikan zooxanthella hewan penyusun karang sehingga karang menjadi berubah warna yang akhirnya mati serta ikan lainnya yang tidak menjadi target ikut mati
- Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sikka menyebutkan, pemerintah kabupaten dan kota tidak memiliki kewenangan pengelolaan dan pengawasan laut termasuk mengawasi praktek perikanan merusak. Meski begitu, nelayan hampir setiap hari dihimbau untuk menggunakan alat tangkap ramah lingkungan
Polres Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) menangkap tiga orang tersangka yang melakukan penangkapan ikan menggunakan bahan kimia saat melakukan aktifitasnya di perairan Kelurahan Kota Uneng, Maumere, Kabupaten Sikka.
“Kami telah mengamankan tiga orang tersangka pelaku penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia jenis metomil,” kata Wakapolres Sikka Kompol Ruliyanto Junaedi Putera Pahroen saat konferensi pers, Senin (19/6/2023). Ketiga tersangka yakni berinisial UD (18), ARD (19) dan MLE (23).
Dari tersangka UD, penyidik menahan sejumlah barang bukti berupa sebungkus bubuk kimia Dupont Lannate dengan tulisan berat 100 gram, dan sebungkus plastik berwarna biru yang diduga berisikan campuran ikan yang sudah dihaluskan dengan bubuk Dupont Lannate.
Serta dua ekor ikan ketamba (Lethrinus nebulosus), sebuah sampan berwarna merah hijau dan satu dayung dengan warna asli kayu.
“Dari tersangka ARD diamankan barang bukti berupa tiga ekor ikan ketamba, sebuah sampan berwarna biru dan satu alat dayung warna bercak hijau,” jelasnya.
Ruliyanto mengatakan pelaku menggunakan bubuk kimia Dupont Lannate yang mudah diperoleh dan dicampur umpan ikan kemudian disebar di titik penangkapan ikan. Ia tegaskan, aktifitas ini berbahaya untuk ikan dan biota laut di wilayah tersebut.
baca : Pelaku Pengeboman Ikan di Perairan NTT Kembali Ditangkap. Kenapa Masih Terjadi?
Wakapolres katakan, penyidikan sudah dilakukan dengan memeriksa saksi-saksi, mengirim barang bukti ke laboratorium forensik di Bali. Hasilnya, barang bukti positif mengandung bahan kimia Methomil.
“Barang bukti juga sudah disita, ketiga tersangka sudah ditahan dan berkas perkara dirampungkan. Berkasnya saat ini sudah pada tahap satu untuk diteliti pihak Kejaksaan Negeri Sikka.Selanjutnya penyidik menunggu hasilnya,” ungkapnya.
Ketiga tersangka bakal dijerat dengan pasal penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia di wilayah pengelolaan perairan RI sesuai pasal 84 ayat (1) UU No.31/2009 tentang Perikanan jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman penjara selama-lamanya enam tahun penjara.
Merusak Fungsi Ekosistem
Ketua Prodi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Teknologi Pangan, Pertanian dan Perikanan Universitas Nusa Nipa (Unipa) Indonesia, Yohanes Don Bosco Minggo mengatakan kegiatan destructive fishing di Kabupaten Sikka, NTT sangat marak terjadi.
Rikson sapaannya menyebutkan, kegiatan tersebut sangat bertentangan dengan UU No.45/2009 tentang Perubahan Atas UU No.31/2004 tentang Perikanan.
Lanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.114/2019, kegiatan destructive fishing adalah kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan, alat atau cara yang merusak sumberdaya ikan maupun lingkungannya, seperti menggunakan bahan peledak, bahan beracun, strum dan alat tangkap lainnya yang tidak ramah lingkungan.
“Menurut FAO, istilah ini mengacu pada penggunaan alat tangkap dengan cara atau di tempat-tempat sedemikian rupa sehingga satu atau lebih komponen kunci dari suatu ekosistem dilenyapkan, dihancurkan atau tidak lagi dapat menyediakan fungsi ekosistem yang penting,” jelasnya.
baca juga : Polairud Polda NTT Tangkap Pelaku Bom Ikan di Lembata. Kenapa Kian Marak?
Rikson katakan penangkapan ikan yang merusak mengacu pada penggunaan alat dan atau praktik yang menimbulkan risiko tinggi kerusakan lokal atau global pada populasi target, spesies terkait.
Sebutnya, penggunaan racun berbahan kimia dapat mematikan zooxanthella hewan penyusun karang sehingga karang menjadi berubah warna yang akhirnya mati serta ikan lainnya yang tidak menjadi target ikut mati.
“Penangkapan dengan cara ini dapat menyebabkan kepunahan jenis-jenis ikan karang, misalnya ikan hias, kerapu dan sebagainya,” ucapnya.
Rikson jelaskan,secara umum, maraknya destructive fishing disebabkan oleh beberapa faktor yakni rentang kendali dan luasnya wilayah pengawasan tidak seimbang dengan kemampuan tenaga pengawas perikanan dan kelautan yang ada saat ini.
Selain itu, terbatasnya sarana dan armada pengawasan di laut serta lemahnya kemampuan SDM Nelayan Indonesia dan banyaknya kalangan pengusaha bermental pemburu rente ekonomi.
“Masih lemahnya penegakan hukum serta koordinasi dan komitmen antar aparat penegak hukum,” tuturnya.
baca juga : Polda NTT Tangkap Pemasok Bahan Bom dan Pelaku Pengeboman Ikan, Bagaimana Selanjutnya?
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sikka Paulus Hilarius Bangkur menyayangkan tindakan nelayan.
“Setiap hari mereka minta tanda tangan rekomendasi membeli bahan bakar di kami, selalu kami ingatkan agar menggunakan alat tangkap ramah lingkungan,” ucapnya.
Paulus jelaskan, dalam UU No.23/2014 tentang Pemerintah Daerah, kabupaten dan kota hanya diberi kewenangan pembinaan nelayan kecil di bawah 5 GT dan pembudidaya ikan kecil.
Terkait dengan pengawasan kelautan dan sumber daya perikanan kewenangannya ada di provinsi untuk 0-12 mil dan pemerintah pusat di atas 12 mil. Kewenangan diikuti dengan pengelolaan.
“Pelaku harus diproses hukum agar ada efek jera bagi orang lain,” pungkasnya.