Mongabay.co.id

Riset: Orangutan Sembuhkan Luka dengan Ekstrak Daun Ini

 

 

Sejumlah penelitian menyebutkan, DNA orangutan sebanyak 97 persen mirip dengan manusia. Salah satu perilaku orangutan yang sama dengan manusia adalah menyembuhkan dirinya ketika terluka.

Ini seperti dilakukan orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus], yang menggunakan tanaman obat ketika dirinya terluka. Sejauh ini, studi tentang primata yang bisa menyembuhkan lukanya sendiri menggunakan tanaman masih terbatas dilakukan di Afrika.

Sebuah penelitian berjudul “Self-medication by orang-utans [Pongo pygmaeus] using bioactive properties of Dracaena cantleyi” di jurnal Scientific Reports edisi 30 November 2017, menjelaskan bahwa orangutan mampu menyembuhkan lukanya menggunakan daun tanaman bernama ilmiah Dracaena cantleyi.

Riset dilakukan di Laboratorium Alam Hutan Rawa Gambut di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah, sejak 2003 dengan mengumpulkan data sebanyak 20 ribu jam pengamatan.

Salah satu orangutan betina yang diamati bernama “Indy”, sedang mengunyah daun untuk menghasilkan busa berwarna putih. Busa ini kemudian digosokkan ke lengan kiri atas selama kurang lebih 7 menit dan daunnya tidak pernah ditelan.

Helen Morrogh-Bernard, co-director Borneo Nature Foundation dan penulis utama laporan  menjelaskan, mereka yakin orangutan betina menggunakan tanaman ini untuk meredakan nyeri otot dan persendian akibat beban ekstra saat menggendong bayinya, ketika manjat pohon ke pohon di kanopi hutan.

Temuan ini sekaligus menyoroti pentingnya hutan tropis sebagai tanaman obat, meski penelitian lebih lanjut tentang penggunaan praktis tanaman masih diperlukan.

“Hal ini juga membuka pertanyaan tentang tanaman apa lagi yang mungkin digunakan orangutan untuk tujuan pengobatan, topik yang masih sangat sedikit kita ketahui,” ungkap Helen.

Baca: Lebih Dekat dengan Orangutan Kalimantan

 

Orangutan kalimantan ini berada di lahan gambut di Taman Nasional Sebangau. Menyembuhkan luka menggunakan ekstrak daun merupakan perilaku luar biasa orangutan kalimantan ini. Foto: Dok. Borneo Nature Foundation [BNF]/BTNS

 

Analisis kimia ekstrak daun

Selain memperhatikan perilaku orangutan kalimantan, para peneliti juga melakukan analisis kimiawi terhadap ekstrak daun Dracaena cantleyi. Hasilnya, sifat-sifat tanaman ini ternyata konsisten dengan hipotesis bahwa menggosok bulu adalah bentuk pengobatan sendiri yang digunakan untuk mengobati peradangan sendi dan otot.

Daun ini juga, ternyata sering digunakan penduduk setempat untuk tujuan yang sama. Menurut para peneliti, hal ini juga terjadi pada penggunaan jenis tanaman Vernonia amygdalina oleh simpanse di Tanzania Barat, yaitu penduduk asli menggunakannya untuk pengobatan parasit dan sakit perut.

Dalam jurnal dijelaskan, metabolit sekunder saponin yang terdapat dalam daun Dracaena cantleyi menghasilkan busa ketika berada dalam larutan air. Hal ini memungkinkan orangutan membuat busa dengan mengunyah, sehingga lebih mudah untuk menggosokkan senyawa tersebut ke bagian tubuh yang sakit.

Saponin ditemukan pada banyak tanaman berbunga, tetapi sangat melimpah pada monokotil. Senyawa ini paling banyak ditemukan pada jenis Dioscoreales, Asparagales, dan beberapa taksa Liliales. Namun, saponin bersifat racun bagi beberapa hewan dan cenderung tidak dapat dimakan, serta memiliki sifat antiherbivora yang kuat.

Hal ini menarik karena orangutan tahan dengan rasa pahit untuk mengunyah daunnya, tetapi tidak menelan.

“Pengolesan anggota tubuh dapat memberikan manfaat anti-inflamasi pada orangutan. Hal ini juga mendukung alasan yang diberikan masyarakat adat setempat untuk menggunakan tanaman ini,” tulis para peneliti.

Fakta bahwa masyarakat lokal menggunakan daun yang dihancurkan untuk mengatasi nyeri otot dan persendian semakin mendukung konsep bahwa orangutan akan menggunakannya untuk mengatasi masalah yang sama.

Masyarakat adat lokal di Kalimantan, misalnya, menggunakannya untuk mengobati rasa sakit di lengan mereka, untuk nyeri otot dan nyeri tulang, serta pembengkakan.

“Kami menyimpulkan bahwa adanya sifat anti-inflamasi pada Dracaena cantleyi dan cara spesifik penggunaan tanaman ini, menjadi argumen kuat bahwa orangutan mempraktikkan bentuk pengobatan sendiri,” ungkap para peneliti.

Baca juga: Studi: Deforestasi Ancaman Serius Kehidupan Orangutan Kalimantan

 

Tumbuhan Dracaena cantleyi yang digunakan orangutan kalimantan untuk menyembuhkan lukanya. Foto: Mokkie/Wikimedia Commons/CC 3.0

 

Orangutan di Sebangau

Abdul Azis, Koordinator Orangutan di Borneo Nature Foundation [BNF] kepada Mongabay Indonesia mengatakan, keberadaan orangutan di Sebangau mengalami peningkatan populasi. Untuk mengetahui terjadi peningkatan, tim peneliti dari BNF menghitungnya dengan cara melakukan survei sarang orangutan secara jangka panjang. Survei ini mampu melihat semua individu orangutan.

Dari survei sarang juga, para peneliti bisa memetakan tren populasi dan menilai dampak gangguan terhadap orangutan, seperti pembalakan liar, hilangnya habitat, dan kebakaran hutan.

“Area penelitian kami di Sebangau, di LAHG [Laboratorium Alam Hutan Gambut]. Di sini, terjadi peningkatan populasi, sejak 2017-2023 terdapat 7 betina yang punya anak baru. Untuk ancaman saat ini adalah kebakaran hutan,” ungkapnya, Jumat [9/2/2024].

Secara administratif kawasan Taman Nasional Sebangau terletak di tiga wilayah di Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu Kota Palangka Raya, Kabupaten Katingan, dan Kabupaten Pulang Pisau. Sebelum menjadi Taman Nasional, kawasan Sebangau adalah kawasan HPH yang aktif awal 1970-an hingga pertengahan 1990-an.

Pada 19 Oktober 2004, kawasan ini ditetapkan sebagai Taman Nasional Sebangau berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.SK.423/Kpts-II/2004 dengan luas sekitar 568.700 hektare.

 

Usia 40 Tahun, Orangutan Kalimantan Ini Melahirkan Bayi Keempat

 

Exit mobile version