Mongabay.co.id

Studi: Tidak Hanya di Tanah dan Perairan, Mikroplastik juga Ditemukan di Air Awan

 

Diantara tahun 1950an hingga 2015, manusia telah menghasilkan 6,3 miliar metrik ton sampah plastik. Jika berdasarkan tren saat ini, jumlah tersebut diperkirakan akan melonjak hingga 26 miliar metrik ton pada tahun 2050. Dikarenakan aktivitas antroposentrik inilah, limbah dan cemaran plastik saat ini dapat ditemukan dimana-mana.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa partikel mikroplastik, -partikel berukuran kurang dari 5 milimeter berukuran sangat kecil, tidak saja ditemukan di perairan terpencil seperti Arktik dan Antartika, namun juga ditermukan di tanah, tempat tumbuhnya sayuran dan buah-buahan.

Mikroplastik juga ditemukan di organ dalam satwa liar, termasuk manusia. Para ilmuwan bahkan telah mendeteksi adanya plastik dalam darah, otak, dan plasenta manusia.

Lebih jauh, semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa mikroplastik dapat terbawa ke atmosfer oleh angin dan buliran air laut, lalu jatuh dari langit dalam bentuk hujan.

Studi baru yang diterbitkan di Environmental Chemistry Letters partikel mikroplastik ditemukan di udara. Dalam penelitian ini, para peneliti mengumpulkan sampel air tawar dari puncak pegunungan tinggi di Jepang, termasuk puncak Gunung Fuji.

 

 

Temuan ini membuat para ilmuwan berpendapat bahwa mikroplastik di dataran tinggi dapat mempengaruhi pembentukan awan dan oleh karena itu mengubah iklim. Meski, mereka tidak lebih jauh menyelidiki kemungkinan-kemungkinan ini dalam penelitian tersebut.

Sampel air awan yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan perangkat kawat halus, yang lalu dianalisis melalui teknik pencitraan. Mereka mendeteksi adanya mikroplastik di air awan berdiameter antara 7,1 hingga 94,6 mikrometer, yang ukurannya hampir tidak terlihat atau bahkan tidak mungkin terlihat dengan mata telanjang.

Adapun sembilan jenis plastik berbeda terdeteksi, diantaranya: polyethylene, polypropylene dan polyethylene terephthalate. Material ini adalah jenis plastik yang umum digunakan untuk membuat botol minuman, tas belanja, mainan, dan pakaian sintetis.

Dari setiap liter air awan yang diperiksa, peneliti menjumpai kandungan antara 6,7 dan 13,9 mikroplastik. Angka-angka ini mungkin masih lebih kecil dibanding angka sebenarnya, para peneliti berargumen beberapa partikel plastik kemungkingkinan terperangkap di kawat dan pipa perangkat pengumpul.

Para peneliti berpendapat bahwa beberapa awan mengandung lebih banyak mikroplastik dibandingkan awan lainnya, khususnya awan yang terbentuk di atas lautan.

“Ada kemungkinan mikroplastik laut tersebar ke atmosfer dan terbawa ke puncak Gunung Fuji,” kata peneliti utama Hiroshi Okochi, seorang profesor di Waseda University, kepada Mongabay melalui email.

Dia menambahkan, pengamatan timnya juga menunjukkan bahwa awan yang diperiksa mengandung konsentrasi polypropylene yang lebih tinggi ketika topan mendekat.

Lalu, bagaimana mikroplastik dapat berkontribusi dan mengubah pembentukan awan secara alami?

Plastik dikenal bersifat hidrofobik (menolak air), namun bisa berubah menjadi hidrofilik (menarik air) ketika sinar matahari mendegradasikannya, atau ketika bahan organik menempel pada permukaannya.

Ketika mikroplastik menjadi hidrofilik, para peneliti mengatakan bahwa mikroplastik mungkin bertindak sebagai “inti kondensasi awan”. Tetesan uap air terbentuk di sekitar partikel plastik kecil yang berkumpul membentuk awan. Kemungkinan bisa juga menjadi bagian dari “partikel inti” molekul yang membentuk kristal es di atmosfer.

Para peneliti menduga mikroplastik pembentuk awan ini dapat mempengaruhi iklim bumi, meski dampak yang ditimbulkannya masih belum diketahui secara pasti.

“Jika AMP [mikroplastik di udara] membentuk lebih banyak awan, maka mereka memantulkan lebih banyak sinar matahari. Ini disebut efek radiasi tidak langsung yang memberi efek mendinginkan bumi,,” jelas Okochi.

“Di sisi lain sinar ultraviolet yang kuat di atmosfer bagian atas akan mempercepat degradasi AMP, yang dapat melepas gas rumah kaca seperti metana dan karbon dioksida. Ini bakal berdampak pada pemanasan bumi,” tambahnya.

 

Penelitian telah menunjukkan bahwa partikel mikroplastik kecil mengotori lautan dan sungai di dunia, mulai dari Arktik dan Antartika. Mikroplastik terdapat di tanah tempat buah-buahan dan sayuran tumbuh, di organ dalam satwa liar, dan bahkan di darah, otak, dan plasenta manusia. Foto: Will Parson/Chesapeake Bay Program melalui Flickr (CC BY-NC 2.0).

 

Denise Mitrano, ahli kimia analitik lingkungan di ETH Zürich, yang tidak terlibat dalam penelitian ini menyebut penelitian ini telah menyajikan “kumpulan data unik” yang akan mengisi kesenjangan data distribusi mikroplastik.

Namun dia mengatakan, kesimpulan penelitian tentang mikroplastik yang membentuk awan mungkin tidak sepenuhnya benar.

“Adanya mikroplastik di awan menunjukkan jika partikel-partikel tersebut terangkat bersama massa udara, namun tidak serta merta mempengaruhi proses pembentukan awan itu sendiri,” ungkap Mitrano dalam sebuah pernyataan melalui email kepada Mongabay.

Dalam jurnal Nature Geoscience, Mitrano dan rekan penelitinya menyebut hanya mikroplastik dan nanoplastik (potongan plastik berukuran kurang dari 100 nanometer) yang berpotensi mempengaruhi pembentukan awan secara langsung.

Selain itu, mereka menyebut pembentukan awan bergantung pada beberapa faktor, diantaranya seberapa lapuknya plastik, dan apakah terdapat sejumlah besar plastik jika dibandingkan dengan partikel lain atau aerosol.

“Dalam sudut pandang kami, mikroplastik di atmosfer tidak akan berdampak secara keseluruhan terhadap iklim dari emisi gas rumah kaca. Namun, dalam beberapa kasus, nano dan mikroplastik dapat berdampak pada pembentukan awan dimana terdapat lebih sedikit aerosol di atmosfer, yang dapat mempengaruhi radiasi yang dipantulkan,” kata Mitrano.

Tulisan asli: Up in the air, study finds microplastics in high altitude cloud water. Artikel ini diterjemahkan oleh Akita Verselita

 

***

Foto utama: Awan di atas pegunungan di Jepang. Foto: Raita Futo melalui Flickr (CC BY 2.0).

 

Di Tengah Minimnya Data, Hentikan Polusi Mikroplastik di Laut jadi Tantangan Global

Exit mobile version