- Produksi plastik meningkat dari 2 juta metrik ton pada tahun 1950 menjadi lebih dari 400 juta metrik ton pada tahun 2020, dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2040.
- Triliunan partikel mikroplastik di lautan mengancam kehidupan laut, mulai dari ikan penyaring berukuran besar hingga plankton berukuran kecil.
- Polusi mikroplastik dapat memperburuk hilangnya oksigen di perairan laut. Pemanasan global membuat lautan menjadi lebih hangat, dan air yang lebih hangat mengandung lebih sedikit oksigen.
- Penelitian mikroplastik di lautan, menghadapi kendala, mulai dari sensivitas alat, ukuran jaring, dan ukuran pori filter yang digunakan dalam mengumpulkan sampel. Hingga resolusi instrumen yang digunakan untuk mendeteksi partikel dalam sampel.
Tulisan sebelumnya: Inilah Dampak Cemaran Mikroplastik untuk Plankton dan Penyerapan Karbon di Laut
Produksi plastik secara global meningkat dari 2 juta metrik ton pada tahun 1950 menjadi lebih dari 400 juta metrik ton pada tahun 2020, dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2040.
Dalam konteks ekologis, plastik yang berubah menjadi mikroplastik di lautan ini, dapat semakin memperburuk hilangnya kadar oksigen di perairan laut. Sains menyebut, telah terjadi penurunan tingkat oksigen di laut lebih dari dua persen sejak tahun 1960, yang diakibatkan oleh pemanasan global.
Perubahan iklim telah mengganggu arus laut dan meningkatkan stratifikasi laut, sehingga mencegah oksigen mencapai perairan yang lebih dalam. Penurunan kadar oksigen yang terus-menerus ini tentu dapat mengancam kemampuan biota laut untuk bernapas.
Masuknya mikroplastik ke lautan bisa membuat keadaan semakin buruk. Zooplankton yang memakan plastik menyebabkan makanan organiknya, yaitu fitoplankton dalam kondisi berlebih dalam rantai imakanan. Akibat penumpukan fitoplankton di permukaan laut, -pada saatmati, bahan organik berlebih ini mengkonsumsi oksigen saat terdekomposisi.
“Kadar oksigen lebih sensitif terhadap perubahan biologis dibandingkan konsentrasi karbon,” kata Karin Kvale, pemodel iklim di GNS Science Selandia Baru, “Namun hingga saat ini, kami belum dapat mengetahui seberapa signifikan dampak mikroplastik terhadap oksigen laut.”
Mencoba Hentikan Aliran Mikroplastik
Meski telah menjadi masalah global, namun hingga saat ini belum ada solusi jitu untuk menghentikan aliran polusi yang disebabkan oleh mikroplastik yang bermuara ke lautan lepas.
Beberapa proyek skala besar pengumpulan sampah plastik yang mengapung di permukaan air telah dikritik karena dampak emisi karbonnya. Juga karena menyebabkan organisme laut secara tidak sengaja terperangkap oleh alat pembersih tersebut. Besarnya skala biaya pembersihan yang diperlukan juga menjadi sangat besar.
Namun berpangku tangan juga bukan solusi. Harus ada yang dilakukan untuk memecahkan masalah ini.
“Kita telah mencapai titik di mana kita tidak dapat kembali lagi,” sebut Meredith Seeley, peneliti pascadoktoral yang mempelajari mikroplastik laut di National Institute of Standards and Technology di Maryland, AS.
Pada bulan Maret 2022, Majelis Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEA) membuat langkah maju perjanjian internasional yaitu menandatangani resolusi yang mengikat secara hukum untuk mengatasi polusi plastik di akhir tahun 2024.
Negosiasi yang saat ini sedang berlangsung, telah memasukkan secara eksplisit cara mengatasi polusi plastik di lingkungan perairan.
“Ini amat menggembirakan, dengan adanya mandat perjanjian plastik global, dimana para pihak telah sepakat untuk mempertimbangkan plastik di seluruh siklus kehidupan,” kata Presiden dan CEO Center for International Environmental Law, Carroll Muffett.
Namun, di sisi lain, sebagian pakar yang dihubungi Mongabay bersikap skeptis bahwa perjanjian ini akan benar-benar mampu mengurangi tingkat polusi plastik.
Negara-negara penghasil plastik besar seperti AS sejauh ini menolak perjanjian yang mengikat secara komprehensif. Mereka lebih menyukai kesepakatan sukarela dengan komitmen yang ditentukan secara nasional, ini mirip kejadian yang menghambat efektivitas Perjanjian Paris beberapa tahun lalu.
Terlepas dari kekhawatiran yang ada, perjanjian plastik UNEA ini tetap menghasilkan optimisme, kata Melanie Bergmann, ahli biologi di Alfred Wegener Institute di Jerman.
“Kami sudah mulai berbicara dampak plastik untuk kesehatan [manusia], dan kami juga berbicara tentang pembatasan produksi, Ini belum pernah terjadi beberapa tahun yang lalu.”
Negosiasi ini juga katanya dapat membawa perubahan besar dalam sikap industri terhadap desain dan produk yang mereka hasilkan.
“Negosiasi perjanjian ini memberi sinyal yang sangat kuat bagi pasar global plastik,” kata Muffett.
Meski diakui, kesepakatan internasional mengenai pengaturan plastik dan dampak mikroplastik mungkin tidak bisa dicapai dalam waktu dekat.
Pertanyaan yang Belum Terjawab
Pemahaman para ilmuwan tentang dampak mikroplastik terhadap ekosistem laut terkendala dua hal ini: 1) Perkiraan skala polusi mikroplastik global secara global, dan 2) Pengukuran dampak mikroplastik di dunia nyata.
Selama beberapa dekade terakhir, sejumlah peneliti telah berupaya menghitung jumlah partikel mikroplastik di kolom air, permukaan, dan dasar lautan di berbagai wilayah di dunia.
Namun metode ini menghadapi kendala. Mulai dari sensivitas alat yang digunakan, ukuran jaring, dan pori filter yang digunakan dalam mengumpulkan sampel. Hingga kepada masalah resolusi instrumen yang digunakan untuk mendeteksi partikel sampel.
Partikel mikroplastik yang dikumpulkan pun kadang berbeda diantara para ilmuwan, ini menyebabkan ketidakakuratan dalam perkiraan hasilnya.
“Tidak semua peneliti memiliki instrumen dan alat pengambilan sampel yang canggih dan berharga mahal,” jelas Bergmann.
Hal ini membuat perbandingan antar penelitian menjadi sulit, akibatnya perkiraan global tentang dampak polusi mikroplastik yang dapat diandalkan dikhawatirkan bias.
Ditambah lagi, masih ada hambatan dalam memahami interaksi diantara biota laut dan mikroplastik berdasar jenis plastik, bahan kimia tambahan yang dikandungnya, dan tekstur permukaan partikel. Padahal ada ribuan jenis plastik yang ada di lautan.
“Setiap [partikel] plastik di lautan bagaikan kepingan salju. Mereka sangat-sangat berbeda satu dengan yang lain,” kata Seeley.
Ditambah karena usia, ada yang telah terdegradasi, dan bercampur dengan polutan lain.
“Ada lebih dari 13.000 bahan kimia yang terkait dengan plastik, seperempat diantaranya tergolong berbahaya. Kandungan bahan aditif dalam suatu produk bisa lebih dari 60 persen,” jelas Bergmann.
Mikroplastik juga dapat mengikat dan membawa polutan lain, sehingga meningkatkan kompleksitas campuran kimianya.
“Dampak [mikroplastik] terhadap fitoplankton dan zooplankton adalah yang paling sedikit diteliti. Ini memerlukan pengamatan yang sangat cermat, mengingat pentingnya mengetahui tentang dampak tersebut terhadap ekosistem, ketahanan pangan, dan iklim global,” kata Muffett.
Tulisan asli: Microplastics pose risk to ocean plankton, climate, other key Earth systems. Artikel ini diterjemahkan oleh Akita Verselita.
Referensi:
Jambeck, J. R., Geyer, R., Wilcox, C., Siegler, T. R., Perryman, M., Andrady, A., … Law, K. L. (2015). Plastic waste inputs from land into the ocean. Science, 347(6223), 768-771. doi:10.1126/science.1260352
Eriksen, M., Cowger, W., Erdle, L. M., Coffin, S., Villarrubia-Gómez, P., Moore, C. J., … Wilcox, C. (2023). A growing plastic smog, now estimated to be over 170 trillion plastic particles afloat in the world’s oceans—Urgent solutions required. PLOS ONE, 18(3), e0281596. doi:10.1371/journal.pone.0281596
Wieczorek, A. M., Croot, P. L., Lombard, F., Sheahan, J. N., & Doyle, T. K. (2019). Microplastic ingestion by gelatinous zooplankton may lower efficiency of the biological pump. Environmental Science & Technology, 53(9), 5387-5395. doi:10.1021/acs.est.8b07174
Kvale, K., Hunt, C., James, A., & Koeve, W. (2023). Regionally disparate ecological responses to microplastic slowing of faecal pellets yields coherent carbon cycle response. Frontiers in Marine Science, 10. doi:10.3389/fmars.2023.1111838
Koeve, W., Kähler, P., & Oschlies, A. (2020). Does export production measure transient changes of the biological carbon pump’s feedback to the atmosphere under global warming? Geophysical Research Letters, 47(22). doi:10.1029/2020gl089928
Seeley, M. E., Song, B., Passie, R., & Hale, R. C. (2020). Microplastics affect sedimentary microbial communities and nitrogen cycling. Nature Communications, 11(1). doi:10.1038/s41467-020-16235-3
Kvale, K., Prowe, A. E., Chien, C., Landolfi, A., & Oschlies, A. (2021). Zooplankton grazing of microplastic can accelerate global loss of ocean oxygen. Nature Communications, 12(1). doi:10.1038/s41467-021-22554-w
Chemicals in Plastics: A Technical Report. (2023). Retrieved from United Nations Environment Programme website: https://www.unep.org/resources/report/chemicals-plastics-technical-report
***
Foto utama: Plastik membutuhkan waktu ribuan tahun untuk terurai sepenuhnya di lingkungan, namun seiring berjalannya waktu, potongan-potongan yang lebih besar terus terurai menjadi mikroplastik dan nanoplastik yang semakin kecil. Dok: Wolfram Burner melalui Flickr (CC BY-NC 2.0 DEED).