Mongabay.co.id

Membesarkan Potensi Perikanan Budi daya Tanah Air

 

Indonesia masih terus bekerja keras untuk menyamakan diri dengan negara maju yang sukses mengembangkan perikanan budi daya dengan modern, mandiri, dan berkelanjutan. Saat ini, berbagai upaya terus dilakukan untuk bisa mewujudkan target tersebut.

Demi mengejar kesetaraan dengan negara maju, Pemerintah Indonesia fokus untuk meningkatkan hasil produksi komoditas unggulan ekspor subsektor perikanan budi daya. Termasuk, dengan menjamin ketersediaan pakan ikan untuk kebutuhan kegiatan budi daya perikanan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono tidak mengelak jika Indonesia saat ini masih belum bisa menyamai kemampuan negara maju dalam mengembangkan perikanan budi daya. Sebabnya, karena Indonesia belum bisa menerapkan standar produksi sebaik seperti di sana.

Hal lain yang belum bisa dicapai oleh Indonesia, adalah karena negara-negara maju sudah menerapkan standar kegiatan budi daya perikanan dengan sangat ketat. Kemudian, mereka juga sudah sanggup memetakan komoditas perikanan apa yang bisa diproduksi melalui budi daya.

“Standar budi daya yang baik itu seperti apa. Komoditi yang dibudidayakan seperti apa, mereka seteliti itu. Kita belum sampai sana,” terangnya belum lama ini di Jakarta.

baca : Memaksimalkan Perikanan Tangkap, Mengoptimalkan Perikanan Budi daya, Penuhi Protein Dunia

 

Seorang pekerja tengah memberikan makanan ikan di keramba jaring apung yang ada di Danau Toba. Foto: Ayat S karokaro/Mongabay Indonesia

 

Meningkatkan kualitas produksi menjadi sangat penting, karena Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2024 mengejar fokus produksi perikanan budi daya hingga 24,85 juta ton. Target itu akan berusaha diwujudkan melalui budi daya ikan dan rumput laut.

Dia mengatakan, fokus yang akan dilakukan pada 2024 adalah meningkatkan produksi lima komoditas unggulan ekspor, yaitu udang, lobster, kepiting, nila salin, dan rumput laut. Peningkatan produksi ini dilakukan melalui strategi pembangunan modeling budi daya berbasis kawasan di sejumlah daerah.

“Itu menjadi percontohan budi daya modern yang berkelanjutan di Indonesia,” tambahnya.

Untuk mengejar target seperti itu, KKP menggalang sinergi dengan pemerintah daerah, asosiasi budi daya perikanan, dan perguruan tinggi dengan fokus membangun perikanan budi daya modern berasaskan prinsip ekonomi biru.

Cara seperti itu, diyakini tak hanya akan mampu mendorong peningkatan produksi perikanan budi daya dengan cepat dan signifikan, namun juga bisa memastikan proses produksi tidak akan mengancam keberlanjutan ekosistem di sekitarnya.

Dengan menjalankan modeling, proses produksi bisa dilakukan melalui sentuhan teknologi dan keilmuan, sehingga panen bisa menghasilkan jumlah yang optimal. Produksi udang berbasis kawasan yang dilaksanakan di Kebumen, Jawa Tengah misalnya, bisa menghasilkan 40 ton per hektar per siklus.

“Metode budi daya kita sebagian besar tradisional, itulah kita buat modeling seperti contohnya di Kebumen,” tuturnya.

baca juga : Tantangan Menjaga Stabilitas Kualitas Produk Perikanan Budi daya Nasional

 

Pekerja tengah melaksanakan tugasnya tambah udang BUBK Kebumen, Jawa Tengah. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Akan tetapi, walau Kebumen menjadi bukti bahwa Indonesia bisa mengembangkan perikanan budi daya yang berkualitas, berkuantitas, dan berkelanjutan, namun pada kenyataannya negara-negara maju sudah lebih baik lagi dalam pengembangannya.

Hal itu diakui sendiri oleh Trenggono. Negara-negara yang sudah maju mengembangkan perikanan budi daya, sudah bisa melaksanakan budi daya terbarukan, atau teknologi third water. Teknologi seperti itu merupakan hasil sinergi antara industri dengan riset.

Sepanjang 2023, KKP sudah membangun tiga modeling budi daya berbasis kawasan, yakni di Kebumen untuk komoditas udang, di Karawang (Jawa Barat) untuk nila salin, dan di Wakatobi (Sulawesi Tenggara) untuk rumput laut.

Selain modeling, pengembangan perikanan budi daya juga dilakukan dengan menjamin ketersediaan pakan ikan di pasaran. Upaya itu dilakukan dengan menyediakan bahan baku cadangan untuk pakan ikan, agar bisa melepaskan diri dari ketergantungan tepung ikan yang didatangkan melalui impor.

Menurutnya, KKP memilih untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi atau negara lain untuk bisa mewujudkan kemandirian pakan. Dia yakin, kerja sama bisa menghasilkan solusi yang bisa menjadi panduan memilih bahan baku cadangan untuk pembuatan pakan ikan.

“Kita sedang pacu terus untuk kita kerja sama dengan perguruan tinggi melakukan riset. Kira-kira substitusi pakan yang berasal dari tepung ikan itu bisa diganti dengan tanaman,” jelasnya.

baca juga : Prinsip Keberlanjutan dalam Praktik Perikanan Budi daya

 

Anakan ikan tilapia untuk dibudidayakan. Foto : KKP

 

Modeling Budi daya

Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Tb Haeru Rahayu mengatakan kalau lima komoditas yang digenjot produksinya pada 2024, menjadi upaya akselerasi yang dilakukan KKP untuk pengembangan perikanan budi daya berkelanjutan di Indonesia.

Strategi agar produksi kelima komoditas unggulan ekspor bisa meningkat sepanjang tahun ini, adalah dengan melaksanakan pembangunan modeling. Budi daya modeling yang sudah menghasilkan produksi, adalah Kebumen dan akan dilanjutkan di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pembangunan modeling dijanjikan akan mengedepankan prinsip keberlanjutan lingkungan, dan mengutamakan penyerapan tenaga kerja lokal. Program modeling dan revitalisasi tambak udang diharapkan bisa meningkatkan kinerja ekspor udang Indonesia menjadi USD2,1 miliar pada 2024.

Selain Sumba Timur, persiapan untuk pembangunan modeling budi daya perikanan juga sedang dilakukan saat ini di Maluku Tenggara (Maluku) dan Rote Ndao (NTT). Jika semua rencana berjalan lancer, ekspor rumput laut ditargetkan bisa mencapai USD568 juta pada 2024.

“Selain itu, KKP juga sedang mempersiapkan program modeling budi daya ikan nila salin,” ucapnya.

Program tersebut dilaksanakan melalui revitalisasi tambak udang di Pantai Utara Jawa yang telah tidak terpakai lama. Kemudian, ada juga program alih budi daya yang semula di danau (lake based) ke daratan (land based). Modeling ini diharapkan bisa meningkatkan ekspor nila menjadi USD77 juta pada tahun ini.

Di luar nila salin, secara spesifik KKP juga akan menyiapkan program modeling budi daya untuk kepiting. Seperti nila salin, modeling juga diharapkan bisa meningkatkan kinerja ekspor komoditas tersebut hingga bisa mencatatkan nilai ekspor sebesar USD476 juta pada 2024.

Kemudian, ada juga program modeling budi daya lobster, yang menjadi bagian dari upaya penguatan kinerja produksi komoditas tersebut. Demi memuluskan rencana tersebut, KKP menjalin kerja sama dengan negara yang sudah berkembang budi daya lobsternya, dan diharapkan bisa berinvestasi di Indonesia.

“Dengan begitu diharapkan nantinya ada peningkatan ekspor lobster Indonesia menjadi USD25 juta pada tahun 2024,” terangnya.

baca juga : Pertama di Indonesia, Teluk Jukung Lombok Timur ditetapkan Jadi Sentra Budidaya Lobster

 

Tambak untuk modeling budidaya nila salin berbasis kawasan seluas 80 hektare di kawasan Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat. Pembangunan dilakukan di lahan bekas tambak udang yang sudah tidak produktif. Foto : KKP

 

Pergantian Peran

Haeru kemudian mengutip data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) pada 2023 yang menyebutkan bahwa masyarakat dunia yang mengalami kekurangan pangan meningkat dari 7,9 persen pada 2019 menjadi 9,2 persen pada 2022.

Kondisi tersebut, diyakini akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang dan harus diantisipasi dari sekarang. Jika tidak, maka dinilai sangat berbahaya karena permintaan ikan secara global juga akan meningkat terus setiap tahun dan mencapai puncak hingga 70 persen pada 2050 nanti.

“Permintaan tersebut nantinya akan lebih banyak dipenuhi dari produksi perikanan budi daya,” terangnya.

Pada 2028 nanti, nilai produksi perikanan tangkap diperkirakan hanya sanggup mencapai angka USD80 triliun di seluruh dunia. Sementara, nilai produksi perikanan budi daya pada tahun yang sama meroket hingga mencapai USD175 triliun di seluruh dunia.

Pertambahan penduduk yang diikuti peningkatan kebutuhan protein, menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh dunia pada 2050 nanti. Selain, tantangan dari penurunan produksi perikanan tangkap yang diimbangi dengan kenaikan produksi perikanan budi daya.

Khusus tentang modeling di Sumba Timur, Haeru menyebut pembangunannya dimulai pada tahun ini sampai 2027 nanti, dengan anggaran mencapai USD500 juta atau ekuivalen Rp7,5 triliun. Modeling tambak udang tersebut dibangun dengan menerapkan Good Aquaculture Practices dari hulu sampai dengan hilir dalam satu pengelolaan.

Di mana, pada setiap proses yang dilakukan akan menerapkan prinsip eco-efficiency dan mengedepankan pelestarian sumber daya alam, pengendalian dampak kerusakan lingkungan hidup, dan melibatkan masyarakat setempat sebagai aktor utama pertumbuhan ekonomi.

Nantinya, Sumba Timur diharapkan bisa menghasilkan nilai ekonomi sebesar Rp3,4 triliun per tahun, dengan mampu menyerap tenaga kerja lokal sekitar 4.370 orang. Itu berarti, modeling Sumba Timur diharapkan bisa menghasilkan multiplier effect bagi masyarakat sekitar.

“Tentu saja diharapkan bisa berkontribusi pada pembangunan ekonomi nasional,” tuturnya.

baca juga : Mimpi Produksi Udang 2 Juta Ton Dimulai dari Kebumen

 

Penandatangan perjanjian pinjam pakai barang milik daerah dan nota kesepakatan untuk pembangunan dan pengelolaan kawasan perikanan budidaya di Kabupaten Sumba Timur, NTT yang ditandatangani oleh Bupati Sumba Timur, Khristofel Praing (kiri) dan Dirjen Perikanan Budi Daya KKP, Tb Haeru Rahayu (kanan) di Kantor KKP, Jakarta. Foto : KKP

 

Ada pun, modeling Sumba Timur nantinya akan memiliki tiga zona, yaitu zona hulu (hatchery dan pabrik pakan); zona onfarm (saluran intake, tandon utama, tandon kluster, petak pemeliharaan, saluran outlet, kluster instalasi pengelolaan air limbah/IPAL, dan vegetasi); dan zona hilir (coldstorage, pabrik es, dan pabrik styrofoam).

Pembangunan modeling Sumba Timur dilakukan dengan menggunakan lahan tandus seluas 2.085 hektare di Desa Palakahembi, Kecamatan Pandawai, Kabupaten Sumba Timur. Kondisi lahan merupakan lahan kosong, terbuka dan berbatu, serta tidak termanfaatkan. Untuk lokasi intake ada di perairan terbuka dan tidak terdapat vegetasi mangrove.

Sementara, untuk modeling nila salin, KKP akan melaksanakannya di atas lahan seluas 80 ha di kawasan Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Jawa Barat. Pembangunan dilakukan di lahan bekas tambak udang yang sudah tidak produktif.

Pembangunan tersebut menjadi salah satu bagian dari upaya KKP untuk memanfaatkan lokasi tambak yang sudah lama tidak aktif, salah satunya karena disebabkan penurunan kualitas produksi. Pemilihan nila salin, adalah karena pertimbangan ikan tersebut bernilai ekonomi tinggi dan diperkirakan bisa mencapai hingga USD13 miliar secara global pada 203.

Modeling nila salin akan terbagi dalam empat kawasan tambak, yakni blok A, B, C, dan D. Kemudian, selain kolam produksi, terdapat fasilitas lain seperti IPAL, inlet outlet, tandon, dan laboratorium. Kegiatan produksi juga akan menggunakan teknologi terbaru, salah satunya penggunaan mesin pakan otomatis.

Produktivitas modeling budi daya nila salin Karawang diperkirakan bisa mencapai 7.020 ton per siklus, dengan berat ikan saat dipanen bisa mencapai 1 kilogram per ekor dengan masa produksi 8-9 bulan. Keberhasilan tersebut diharapkan bisa menghidupkan tambak-tambak tidak aktif di seluruh Indonesia.

Sedikitnya, diperkirakan ada tambak-tambak yang tidak aktif dengan luas total mencapai 78.000 ha. Sebagian besar, diperkirakan ada di wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa. Untuk itu, keberhasilan di Karawang bisa menjadi awal baru untuk tambak-tambak tidak aktif.

baca juga : Tambak Kepiting Ramah Lingkungan di Labuan Bajo Berdayakan Lahan Tidur

 

Sebuah tambak udang di pesisir pantai. KKP menggenjot produktivitas budi daya udang melalui CBIB dan IISAP. Foto : KKP

 

Pendekatan Ekosistem

Sebelumnya, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia pernah menyebutkan kalau Indonesia memiliki tantangan dalam mengembangan subsektor perikanan budi daya. Salah satunya, bagaimana mempertahankan wilayah pesisir sebagai sentra produksi dan sekaligus pusat konservasi.

Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan, tantangan paling besar pada perikanan budi daya adalah bagaimana mengembangkan teknik akuakultur dengan menggunakan pendekatan ekosistem.

Teknik tersebut sangat dibutuhkan, karena kegiatan akuakultur memicu terjadinya pencemaran dan juga konversi lahan mangrove menjadi lahan tambak di kawasan pesisir. Sejauh ini, kegiatan akuakultur menjadi salah satu penyumbang angka tertinggi dari produksi perikanan budi daya.

“Hal tersebut tak jarang menimbulkan konflik dan aksi protes dari masyarakat pesisir,” ungkapnya.

Dia menilai, kebutuhan akan produksi perikanan budi daya yang berkelanjutan dan ramah lingkungan sudah disadari oleh pemerintah. Hal itu ditunjukkan dengan penetapan kegiatan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan sebagai fokus utama, seperti yang sudah berjalan di banyak negara.

Komitmen itu kemudian dipertegas melalui pengembangan budi daya dengan pendekatan ekosistem. KKP sudah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (Perdirjen PB) Nomor 154 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Akuakultur Dengan Pendekatan Ekosistem (ADPE).

Abdi mengatakan, aturan tersebut memuat panduan teknis tentang bagaimana mengelola kegiatan perikanan budi daya, termasuk di dalamnya praktik akuakultur. Regulasi itu juga menekankan pentingnya menjalankan akuakultur dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan sumber daya perikanan.

Menurut dia, salah satu aspek utama dari ADPE adalah pendekatan berkelanjutan. Dokumen tersebut memberikan panduan mengenai penggunaan lahan yang bijaksana, manajemen air yang efisien, serta penggunaan pakan yang ramah lingkungan.

“Perlunya harmoni antara kegiatan manusia dan lingkungan tidak dapat diabaikan. Dalam upaya menciptakan keselarasan ini, kehadiran ADPE memberikan manfaat yang substansial,” tuturnya. (***)

 

 

Perikanan Budi daya, antara Ekologi dan Ekonomi

 

 

Exit mobile version