Mongabay.co.id

Keunikan Biodiversitas Danau Air Laut Haji Buang yang Belum Dieksplorasi

 

Sebuah bintang laut unik dari Danau Haji Buang menarik perhatian seorang peneliti muda. Danau ini adalah danau air payau, air laut campur tawar, karena lokasi danau berada di pulau kecil di tengah laut antara Kalimantan dan Sulawesi.

Tak hanya karena morfologinya dengan banyak tonjolan lunak dan kulit bak beludru, tapi juga warna, dan berwajah anggur. Apalagi bintang laut dikenal rewel dengan air payau, campuran air tawar dan laut.

Bintang laut inilah yang membawa Anargha Setiadi, peneliti dari Research Center for Climate Change, Universitas Indonesia (RCCC-UI) untuk bolak-balik ke Danau Haji Buang di Pulau Maratua, Kepualauan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur ini. Pulau ini termasuk pulau terluar Indonesia yang dekat dengan Serawak, Malaysia.

Tak hanya bintang laut yang ditemuinya di dalam danau itu. Ada berbagai biodiversitas unik yang bisa ditemui seperti ubur-ubur yang tidak menyengat, gugusan bunga karang dengan morfologi menarik, dan padang lamun.

Ketika dilihat di dalam air, si bintang laut berwajah anggur ini berwarna biru metalik, namun saat dibawa ke permukaan warnanya hitam. Agha, panggilan Anargha ini mulai memperhatikan aneka satwa dan biodiversitas Danau Haji Buang di sekitar 2010-2012 di sebuah galeri foto di Facebook, saat kuliah S1 Jurusan Biologi Universitas Indonesia. Berlanjut pada kunjungan di tahun 2017 dan 2019. Tak heran ia melihat perubahan yang terjadi di indahnya danau yang nampak tenang dan gelap ini.

baca : Sensasi Pulau Kakaban yang Pantang Dilewatkan

 

Seekor bintang laut spesies (Limnasterias oinops) di Danau Haji Buang, danau air laut di Pulau Maratua, Kepulauan Derawan, Kaltim. Foto : Anargha Setiadi/RCCC-UI

 

Danau ini, Agha lukiskan bak akuarium dengan bunga karang warna warni. Saat pertama kali berenang beberapa tahun lalu, cukup banyak jenis ubur-uburnya. “Tiap danau air laut memiliki jenis satwa berbeda-beda genetiknya walau sepintas terlihat sama,” katanya saat bertemu di Bali. Ia sedang merampungkan penelitian di sebuah laboratorium di Bali. Misalnya ubur-ubur emas (Mastigias sp.). Ubur emas berpindah cari matahari, pada pagi ada di dekat dermaga, siangnya bergerak ke tengah danau.

Menurutnya, dibandingkan dengan Danau Kakaban, danau ubur-ubur lain yang sudah populer yang berada juga di Kepulauan Derawan, pemandangan Danau Haji Buang lebih gelap terkesan misterius. Bisa jadi karena lebih kecil, teduh, dengan bukit, dan sinar matahari lebih sedikit.

Saat turun pada 2017, Agha menemukan lebih banyak ubur kotak kecil, emas, dan bulan. Namun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pada tahun 2008 dengan melihat arsip foto-foto, dimana terlihat ubur-ubur terlihat memenuhi danau. Ia mengibaratkan danau ubur-ubur kala itu seperti minuman cendol kekurangan kuah.

baca juga : Foto: Mengenal Ubur-Ubur Bintik Tak Menyengat dari Laguna Pulau Kakaban

 

Seekor ubur-ubur bulan (Aurelia) di Danau Haji Buang, danau air laut di Pulau Maratua, Kepulauan Derawan, Kaltim. Foto : Akbar Reza/UGM

 

Agha menyebutnya danau spongebob, judul film kartun tentang dunia bawah laut, karena keragaman satwanya. Dalam kondisi alami, sekitar 2017-2019, Danau Haji Buang dihuni oleh berbagai spesies invertebrata bertubuh lunak dan ikan-ikan kecil. Dasar perairan ditutupi oleh formasi bunga karang (spons) berwarna-warni dan hamparan ganggang hijau (rumput laut) serta lamun.

Di tengah perairan danau, dihuni oleh kawanan ubur-ubur nirsengat dan berbagai jenis ikan-ikan kecil (capungan, goby, dan julung-julung umum di lokasi Berau). Sedangkan dasar perairan juga dihuni oleh moluska seperti tiram dan gastropoda/keong, cacing nemertea, ekinodermata seperti bintang laut (“bintang danau”) dan bintang ular, serta krustasea seperti kepiting kecil ungu dan udang gua.

 Tidak terdapat terumbu karang sejati di dalam Haji Buang, karena air yang cukup payau dan ber-pH rendah (agak masam). Tepi danau air laut cenderung ditutupi oleh vegetasi hutan mangrove yang menopang kehidupan biota asli.

Perjalanan ke Danau Haji Buang dari Jakarta ditempuh dengan rute ke Bandara Berau, lalu ia menginap di Tanjung Redep, kemudian berangkat dengan speedboat ke Pulau Maratua sekitar 3 jam. Bisa menginap di desa Payung-payung atau Tanjung Harapan.

Danau Haji Buang dinilai masih belum banyak dieksplorasi. Baru satu spesies baru dideskripsikan pada 2019 yakni bintang laut spesies (Limnasterias oinops) yang diduga endemik. Spesies ini memiliki sejumlah ciri yang mengesankan dengan adaptasi spesifik terhadap ekosistem danau seperti toleransi terhadap air payau dan air hujan, tonjolan insang (papulae) yang besar, dan kerangka tubuh yang tipis.

menarik dibaca : Ditemukan Ubur-ubur Baru Bermata 24 di Perairan Cina

 

Seekor bintang laut (Limnasterias oinops) ditengah bunga karang lunak (spons) di Danau Haji Buang, danau air laut di Pulau Maratua, Kepulauan Derawan, Kaltim. Foto : Akbar Reza/UGM

 

Mengenal danau air laut

Agha memaparkan karakteristik danau ini. Danau air laut (juga disebut danau laut/marine lake/danau air asin) adalah suatu perairan yang tertutup. Jenis perairan ini tersambung dengan laut sekitar melalui retakan, pembuluh, dan terowongan bawah tanah, sehingga perairan dipengaruhi pasang surut laut.

Danau dengan populasi ubur-ubur yang signifikan sering juga disebut “danau ubur-ubur” (jellyfish lake). Di dunia, danau air laut dan ekosistem serupa dapat ditemukan dalam gugusan/klaster di beberapa lokasi seperti Berau (Kalimantan Timur), Papua Barat; Vietnam; Republik Palau (sebuah negara di kawasan Mikronesia, 971 km dari sisi timur laut Halmahera); dan Kepulauan Bahamas (Samudra Atlantik).

Akibat sifatnya yang cukup terisolasi dari laut sekitar, danau air laut dapat berperan sebagai laboratorium alami bagi evolusi makhluk hidup. Danau air laut berasal dari lembah dan ceruk karst kering, dibanjiri oleh permukaan air laut yang naik. Air laut merembes masuk melalui pembuluh-pembuluh karst, hal yang diperkirakan terjadi setelah zaman es terakhir (Last Glacial Maximum), atau sekitar 18,000 tahun lalu.

Di Kepulauan Derawan, Berau, danau air laut ada di Pulau Kakaban (Danau Kakaban) dan Pulau Maratua (Danau Haji Buang). Kakaban merupakan danau air laut dengan populasi ubur-ubur (danau ubur-ubur) terbesar yang saat ini diketahui. Luasnya sekitar 400 hektar dan salah satu primadona pariwisata di Berau, dengan kawanan ubur-uburnya yang banyak.

 Sedangkan Danau Haji Buang masih belum dikenal, dan terletak di dekat jalan beraspal, bandara, kebun warga, dan penginapan di Pulau Maratua dengan luas sekitar 14 hektar. Pintu masuk Danau Haji Buang terletak di dekat samping jalan, wilayah Desa Payung-Payung. Ketika pengamatan Maret 2023, kedua danau masih dikelilingi vegetasi hutan lebat dan alami.

baca juga : Baikal, Danau Tertua dan Terdalam di Dunia yang Dihuni Ikan Kanibal

 

Panorama Danau Haji Buang, danau air laut di Pulau Maratua, Kepulauan Derawan, Kaltim. Foto : Anargha Setiadi/RCCC-UI

 

Danau Kakaban dan Danau Haji Buang memiliki empat jenis ubur-ubur, yaitu ubur-ubur emas (Mastigias), ubur-ubur terbalik (Cassiopea), ubur-ubur bulan (Aurelia) dan ubur-ubur kotak kecil (Tripedalia). Ubur-ubur emas dahulunya adalah jenis laut yang bertotol (ubur-ubur totol), namun fisik populasinya berubah setelah ribuan tahun di danau (hilangnya totol dan lengan terminal/terminal clubs).

 Walau sekilas nampak sama, namun studi genetik menunjukkan bahwa ubur-ubur emas Danau Kakaban dan Danau Haji Buang memisah. Populasi ubur-ubur terbalik (Cassiopea) juga tampak berbeda, memiliki butiran-butiran putih di Danau Haji Buang, dan berwarna polos di Danau Kakaban.

Pada tahun 2000-an, Danau Haji Buang diketahui memiliki kelimpahan ubur-ubur amat tinggi. Menurut penelitian Becking et al. (2013), terdapat 18 spesies bunga karang yang hanya ditemukan di Danau Haji Buang, dan belum ditemukan di danau lainnya. Karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut.

Sementara di Danau Kakaban, ditemukan empat spesies unik yang diduga endemik yaitu dua spesies teripang, satu spesies tunikata, satu spesies kepiting.

baca juga : Ranu Grati, Pesona Danau dari Timur Pasuruan

 

Biodiversitas Danau Haji Buang di Kepulauan Derawan, Kaltim dengan terumbu karang dan tumbuhan mangrovenya. Foto : Gerda Ucharm

 

Ancaman di Haji Buang

 Agha mengingatkan sejumlah titik lemah ekosistem danau air laut, yakni biota asli yang selama ribuan tahun terlindungi dari predator di laut. Teramati bertubuh kecil atau lunak, tidak bersengat, tidak bersembunyi (terpapar) ataupun naif terhadap keberadaan predator.

Biota asli ini kebanyakan merupakan invertebrata yang rentan terhadap pencemar seperti cat kapal dan sejenisnya. Saluran bawah tanah yang mengalirkan air laut ke danau tiap pasang-surut merupakan sumber air laut bersih dan kritis bagi keseimbangan kadar garam dalam perairan danau.

Jika sempit dan miskin oksigen, saluran-saluran ini juga bertindak sebagai “benteng” yang melindungi biota asli dari invasi biota dari luar danau. Selama tidak ada tindakan manusia yang membuat jalan pintas bagi biota asing untuk masuk ke danau.

Salah satu ancaman terbesar saat ini adalah pelepasan hewan dan tumbuhan apapun yang berasal dari luar Danau Haji Buang, baik dari laut, muara atau danau lainnya (biota asing). Hal ini dapat dilakukan secara sengaja, atau tidak sengaja. Biota dapat secara sengaja dimasukkan oleh manusia (dengan berbagai tujuan), atau masuk secara tidak sengaja melalui peralatan/pakaian yang tidak bersih, ataupun benda asing.  Hal ini pernah terjadi di Palau, masuknya biota asing sekitar tahun 2000-an awal, anemon dari laut menjadi hama yang cepat menyebar dan sulit dibasmi setelah populasi hama menetap.

baca juga : Kala Danau Toba jadi Geopark Dunia

 

Bunga karang (spons) di Danau Haji Buang, Kepulauan Derawan, Kaltim. Foto : Gerda Ucharm

 

Bunga karang (spons) di Danau Haji Buang, Kepulauan Derawan, Kaltim. Foto : Gerda Ucharm

 

Ancaman lain adalah deforestasi vegetasi (hutan karst dan hutan mangrove) sekitar danau karena vegetasi hutan menahan longsornya sedimen/tanah/humus, yang apabila masuk ke perairan dapat mengganggu keseimbangan hara dalam danau. Akar-akar mangrove juga merupakan habitat bagi biota asli, yang akan terdampak apabila mangrove hilang.

Menurutn Agha, pembangunan septic tank untuk toilet di dekat daerah aliran sungai (DAS) danau juga berpotensi mengancam baik biota dan kegiatan pariwisata, karena karst amat berpori, dan limbah dapat merembes mudah melalui saluran air bawah tanah sekitar danau.

Untuk pariwisata, pencemaran limbah manusia berpotensi menyebarkan bakteri koliform dan patogen bagi turis yang berkunjung. Ancaman lainnya termasuk kerusakan fisik pada struktur karst (misalkan terjadi penggalian), mengingat fungsi saluran bawah tanah sebagai filter dari gangguan luar.

Sebuah artikel dari New York Times pernah membahas secara singkat potensi serta ancaman di dua danau tersebut

menarik dibaca : Sano Nggoang, Danau Kawah Terdalam di Dunia

 

Seekor bintang laut (Limnasterias oinops) ditengah bunga karang (spons) di Danau Haji Buang, danau air laut di Pulau Maratua, Kepulauan Derawan, Kaltim. Foto : Anargha Setiadi/RCCC-UI

 

Kawanan ubur-ubur terbalik (Cassiopea) muda ditengah bunga karang (spons) di Danau Haji Buang. Foto : Anargha Setiadi/RCCC-UI

 

Pengelolaan ideal

Tata kelola pariwisata danau air laut/danau ubur-ubur yang ideal, menurut Agha, perlu memerhatikan kerentanan biota asli dan struktur/proses hidrologi danau. Biota asli yang rapuh perlu dilindungi dari serangan hama/biota asing. Karena itu diperlukan ada peraturan yang memastikan agar pengunjung (turis atau warga) tidak melepas biota asing (hewan dan tumbuhan apapun yang berasal dari laut atau perairan luar lainnya) secara sengaja atau tidak. Dapat disediakan bak berisi air tawar untuk membersihkan kaki/alas kaki pengunjung sebelum masuk danau karena bisa membawa bibit hama.

Perpindahan barang apapun (perahu, tambang, jangkar) dari perairan luar (dari laut, atau danau lain) juga perlu dicegah agar tidak terjadi penularan hama dari perairan luar. Biota asli juga perlu dilindungi dari berbagai sarana pariwisata yang merusak fisik dan kesehatan biota tersebut, seperti perahu bermotor, perahu bebek-bebekan, ataupun penggunaan zat kimia seperti cat kapal dan pelitur kayu pada fasilitas/sarana pariwisata danau.

“Setelah sebuah diskusi di bulan Oktober tahun 2023 lalu, para pemilik lahan sekitar danau, Pemerintah Kampung Payung-Payung serta Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Batu Payung sepakat untuk memelihara ekosistem Danau Haji Buang, serta mengembangkan rencana ekowisata yang ramah lingkungan, mengingat keanekaragaman hayati di dalam danau ini,” kata Agha kepada Mongabay Indonesia, Senin (12/02/2024).

Hal penting lain adalah pengangkatan nilai danau sebagai kawasan konservasi unik secara biologis, dan ini dapat menjadi sarana edukasi ilmiah bagi turis. Pengelolaan yang baik ini diterapkan negara Republik Palau sejak tahun 1980-an pada ekosistem danau ubur-ubur Palau yang dijaga hati-hati karena diyakini sebagai aset negara berharga. (***)

 

 

Ubur-ubur Tanpa Sengat, Biota Unik di Danau Air Asin Papua Barat

 

Exit mobile version