Mongabay.co.id

Nana Sulap Ban Bekas Jadi Replika Satwa yang Menakjubkan

 

Tengah hari, Supriatna, 59 tahun, berkutat dengan beton eser dan las listrik. Cekatan, tangannya menyambung dan merangkai beton eser menjadi rangka kriya berbahan dasar ban bekas. Setelah berkutat beberapa hari, terlihat sebuah kerangka besi berbentuk harimau. “Kira-kira butuh waktu tujuh hari menyelesaikan replikasi harimau ini,” kata Nana, sapaan akrab Supriyatna, Senin (04/03/2024).

Nana menuturkan sejak ditunjuk sebagai Ketua Keswadayaan Masyarakat (KSM) Sumedang Bersatu 2014, ia mengurus Tempat Penampungan Sementara Terpadu (TPST). Berton-ton ban bekas menumpuk. Ban bekas berasal dari sejumlah bengkel sepeda motor yang berada Desa Cempokok Mulyo, Kepanjen, Kabupaten Malang.

TPST Sumedang Bersatu mengolah aneka sampah, dari rumah warga dan pasar Sumedang. Sampah organik diolah menjadi kompos. Sedangkan sampah botol plastik, botol gelas, kertas dan sampah yang memiliki nilai ekonomis dipasok ke pabrik daur ulang.  “Tapi ban bekas tak laku dan tak boleh dikirim ke TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Talangagung,” katanya.

baca : Ono Gaf, Seniman Sukses Pengolah Besi Bekas

 

Supriyatna alias Nana warga Desa Cempokomulyo, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jatim menunjukkan replika burung paruh bengkok berbahan dasar ban bekas sepeda motor. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia.

 

Sehingga berton-ton ban bekas teronggok di TPST Sumedang Bersatu. Perajin gamping pernah membeli ban bekas satu pikap, digunakan untuk membakar batu gamping. Namun awal 2015 tak ada lagi yang membeli ban bekas. “Mungkin dilarang, membakar ban bekas menghasilkan polusi udara,” katanya.

Nana memutar otak, berinovasi untuk mengolah ban bekas menjadi kerajinan. Secara otodidak mulai 2016 ia menciptakan aneka jenis replika burung, dan serangga dengan rangka kayu. Ban bekas dianyam dikaitkan dengan paku dan kawat. Hasil karya seninya ini digantung di sekitar TPST Sumedang Bersatu. Menjadi hiasan dan mempercantik area penampungan sementara sampah.

Kriya tersebut diunggah di laman Facebook, ternyata seorang guru yang mengelola sekolah adiwiyata di Kepanjen tertarik membelinya. Tak selang beberapa lama, pesanan terus berdatangan dari berbagai daerah. Mereka memesan replika aneka jenis burung. Lantas Nana memperbaiki rangka dengan paralon PVC yang awet. “Kayu rapuh,” katanya.

Bahkan, karya seni ban bekasnya diunggah ulang oleh akun yang memiliki ribuan pengikut. Dampaknya, banyak yang memesan melalui pesan langsung ke akun Facebook-nya. Nana, kewalahan menjawab pesan dan tak bisa melayani pesanan. “Saya abaikan, pesan tidak saya respons,” katanya.

baca juga : Ini Meja Kursi Unik dari Bekas Botol Plastik

 

Supriyatna mengelas kerangka replika harimau yang nantinya dibalut ban bekas untuk dipasang di Taman Contong, Kepanjen, Kabupaten Malang. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia.

 

Khusus replika besar, Nana menggunakan kerangka dari beton eser. Untuk membuat replika satwa diawali dengan mengamati morfologi satwa yang akan dibuat. Lantas ia menggambar di tembok, sesuai ukuran replika. Dinding menjadi kanvas untuk sketsa replika. Dinding menjadi pola sekaligus mengukur beton eser untuk kerangka.

Selanjutnya, kerangka besi disambung dengan las listrik. Setelah kerangka siap, ban bekas dipotong dan dirangkai sesuai karangka. Kemudian semua ban bekas membebat kerangka dengan sekrup dan kuncian ban bekas. Sedangkan proses akhir dicat sesuai dengan warna alami satwa.

 

Berburu Ban Bekas

Pada 2019, Nana mendapat pesanan replika aneka jenis satwa dari pengelola wisata di Kalimantan. Nana membuat aneka jenis replika satwa untuk menarik pengunjung objek wisata. Ia mendapat tantangan membuat replika dinosaurus setinggi enam meter. Kerangka menopang sebanyak 2.000-an ban bekas atau setara dua ton.

Saat perancah atau scaffolding dilepas, kerangka nyaris ambrol. Sehingga dipasang besi penyangga. Lantas seorang ahli kontruksi menganjurkan kerangka besi dirangkai dengan model triangle. Hasilnya, kata Nana, kerangka kokoh menopang dua ton ban bekas.

“Semua proses dikerjakan sendiri, kecuali memotong ban dibantu pekerja,” ujarnya. Berkutat dengan beton eser, las listrik telah menjadi kebiasaannya sejak bekerja di proyek konstruksi di Batam dan Jakarta. Lulusan Sekolah Teknik Menengah atau SMK ini terbiasa mengerjakan tangki dan aneka konstruksi lainnya.

Untuk bahan baku ban bekas, Nana mengambil di sejumlah bengkel sepeda motor di Desa Cempokomulyo. Namun, jika membutuhkan ban bekas dalam jumlah banyak Nana harus membeli di pengepul ban bekas di Pakisaji sejauh 10 kilometer dari rumahnya, seharga Rp1.500/ban bekas.

baca juga : Melihat Jendela Dunia dari Istana Sampah Ahmadun

 

Replika kelelawar berukuran raksasa dari bahan dan ban bekas karya Supriyatna yang dipesan untuk koleksi di sebuah objek wisata. Foto: Supriyatna.

 

Sekarang banyak pesanan replika satwa dari ban bekas datang dari berbagai kota di Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan. Harga bervariasi, tergatung ukuran. Replika satwa berukuran 80 sentimeter sampai satu meter dijual seharga Rp300 ribu-Rp400 ribu. Sedangkan ukuran lebih dari satu meter seharga Rp500 ribu, dua meter seharga Rp1 juta. Untuk replika degan ketinggian sampai tujuh meter dijual hingga Rp40 juta.

Untuk bahan baku ban bekas, Nana mengaku kadang kesulitan. Lantaran untuk replikasi berukuran besar membutuhkan ratusan sampai ribuan ban bekas. Sehingga, ia harus berburu mencari ban bekas sepeda motor di pengepul. “Dulu kewalahan menangani sampah ban bekas. Sekarang malah memburu ban kemana-mana,” tuturnya.

Kini, aktivitas membuat replika satwa berbahan baku ban bekas menjadi mata pencarian utama. Untuk kaderisasi, Nana beberapa kali melatih anak muda untuk membuat kriya dan ban bekas. Namun, banyak yang tak betah dan memilih berhenti. Lantaran, pekerjaan yang dilakoninya tergolong berat dan sulit. “Sejauh ini tidak ada perhatian dan apresiasi dari pemerintah,” ujarnya.

baca juga : Baru 4 Tahun, Pemuda Ini Mampu Olah 60 Ton Sampah Organik. Begini Kisahnya

 

Replika dinosaurus dari bahan dan ban bekas karya Supriyatna yang dipesan untuk koleksi di sebuah objek wisata. Foto: Supriyatna.

 

Ubah Tempat Sampah Jadi Taman Indah

Berkat tangan terampilnya, Nana berhasil menyulap sebuah taman di dekat stasiun kereta Kepanjen yang kumuh menjadi taman yang indah dan menarik. Aneka kriya mulai rajawali, menggembala kerbau, lumba-lumba, jangkrik, semut, menghias taman yang dikenal dengan sebutan Taman Contong. Taman juga dilengkapi aneka permainan anak sehingga menjadi magnet anak-anak untuk bermain.

Sejumlah anak-anak berseragam Taman Kanak-Kanak bergelayutan di ayunan. Sebagian bermain jungkitan bersama temannya. Penjual mainan, kudapan dan minuman meriung di sekitar taman. Ditemani orang tuanya, anak-anak asyik bercengkrama dan menikmati semilir angin di bawah pepohonan yang menaungi.

“Dulu terkenal bau dan menjadi tempat membuang sampah,” kata pengusaha yang juga pegiat sosial Bambang Mangkubagyo, 72 tahun. Ia merogoh kocek pribadinya untuk mempercantik taman dengan kriya ban bekas karya Nana. Abah Bagyo sapaan akrab Bambang Mangkubagyo menata taman yang biasa digunakan cucunya bermain.

baca juga : Ulfa Zainal, Daur Ragam Sampah jadi Karya Seni dan Sumber Ekonomi

 

Replika penggembala kerbau, penunggang kuda dan rajawali dari ban bekas karya Supriyatna memperindah Taman Contong, Kepanjen, Kabupaten Malang. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Saat itu, katanya, cucunya penasaran dengan aneka jenis kriya ban bekas berbentuk burung, belalang dan iguana. Lantaran warna cat telah memudar. Lantas, ia mengetahui jika Nana yang membuat aneka replika satwa dari ban bekas tersebut. Sehingga, Bagyo meminta Nana memperbaiki semua replika satwa di Taman Contong dan memesan replika lain.

“Replika rajawali diangkut truk, dinaikkan dengan crane,” katanya. Taman juga menjadi tempat edukasi anak-anak untuk mengenal aneka satwa. Bagyo merasa cocok dengan prinsip Nana yang memafaatkan limbah menjadi karya seni. Tak hanya anak-anak. Para lansia juga memanfaatkan ruang terbuka hijau di kawasan Kepanjen ini.

Saban hari Bagyo bersama teman-teman lansia bermain musik dan bernyanyi. Sekaligus Biasa digunakan bermain musik para lansia. Teman lansia, memberi semangat hidup. Bercengkrama dan bermusik. “Taman contong telah nyaman dan indah,” pungkasnya. (***)

 

 

Lewat Tangan Seniman, Limbah Ini Bisa Jadi Kreasi Musik Yang Indah

 

 

Exit mobile version