Gedung Dewi Asri, Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung malam itu lebih ramai. Meskipun hujan, lebih dari puluhan orang justru nampak berduyun – duyun memasuki gedung. Sebagaian besar telah duduk dengan pandangan lurus ke tengah panggung. Sebagian lagi berjinjit mencari ruang pandang.
Suasana diluar yang tampak sepi dan basah, tak membuat resah para pengunjung menikmati pertunjukan yang digelar, pertunjukan mengesankan dengan menampilkan konsep baru dalam bermusik.
Ya, sebuah pertunjukan unik yang belum pernah ada sebelumnya. Sebuah seni yang menampilkan alat – alat musik hasil memanfaatkan limbah botol kaca sebagai objek bermusiknya. Sekitar seratus lebih botol kaca dan botol plastik berbagai bentuk dan ukuran menghiasi panggung dari yang terkecil hingga terbesar.
Alunan nada-nada syahdu nan merdu menggema seantero ruangan. Irama yang dihasilkan pun menciptakan harmonisasi yang indah, tatkala limbah botol kaca itu dimainkan dengan cara dipukul – pukul, ditiup, digesek sampai ada juga botol yang memakai senar. Irama dan ritmenya diatur rapih sehingga suara yang keluar memanjakan penikmat musik yang rindu akan hal baru.
Lewat sentuhan tangan Agung Pramudya Wijaya, Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Penciptaan Seni ISBI inilah pertunjukan musik limbah botol kaca ini digelar, sebagai tugas akhir yang berjudul taman suara. Berkolaborasi dengan Tataloe Percussion, acara tersebut berhasil membius pengunjung dengan kelihaiannya memainkan alat musik yang dianggap limbah namun menjadi karya musik yang indah.
“Temanya non tematik, dalam sinopsisnya tidak menggambarkan suasana tertentu misalnya gambaran kehidupan atau yang lainya. Bentuk konsepnya eksploratif. Hanya mengeksplorasi limbah botol untuk dijadikan alat musik saja,” ujarnya saat ditemui seusai pertunjukan, beberapa waktu lalu.
Agung mengatakan, ide bermusik itu muncul berawal dari keprihatiannya melihat botol kaca yang begitu mudah dibuang sembarangan. “Kadang saya suka kesel juga, di kampus kan banyak mahasiswa yang suka minum minuman vitamin. Sisa botolnya itu suka dibiarkan tergelatak begitu saja, lalu saya ambil dan bawa ke rumah. Belum tahu mau dibuat apa , tapi saya ulik dan akhirnya bisa menghasilkan karya dari limbah,” paparnya.
Dia menjelaskan, butuh waktu satu tahun untuk menciptakan alat musik ini. Hampir setiap hari Agung mengeksplorasi ide untuk diterjemahkan ke dalam botol mulai pagi hingga sore. Selain menciptakan alat musik, dia juga hunting botol dari pengepul, kolektor, kenalan bartender hotel, lab kimia bahkan memulung sendiri. Lebih lanjut dia memaparkan, setiap botol memiliki karakter suaranya tergantung bentuk dan ukuranya.
“Dulu sebelum ke musik pekerjaan saya bergerak di dekorasi kaca termasuk limbah botol kaca untuk dijadikan bahan interior, lampu dan pas bunga. Karena basic saya disana kenapa tak saya coba untuk membuat sesuatu hal baru dari itu,” ucapnya.
Dia mengatakan, perlu ada sesuatu yang baru yang bisa membuat surprise dalam menciptakan sebuah musik. Tak heran di setiap perjalanan setahun ini, lanjut dia sering menghadapi berbagai rintangan dari botol yang pecah termasuk pergantian posisi dalam memegang alat musik disesuaikan dengan karakter.
“Ketika saya datang membawa seperangkat alat ke markas Tataloe Percussion. saya tak mempunyai konsep apapun. Tapi saya bilang mari sama – sama cari ide yang bisa buat surprise kita semua, kalo surprise berarti kita membuat sesuatu hal baru, saya pikir begitu,” tuturnya.
Sementara itu Azi Abdul Ajiz, salah satu pengunjung pertunjukan tersebut mengungkapkan rasa kekagumannya terhadap grup musik yang mampu memanfaatkan bahan bekas menjadi alat musik yang bagus dan indah untuk didengar.
“Ternyata barang-barang yang dianggap sampah oleh masyarakat, bisa bermanfaat di tangan orang-orang kreatif dan inovatif, tidak kalah dengan alat musik konvensional,” ungkapnya.
Berkat kerja keras dalam eksplorasi limbah botol menjadi sebuah karya, Agung pernah diminta tampil di Jerman. “Sempat ada obrolan juga dengan orang Bandung yang tinggal di Amerika untuk mencoba tampil disana dan ada teman yang mencari musik unik untuk mengajak tampil keliling Eropa. Ya saya sih tidak muluk-muluk lewat sampah juga bisa menghasilkan karya yang tadinya masalah jadi berkah,” pungkasnya.