Mongabay.co.id

Pasokan Listrik Berlebih, Mengapa Jambi Masih Mau Bangun PLTU? [2]

 

 

 

 

 

 

 

Presiden Xi Jinping kepada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada September 2021 mengatakan, Tiongkok akan berhenti membangun pembangkit listrik tenaga batubara di luar negeri. Pernyataan itu makin menimbulkan keraguan besar atas kelanjutan proyek PLTU mulut tambang Jambi-2.

Oktober 2022, China Huadian Group Corp  (Huadian) melalui Dewan Listrik Tiongkok mengumumkan mereka menarik diri dari proyek itu. Sampai sekarang, proyek PLTU Jambi-2 belum ada perkembangan berarti. Meski demikian, proyek ini masih masuk dalam RUPTL PLN 2021-2030.

Pernyataan Huadian mendapat bantahan dari PLN. Dalam laporan Walhi Jambi dan Trend Asia berjudul “PLTU Jambi untuk Siapa?” PLN menyatakan, Huadian masih berkomitmen mengembangkan proyek dan perjanjian jual-beli listrik antara kedua belah pihak masih berlaku. PLN juga mengatakan, proyek ini menuju tahap penyelesaian finansial.

Sedang Al Haris, Gubernur Jambi, menyebut,  pembangunan salah satu dari PLTU Jambi 1 dan Jambi 2 akan lanjut.

“Info yang saya dapat ada satu yang akan jalan, karena emang agak besar modalnya,” kata Haris.

Mantan Bupati Merangin itu mendukung penuh rencana pembangunan PLTU di Sarolangun. Terlebih Jambi memiliki cadangan batubara terbesar kedua di Sumatera.

“Karena ini kebijakan pemerintah pusat, saya manut, intinya daerah siap. Kita sudah ada bahan baku, lahan juga sudah disiapkan para pengusaha yang akan membangun PLTU, izin sudah ada semua. tinggal nanti running untuk mulai.”

Soal dampak buruk PLTU, kata Haris,  telah diperhitungkan. “Pasti semua ada dampaknya, maka kita perlu ada amdal, itu kan menghitung dampak lingkungan dan semua dikaji para ahli.”

Setiap akan berusaha ada, katanya, harus ada amdal yang akan merinci, mengkaji dampak-dampak yang mungkin muncul.

 

Desa Lubuk Napal, Km 20 rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang Jambi-2. Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

 

Untuk siapa?

Berdasarkan Laporan Statistik PLN 2022, total kapasitas terpasang di tanah air sebesar 69.040 MW.  PLN mengoperasikan 6.314 unit dengan total kapasitas gabungan sebesar 44.940 MW, sekitar 65%. Sisanya, 24.100 MW (35%) oleh IPP.

Jambi yang tergabung dalam jaringan Sumatera saat ini kelebihan pasokan listrik (oversupply) sampai 34%, bisa terus naik jadi 52.2% per 2025 dan bertahan di atas 39% per 2030 kalau rencana pembangunan PLTU tetap lanjut.

Zakki Amali, Manajer Riset di Trend Asia, menyebut,  kelebihan pasokan ini membuat PLN merugi dalam skema take-or-pay (TOP). Karena PLN harus membayar listrik dari IPP meski daya yang tersalur tidak terpakai. Kondisi ini, katanya,   akan makin buruk dengan pembangunan PLTU Jambi 1-2.

Pada 2017, Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) memperkirakan,  setiap satu Gigawatt listrik yang tidak terpakai, PLN membayar setidaknya US$3,16 miliar. Pada 2021, PLN diperkirakan membayar sekitar Rp103 triliun kepada IPP melalui skema TOP.

“Mestinya uang itu bisa digunakan untuk biaya pensiun dini PLTU ata transisi energi,” kata Zakki.

Laporan CREA dan Trend Asia berjudul “Ambiguitas versus Ambisi: Tinjauan Kebijakan Transisi Energi Indonesia”, menemukan sekitar 33% dari 58 GW total kapasitas bahan bakar fosil  terpasang  di Indonesia melebihi kebutuhan memenuhi permintaan  puncak pada 2021. Kelebihan pasokan ini melebihi standar batas cadangan listrik nasional sebesar 30-35%. Belum lagi biaya perawatan mencapai Rp16 triliun yang harus ditanggung PLN.

Trend Asia mencatat ada 13,8 Gigawatt PLTU baru yang akan beroperasi sampai dengan 2030, sesuai RUPTL 2021-2030. Kondisi ini tidak sesuai dengan upaya pemerintah mencapai net zero emission atau nol emisi. Bahkan,  kemungkinan akan memperburuk kelebihan pasokan.

Zakki mengatakan, Pemerintah harus membatalkan rencana proyek Pembangunan PLTU MT Jambi-1 dan PLTU MT Jambi-2 dan mengeluarkannya dari dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Pemerintah pusat dan daerah harus mendorong potensi energi ramah lingkungan dan berkelanjutan di Jambi. Dia juga mendesak semua institusi keuangan menghentikan pembiayaan energi kotor dan tidak membiayai lagi proyek batubara.

 

Aktivitas angkutan tambang batubara di Jambi. Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

 

Dampak PLTU

Hasil riset CREA dan Institute for Essential Services Reform (IESR) menyebut,  emisi polutan udara dari pembangkit batubara di Indonesia meningkat 110% dalam satu dekade terakhir.

Dalam laporan berjudul “Manfaat Kesehatan dari Transisi Energi Berkeadilan dan Penghentian Bertahap Batubara di Indonesia” itu juga memperkirakan terjadi peningkatan hingga 70% pada 2030.

Kalau  CREA mengindikasikan, emisi polutan udara PLTU di Indonesia tahun 2022 turut bertanggung jawab atas 10.500 kematian akibat polusi udara dan biaya kesehatan sebesar US$7,4 miliar.

CREA juga menyebut, Jambi masuk dalam 10 provinsi paling terdampak oleh emisi PLTU batubara dan 10 provinsi paling bertanggung jawab atas jumlah kematian per tahun terbanyak. Jambi masuk urutan ke-10 dengan angka kematian 187 orang.

Kebijakan pemerintah yang akan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik batubara dari 45 GW menjadi 63 GW sebelum 2028. Dia khawatir berdampak pada lonjakan angka kematian akibat polusi udara dari pembangkit listrik batubara di Indonesia. Diperkirakan jumlah meningkat jadi 16.600 per tahun dan biaya kesehatan naik jadi US$11,8 miliar per tahun.

Di bawah kebijakan-kebijakan saat ini, dampak kesehatan kumulatif dari tahun 2024 hingga berakhirnya masa operasi semua pembangkit listrik batubara akan mengakibatkan 303.000 kematian di Indonesia terkait polusi udara dan biaya kesehatan sebesar US$210 miliar.

Pemasangan pengendali polusi udara akan menghindarkan 8.300 kematian dan biaya kesehatan sebesar US$5,8 miliar, terkait polusi udara pada 2035 dalam skenario kebijakan saat ini.

Analisis CREA menunjukkan, memasang pengendali polusi udara di semua pembangkit listrik batubara yang beroperasi setelah tahun 2035 akan mengurangi emisi SOX sebesar 73%, NOx sebesar 64%, debu sebesar 86%, dan merkuri sebesar 71%.

 

Swabakar di lokasi stockpile Surya Global Makmur (SGM). Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

 

Transisi energi

Menghentikan pengembangan pembangkit baru untuk pembangkit bahan bakar fosil merupakan langkah pertama yang penting dalam transisi energi. Penggunaan energi fosil mendorong pemanasan global dan perubahan iklim makin buruk.

IESR mengusulkan PLTU berkapasitas 9,2 GW agar ipensiun. Tetapi hitungan PLN hanya 5 GW yang akan dipensiunkan.

Pemerintah khawatir penutupan PLTU akan berdampak pada PLN. Berdasarkan data 2022, PLN mengoperasikan 6.314 pembangkit dengan total kapasitas mencapai 44.940 MW atau sekitar 65% dari total kapasitas yang terpasang di tanah air.

“Pemerintah mikirnya kalau PLTU dipensiunkan, berarti ada nilai aset yang hilang, negara rugi. Kalau dianggap merugikan negara ya repot, ” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR).

Dia menilai, penghentian batubara bertahap merupakan peluang besar membersihkkan sistem ketenagalistrikan Indonesia. “Kita lebih banyak bicara masalahnya, tapi tidak keluar dengan solusi.”

Selama ini,  pemerintah tidak pernah menghitung biaya yang harus ditanggung masyarakat akibat penggunaan energi fosil, khusus PLTU batubara. Polusi udara yang muncul dari PLTU terbukti meningkatkan risiko kesehatan.

“Orang jadi gampang sakit karena polusi udara dan biaya kesehatan meningkat, tetapi produktivitas kerja menurun. Hingga berdampak pada ekonomi.”

Dalam laporan CREA dan IESR, penghentian penggunaan batubara lebih cepat pada 2040, sejalan dengan target Persetujuan Paris 1,5 derajat Celcius, akan menghindarkan total kumulatif sebanyak 182.000 kematian terkait polusi udara dan biaya kesehatan sebesar US$130 miliar dari tahun 2024 hingga akhir masa pakai semua pembangkit listrik.

“Kalau menghitung semua itu—dampak, biaya mahal untuk transisi energi jauh lebih kecil bila dibanding dengan dampak yang harus ditanggung masyarakat akibat penggunaan energi fosil.”

Menurut mantan Koordinator Indonesia Climate Action Network ini, transisi energi akan menguntungkan Indonesia, karena dapat menurunkan biaya energi jauh lebih murah dan aman dalam jangka panjang. “Dibanding menggunakan energi fosil yang rentan dipengaruhi pasar global dan konflik.” (Selesai)

 

PLTU Semaran Jambi. Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

******

 

 

*Liputan ini terselenggara berkat dukungan dari Earth Journalism Network

 

 

Menilik Proyek PLTU Mulut Tambang di Jambi [1]

Exit mobile version