Mongabay.co.id

TORA Masuk Kuasa Bank Tanah, Warga Sigi Menolak, Keluhkan Kepastian Hak Lahan

 

 

 

 

 

 

 

Konflik masyarakat dan Badan Bank Tanah (BBT) terjadi lagi. Kali ini, konflik muncul antara masyarakat dan BBT di lahan bekas hak guna usaha (HGU) PT Hasfarm Hortikultura Sulawesi (HHS) di Kabupaten Sigi dan Poso, Sulawesi Tengah.

Bekas HGU Hasfarm di Sigi ada di dua desa, Pombewe 362 hektar dan Oloboju 701 hektar, total 1.036 hektar.

Amran Tambaru, Direktur Yayasan Merah Putih juga bagian dari Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Sigi mengatakan,  konflik bermula dari surat BBT ke Pemerintah Desa Pombewe.

Surat berlogo BBT dengan Nomor: 003/SKL/BBT-POSO/VIII/2023 tertanggal 28 Agustus 2023 berisi pemberitahuan aktivitas fisik di hak pengelolaan BBT Sigi.

Kegiatan fisik yang dimaksud adalah pemasangan patok (tanda batas) di lahan yang mereka ‘klaim’ hak pengelolaan BBT seluas sekitar 194,75 hektar.

“Tiba-tiba surat itu masuk, jadi ramai. Terjadi penolakan ketika pemasangan patok, besoknya (29/8/23) kami rapat koordinasi di Kantor Camat Biromaru,” Kata Amran.

Rapat dihadiri masyarakat petani Pombewe, GTRA Sigi, pemerintah desa, kecamatan termasuk Kantor Pertanahan Sigi, berakhir panas.

Amran bilang, masyarakat termasuk para gugus tugas reforma agraria khawatir kalau kantor pertanahan dan Pemerintah Sigi berbalik arah berada di barisan BBT, lupa dengan komitmen awal.

Untuk memperjelas, dibuatlah permintaan ke bupati untuk rapat koordinasi dengan menghadirkan BBT.

Pada 5 Oktober 2023,  bertempat di Kantor Bupati Sigi gelar rapat koordinasi antara pemerintah daerah, masyarakat dan BBT.

Sayangnya, pertemuan ini menemui jalan buntu alias deadlock. Kesimpulan akhir, mediasi melalui Kantor Staff Presiden (KSP).

Dasar inilah kemudian Yayasan Merah Putih (YMP) bekerjasama dengan Perkumpulan HUMA Indonesia dan Yayasan Bantaya menggelar Seminar dan Dialog menghadirkan berbagai pihak termasuk Pemerintah Poso, Sigi, KSP dan BBT serta masyarakat di sembilan desa di Kabupaten Sigi dan Poso,  Januari lalu.

 

• Mohamad Irwan Lapata, Bupati Sigi (berdiri) saat dialog para pihak mengenai lahan reforma agraria jadi kuasa bank tanah. FotoL Minnie Rivai/ Mongabay Indonesia

 

Tora komunal Pombewe

Dalam seminar, Mohamad Irwan Lapata, Bupati Sigi mengatakan, sejak 2018, Pemerintah Sigi dan GTRA mengajukan lahan eks HGU Hasfarm ke Kementerian ATR/BPN. Lahan itu mereka ajukan sebagai TORA untuk pertanian komunal di Desa Pombewe dan Oloboju.

Irwan bilang, bekas HGU ini tidak lagi diperpanjang meskipun Hasfarm berulang kali meminta perpanjangan. Bahkan, KATR/BPN minta kepada bupati langsung tetapi Pemerintah Sigi tolak.

Penguasaan 1.036 hektar tanah Sigi oleh Hasfarm mulai 10 Agustus 1993 berakhir 10 Agustus 2018. Oleh Irwan, tak diperpanjang lagi dengan alasan tidak memberikan manfaat kepada masyarakat.

“Saya dua kali dipanggil Menteri ATR/BPN. Dua kali saya menolak permintaan Hasfarm untuk memperpanjang HGU Pombewe, alasannya, baru tiga bulan Hasfarm berdiri setelahnya ditinggalkan begitu saja.”

Setelah masa pakai HGU berakhir dengan penolakan perpanjangan, Pemerintah Sigi menginventarisir semua lahan, menyatukan dan kembalikan ke negara. Pemerintah Sigi mengajukan bekas HGU seluas 362 hektar itu sebagai TORA berbasis komunal.

Irwan bilang, data dan pengukuran lahan sudah selesai sesuai arahan Menteri ATR/BPN. SK Bupati pun sudah keluar. Sayangnya, ditolak lagi.

November lalu, datang surat Kementerian ATR/BPN Nomor: HT.01/02111/XI/2022 tertanggal 22 November 2022. Surat ini tentang penataan kembali penggunaan, pemanfaatan dan pemilikan tanah bekas hak guna usaha No. 2/Pombewe dan Nomor 2/Oloboju atas PT. Hasfarm Hortikultura Sulawesi.

Lampiran surat menteri ini memuat pembagian penggunaan tanah eks Hasfarm seluas 1.036 hektar.  Antara lain, pemberian hak pengelolaan kepada BBT seluas 194.75 hektar.

Irwan bilang, masuknya BBT membuat proses TORA makin rumit dan panjang.

“Sekali lagi, saya tidak menolak atau menerima Bank Tanah tapi sekarang kita diskusi. Saya berpikir, BPN sudah mengurus semua ini, ngapain lagi kita mo kesana (jalur bank tanah) kita mau jalan pintas (pengurusan lahan melalui ATR/BPN) selesai, sertifikat juga selesai.”

Puncaknya, hasil musyawarah menetapkan data subyek melalui Keputusan Bupati Sigi pada 8 Desember 2022 Nomor: 592-518/2022 tentang penetapan calon subjek peserta redistribusi tanah eks HGU Hasfarm.

Redistribusi tanah dalam surat keputusan ini diberikan kepada 390 penduduk Pombewe dan 305 warga Oloboju.

Ternyata pada 2023, tanah malah dipatok BBT.

 

Penolakan warga Sigi atas keberadaan Badan Bank Tanah. Foto: Minnie Rivai/ Mongabay Indonesia

 

Pembagian kue HGU?

Freddy A. Kolintama, Kepala Wilayah ATR/BPN Sulteng mengatakan, surat menteri pertanggal 22 November 2022 merupakan usulan dari bupati dan Gubernur Sulawesi Tengah. Menurut dia, surat ini menyatakan untuk bersama-sama menggunakan bekas lahan HGU Hasfarm.

Dia bilang, dari 1.036 hektar, 500 hektar untuk pemukiman masyarakat transmigrasi, 201 hektar untuk masyarakat dengan penguasaan lahan sudah eksisting. huntap 104,75 hektar. Lalu, infrastruktur pemerintah 15 hektar, kawasan hutan kota 20 hektar, fasilitas umum 15 hektar, fasilitas sosial 7,5 hektar. Kemudian, fasilitas pengolahan limbah sampah debris lima hektar dan BBT 194,75 hektar.

“Jadi kue ini sudah terbagi, tinggal bagaimana kita membaginya secara adil. Tindak lanjutnya bagaimana?  Bank Tanah sudah mengambil bagian sesuai dengan SK pembagian Menteri ATR/BPN,” kata Freddy.

Mahendra Wahyu Utomo,  Project Team Leader BBT Sulteng, mengakui,  Kabupaten Sigi masuk dalam alokasi reforma agraria berdasarkan informasi dari Kepala Pertanahan Sigi.

Mengetahui itu, Mahendra langsung menyampaikan informasi kepada Kepala BBT.

“Kepala BBT menyampaikan bahwa reforma agraria tetap bisa dijalankan. Kami sudah bertemu dengan pemda dan berkomitmen lahan di Kabupaten Sigi tetap untuk reforma agraria,” kata Mahendra dalam seminar itu.

Berdasarkan surat keputusan menteri itulah pada 28 Agustus 2023 melakukan pemasangan patok di lokasi aset di Desa Pombewe, Sigi.

Mahendra bilang, zonasi aset sudah terbagi. Pertama, zonasi reforma agraria. Kedua, pengamanan tanah. Plang dan patok adalah satu bagian dari pengamanan.

Pengamanan dengan pemancangan patok (plang) di aset BBT menurut Mahendra agar tidak terjadi transaksi tanah di aset negara.

Lahan 194,75 di Pombewe disetujui sebagai TORA, katanya,  namun tetap berada di bawah kendali BBT sebagai pihak yang ‘berhak’ atas pengelolaan lahan itu.

Dalam PP 64/2021 BBT berbunyi “Dalam hal di atas tanah hak pengelolaan sebagaimana dimaksud Pasal 40 ayat (1) telah dimanfaatkan dengan baik untuk perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pertanian dan, atau perkebunan, paling singkat 10 tahun, dapat dilepaskan kepada masyarakat untuk diberikan hak milik.”

 

Patok lahan oleh Badan Bank Tanah di Sigi untuk menandai kalau tanah itu dalam kuasa mereka. Foto: Minnie Rivai/ Mongabay Indonesia

 

Warga protes, bank tanah gangu kelancaran reforma agraria Sigi

Aturan BBT untuk zonasi reforma agraria yang masuk hak pengelolaan mensyaratkan hak pakai minimal 10 tahun, menuai kritikan dan keberatan masyarakat.

Kurniatun, warga Pombewe mengatakan, tanah mereka turun-temurun dikuasai masyarakat bahkan jauh sebelum menjadi HGU Hasfarm.

Dia menyayangkan, keputusan pemerintah sepihak. Kurniatun merasa, intervensi BBT dalam bentuk hak pengelolaan atas tanah Pombewe membuat masyarakat harus turun status dari hak milik dan atau komunal jadi hak pakai.

“Kekhawatiran jika masyarakat akan jual tanah ke orang lain itu tidak mungkin. Ini bukan sertifikat tanah perorangan, yang kami minta sertifikat tanah komunal.”

Dia mempertanyakan,  jaminan hak pakai setelah masa 10 tahun. Kurniatun  bilang, tidak ada jaminan kuat setelah masa 10 tahun hak pakai jadi hak milik.

Senada dengan Kurniatun, BPD Pombewe, Ningsih justru meminta jaminan kepada BBT soal hak milik lahan 194.75 hektar pasca 10 tahun.

Menurut dia, kehadiran BBT justru menghambat proses percepatan reforma agraria di Sigi.

Kekhawatiran dan tidak pasti jaminan hak milik membuat masyarakat Pombewe  menolak keberadaan BBT.

Kehadiran BBT justru melemahkan kepemilikan sertifikat hak milik dan atau komunal menjadi hak kelolah (HPL).  Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan program tanah obyek reforma agraria (Tora) di Desa Pombewe.

Menanggapi itu, Mahendra tetap berpegang pada aturan BBT.

“Setelah 10 tahun, lahan masih dimanfaatkan, digunakan. Dari hak pakai akan menjadi hak milik. Jadi hak pengelolaan ini fleksible, bisa lepas.”

Amran Tambaru menilai jawaban BBT tidak berubah. Masih sama ketika rapat koordinasi di Kantor Bupati Sigi, 5 Oktober 2023. Kekhawatiran masyarakat, katanya,  cukup beralasan.

“Ini terkait kebijakan. Setiap pemerintahan akan berganti begitupun dengan kebijakan. Itu mengikut. Apa benar ada kepastian soal hak kepemilikan, jaminannya apa? Ini yang mereka mau, jaminan!”

Mulki Shader dari Kedeputian II Kantor Staff Presiden (KSP) mengatakan, ada tiga irisan bank tanah dan reforma agraria yang teridentifikasi KSP.

Pertama,  kelembagaan. BBT lahir dari UU Cipta kerja dalam PP 64/2021.  BBT berperan sebagai operator atau manager. Peran yang selama ini dianggap tidak ada.

Kedua,  objek reforma agrarian dan bank tanah saling terkait. Berdasarkan Pasal 129 UU Cipta Kerja bahwa tanah Bank Tanah adalah hak pengelolaan. Di atas hak ini berisa diberikan HGU, HGB dan hak pakai.

“Kita punya existing reforma agraria. Lalu ada kelembagaan Bank Tanah yang lahir dari UU Cipta Kerja lalu diatur dalam PP 64/2021. Intinya, Bank Tanah memisahkan peran yang selama ini dianggap tidak ada. Perannya adalah operator atau manager.”

Ketiga,  safeguard fase 10 tahun. “Awalnya mau masuk ke Perpres Reforma Agraria tapi karena ada beberapa dinamika tidak jadi masuk,” kata Mulki.

Untuk itu, dia menyarankan, masyarakat mengajukan keluhan atau komplain. KSP menilai mekanisme komplain adalah elemen sangat esensial karena ada yang terdampak hak atas tanah.

 

 

******

 

Jerat Hukum 9 Petani Kala Tak Mau Lahan jadi Bandara IKN

 

Exit mobile version