Mongabay.co.id

Wato Lota, Batuan Alami dengan Bentuk Unik di Flores Timur

 

 

Wato Lota merupakan nama tempat di pesisir Lewouran, Desa Lewotobi, Kecamatan Ilebura, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Wato dalam Bahasa Lamaholot artinya batu sementara Lota bermakna bersusun. Wato Lota adalah batu bersusun. Meski berjarak sekitar 100 meter dari jalan raya beraspal, namun untuk menuju lokasi ini harus jalan kaki, melewati ladang jagung dan kebun jambu mete masyarakat.

Hal unik di Wato Lota adalah hamparan batu bersusun di pantai, dari utara ke selatan, sekitar 1,5 kilometer. Bentuk batunya juga unik, ada yang menyerupai ikan hiu, penyu, buaya, peti jenazah, tapak kaki manusia, wajah manusia, naga terbang, monyet, perahu, susunan roti, hingga tempat tidur nelayan.

Di tepi pantai ini juga terdapat sebuah sumur tua dikelilingi pohon kelapa. Airnya yang tawar, dikonsumsi warga sekitar maupun nelayan yang beristirahat.

Pius Muda, tokoh adat Lewouran, mengatakan sumber air itu awalnya ditemukan warga bernama Rowe. Kepala Suku Muda lalu memerintahkan warganya menggali sumber air tersebut hingga menjadi sebuah sumur.

“Penggalian dilakukan dengan bantuan Suku Kewure yang memiliki keahlian memahat batu. Sumur ini diberi nama Wai Uhe,” ujarnya, akhir Februari 2024.

Baca: Joni Mesakh dan Hutan Mangrove Tanah Merah

 

Batu cadas yang menjorok ke laut ini berada di Wato Lota, Ilebura, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Pertahankan kearifan masyarakat

Ferdy Lewoema, warga setempat, menyatakan lokasi unik ini belum ditata dengan baik.

“Meski memiliki legenda, pemerintah daerah bisa berkoordinasi dengan tuan tanah atau masyarakat adat untuk mengelola sekaligus menjaga tempat tersebut,” ujarnya.

Rofin Muda, anak muda Lewouran, menuturkan masyarakat adat harus dilibatkan dan ritual adat harus dipertahankan bila ingin dikelola bersama.

“Pasti ada larangan yang harus dipatuhi, sesuai aturan adat.”

Wato Lota memiliki berbagai bentuk yang diyakini sebagai penjaga pantai.

“Pengunjung dilarang mengotori lokasi, terlebih merusak alam dan lingkungan sekitar,” ungkap Rofin.

Baca juga: Ritual Pati Ka, Kearifan Masyarakat Adat Lio Menjaga Kelestarian Danau Kelimutu

 

Batu bersusun menyerupai roti ini berada di Wato Lota, Ilebura, Flores Timur, NTT. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Unsur pembentuk batuan

Joko Wahyudiono, Penyelidik Bumi Muda, Pusat Survei Geologi Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menjelaskan bebatuan di pantai bentuknya bisa beragam.

Hal ini dipengaruhi unsur pembentuk batuan itu sendiri [faktor dalam], misalnya komposisi mineral, ukuran butir, struktur, tekstur, kekerasan, pecahan, belahan, dan kemagnetan.

Unsur ini berinteraksi dengan sekitarnya [faktor luar], misalnya air dengan beragam kadar salinitas, gelombang laut, angin, kelembaban udara, curah hujan, sinar matahari, dan pelapukan.

“Interaksi faktor luar dan dalam ini membentuk berbagai bentuk yang [boleh jadi] menurut pandangan manusia unik dan menarik,” terangnya, Rabu [6/3/2024].

Joko mencontohkan batuan di Pantai Menganti, Kebumen, merupakan struktur tiang/columnar joint batuan beku. Di Pantai Kolbano, NTT, terdapat batu layar berwarna merah akibat gerusan gelombang.

 

Batu bersusun berwarna ini juga berada di Wato Lota, Lewouran, Ilebura, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Batuan yang tadinya keras boleh jadi tergerus ombak dan membentuk pemandangan unik.

“Kadang-kadang ada batuan yang pembentukannya dipengaruhi angin, proses kimia, ditumbuhi lumut atau tumbuhan lain,” terangnya.

Joko jelaskan, warna batuan sangat dipengaruhi komposisi mineral. Misalnya, ada batuan yang berwarna merah karena terdapat kandungan besi [Fe] yang tinggi. Ada batuan ultrabasa berwarna hitam, karena banyak mengandung magnetit.

“Ada juga jenis batuan berwarna biru karena mengandung tembaga [Cu] yang tinggi,” paparnya.

 

Daun Lontar dan Anyaman Kreatif Masyarakat Flores

 

Exit mobile version