- Sebanyak 22 Mosalaki [ketua lembaga adat] dari komunitas adat sekitar kawasan TNK, termasuk seorang Mosalaki perempuan hadir pada acara Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata, di sekitar kawasan Danau Kelimutu, Taman Nasional Kelimutu [TNK], Senin [14/8/2023].
- Pati Ka merupakan ritual adat memberi makan arwah leluhur di Danau Kelimutu. Ritual ini sebagai bentuk penghormatan kepada wujud tertinggi dan arwah leluhur.
- Pesan moralnya, agar kita menghormati leluhur dan sang pencipta dengan ikut menjaga warisan adat budaya serta alam.
- Masyarakat di sekitar kawasan taman nasional menjadikan Danau Kelimutu sebagai pusat budaya. Ini merupakan potensi menjaga keutuhan taman nasional sekaligus menarik wisatawan.
Ada yang berbeda di sekitar kawasan Danau Kelimutu, Taman Nasional Kelimutu [TNK], Senin [14/8/2023].
Banyak orang hadir di danau tiga warna yang berada di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Meraka, masyarakat lokal maupun wisatawan domestik dan mencanegara, mengenakan sarung tenun.
Sebanyak 22 Mosalaki [ketua lembaga adat] dari komunitas adat sekitar kawasan TNK, termasuk seorang Mosalaki perempuan hadir pada acara Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata tersebut.
Baca: Ini Pesan Leluhur untuk Keselamatan dan Kelestarian Danau Kelimutu

Ritual adat yang digelar setahun sekali ini diawali dengan “Kai Pere Lesu Usu” di Pere Konde, lalu dilanjutkan dengan “Mega” atau sapaan kepada tetamu di halaman Sao Ria atau rumah adat. Selanjutnya, rombongan berjalan tanpa alas kaki dalam keheningan menuju lokasi ritual di kawasan Danau Kelimutu.
Seorang penabuh gong dan Mosalaki Pu’u berjalan di depan, diikuti dua perempuan yang menjunjung bakul dari anyaman daun lontar dan tembikar. Di belakangnya, diikuti barisan Mosalaki, lalu masyarakat adat dan wisatawan.
Di lokasi, ritual ditutup dengan menari Gawi [tarian tradisional Lio] diringi nyanyian syair adat dalam Bahasa Lio [Sodha].
Mongabay Travel: Eloknya Puncak Kelimutu, Danau Kawah yang Terus Berubah Warna

Ketua Forum Komunitas Adat Kelimutu, Yohanes Don Bosco Watu, kepada Mongabay Indonesia menjelaskan, ritual ini sudah dilakukan 15 kali.
“Pati Ka merupakan ritual adat memberi makan arwah leluhur di Danau Kelimutu. Ritual ini sebagai bentuk penghormatan kepada wujud tertinggi dan arwah leluhur,” ungkapnya.
Dalam ritual ini, sesajen berupa nasi dari beras merah dibungkus di anyaman daun lontar dan daging diletakkan di tempurung kepala. Sementara sirih pinang dan tembakau digulung di daun lontar.
“Pesan moralnya, agar kita menghormati leluhur dan sang pencipta dengan ikut menjaga warisan adat budaya serta alam,” ungkapnya.
Baca: Danau Kelimutu Bakal Ditata, Apa Perubahannya?

Menjaga warisan
Kepala Balai TN Kelimutu Budi Mulyanto, mengakui ritual adat Pati Ka sangat penting bukan hanya bagi masyarakat Suku Ende Lio, tapi juga untuk taman nasional.
Kawasan TN Kelimutu mempunyai keterikatan sangat kuat dengan masyarakat adat sekitar. Ada kesamaan pandangan ritual adat dengan keberadaan Danau Kelimutu yang berada di kawasan taman nasional.
“Masyarakat di sekitar kawasan taman nasional menjadikan Danau Kelimutu sebagai pusat budaya. Ini merupakan potensi menjaga keutuhan taman nasional sekaligus menarik wisatawan,” ucapnya.
Baca: Menikmati Keindahan Bunga Edelweis dan Stroberi di Taman Nasional Kelimutu

Masyarakat di sekitar kawasan TN Kelimutu mempercayai Danau Kelimutu tempat bersemayamnya arwah nenek moyang mereka.
“Ini membuat hubungan masyarakat dengan kawasan taman nasional sangat kuat. Sekaligus, menjadi kekuatan tersendiri dalam pengelolaan kawasan konservasi, terutama sebagai penyangga kehidupan seperti penyediaan sumber mata air, plasma nutfah, dan penyedia oksigen.”
Dalam pengelolaan kawasan konservasi, masyarakat sekitar kawasan selalu dilibatkan, seperti pengamanan dan perlindungan melalui Masyarakat Mitra Polhut dan Masyarakat Peduli Api.
“Mereka ikut serta dalam patroli rutin, maupun kegiatan pencegahan kebakaran hutan di kawasan TN Kelimutu,” ungkapnya.
Baca juga: Yuk, Menengok Berbagai Pesona Keindahan Alam Kelimutu

Bupati Ende Djafar Ahmad berpesan, ritual adat ini jangan hanya sebatas seremoni tetapi juga ada makna mendalam yang harus dipahami bersama. Ritual ini merupakan bentuk kearifan masyarakat menjaga danau dan alam dari hal-hal yang tidak diinginkan.
“Sekaligus meningkatkan daya tarik wisata berbasiskan kearifan lokal,” jelasnya.