Mongabay.co.id

Beru Situtung, Harimau Sumatera yang Menyerang Dua Warga Langkat Sudah Ditangkap

 

 

Namanya Beru Situtung. Harimau sumatera ini, telah dilepasliarkan di Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan [KLHK], Rabu [6/3/2024].

Namun, belum sepekan berada di habitat alaminya, ia berkonlik dengan manusia. Korbannya adalah Jerry Ginting [25], warga Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang diterkam saat berada di kawasan TNGL tanpa izin, Senin [11/3/2024]. Jerry selamat, namun harus menjalani perawatan intensif dengan 82 jahitan di bagian kepala dan pundak belakang.

Tiga hari berselang, M Ikhwan Sembiring [41], warga Dusun Sidorejo, Desa Mekar Makmur, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, diserang harimau saat menurunkan buah sawit di wilayah Barak Hitam, Langkat, pukul 17.45 WIB. Kakinya teluka, terutama bagian paha, akibat cakaran predator puncak tersebut.

Fifin Nopiansyah, Kepala Bidang Teknis BBKSDA Sumatera Utara, membenarkan peristiwa tersebut. Lokasi harimau yang menyerang warga di luar kawasan TNGL.

“Kandang jebak telah dipasang,” jelasnya, Sabtu [16/3/2024].

Sabtu sore, harimau yang berkeliaran di kebun sawit itu berhasil diamankan pihak Balai TNGL dan BBKSDA Sumatera Utara.

Camat Sei Lepan, Kabupaten Langkat, M. Iqbal Ramadhan, menyatakan, berdasarkan informasi pihak balai taman dan BKSDA, harimau yang ditangkap tersebut Beru Situtung.

“Ini berdasarkan keterangan petugas. Pengakuan warga saya yang diserang juga sama, ada kalung di lehernya, yaitu GPS Collar,” jelasnya, Minggu [17/3/2024].

Beru Situtung, bersama harimau Ambar Goldsmith, dilepasliarkan langsung oleh Siti Nurbaya Bakar, Menteri LHK. Keduanya diangkut menggunakan tiga helikopter dari Pangkalan Udara Soewondo, Medan, menuju TNGL.

Untuk mengantisipasi terjadinya interaksi negatif manusia dan harimau, Palber Turnip, Kepala Bidang PTN Wilayah III Stabat BBTNGL, bersama tim dibantu masyarakat berjaga di pinggiran TNGL. Menggunakan mercon, petasan, dan bunyi-bunyian keras, mereka coba menghalau Ambar untuk menjauhi permukiman warga.

U. Mamat Rahmat, Kepala BBTNGL, menjelaskan bahwa kajian kesesuaian habitat dan sosial telah dilakukan sebelum pelepasliaran dilakukan, di Zona Inti Blok Lubuk Tanggok Resor Seibetung, SPTN Wilayah VI Besitang, Bidang PTN Wilayah III Stabat, Langkat.

Jarak lokasi pelepasliaran dengan kampung terdekat Desa Aras Napal, sekitar 10 km dan 10,24 kilometer ke kampung Barak Induk.

“Hasil kajian menunjukan, area itu Zona Inti TNGL yang sangat sesuai untuk pelepasliaran dan dipantau rutin,” terangnya, Rabu [6/3/2024].

Baca: Bila Bertemu Harimau Sumatera, Apa yang Harus Kita Lakukan?

 

Ini adalah harimau sumatera yang dilepasliarkan KLHK pada 6 Maret 2024 di TNGL. Foto: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

 

Pos dibakar

Sebuah pos di areal 242 milik BBKSDA Sumut, wilayah Aras Napal dibakar massa pada Jumat [15/3/2024]. Terkait peristiwa tersebut, Rudianto Saragih Napitu, Kepala BBKSDA Sumut, saat dikonfirmasi belum memberikan keterangan.

Andi Sinaga dari Forum Investigator Zoo Indonesia, menyayangkan peristiwa tak terpuji itu. Dia mendesak pihak berwenang menangkap pelaku pembakaran fasilitas negara tersebut.

Dia menduga ada grand design jaringan pemburu satwa liar yang memanfaatkan momen ini. Sebab, kehadiran petugas di jalur keluar masuk hutan yang masih memiliki kepadatan satwa mangsa harimau sumatera, mengganggu mereka menjalankan tindakan ilegal.

“Setelah Lampung, giliran fasilitas KLHK di Langkat yang dibakar. Semua pihak harus bersatu, melawan para pelaku kejahatan satwa liar,” ujarnya, Senin [18/3/2024].

Baca juga: Bisakah Kita Menyelamatkan Harimau Sumatera?

 

Harimau sumatera ini dilepasliarkan di Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], Rabu [6/3/2024]. Foto: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

 

Hukuman penjual kulit harimau

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padang Sidempuan, Sumatera Utara, yang diketuai Silvia Ningsih, memvonis Martua Simarmata [44] dan Daud Yusuf Simarmata [41], dua tahun enam bulan penjara dengan denda sebesar Rp100 juta subsider enam bulan kurungan, Kamis [14/3/2024].

Mereka dinyatakan bersalah memperdagangkan satu lembar kulit harimau beserta 15 kilogram sisik trenggiling.

“Terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya [KSDAE] Jo. 55 Ayat [1] KUHP.”

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Srimulyati Saragih menuntut keduanya tiga tahun enam bulan penjara. Dalam sidang yang digelar Kamis [29/2/2024], terdakwa yang merupakan kakak adik terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 40 ayat 2 UU No 5/1990.

Usai sidang, Martua mengatakan, kulit harimau tersebut milik Lambok Lubis, warga Desa Padang Sanggar, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal. Menurutnya, harimau tersebut pernah menyerang ternak ayam warga Desa Pastap Julu.

“Saya baru tahu ada jaringan perdagangan kulit harimau. Mereka mencari orang dan saya tergiur ikut,” ungkapnya.

Maratua dan Daud ditangkap tim Subdit 4 Tipiter Direktorat Kriminal Khusus Polda Sumatera Utara di Padang Sidempuan, yang menyamar sebagai pembeli, pada 9 November 2023. Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Utara Kombes Pol Hadi Wahyudi menjelaskan, para pelaku merupakan warga Padang Sidempuan.

“Kami terus mengembangkan kasus dan mencari tahu bagaimana keduanya memperoleh barang tersebut,” ujarnya.

 

Beru Situtung diperiksa tim medis, terkait kesehatannya sebelum dilepasliarkan di TNGL, Rabu [6/3/2024]. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Dalam persidangan berbeda, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang diketuai Hamozaro Waruhu, memvonis Ramadhani alias Bolang dan Reza Heryadi alias Ica masing-masing 3 tahun dan 2 tahun penjara, Senin [26/2/2024]. Mereka terbukti bersalah memperdagangkan dua bayi orangutan dan melanggar UU No 5/1990.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Febrina Sebayang menuntut hukuman yang sama.

“Terdakwa Ramadhani dituntut lebih berat karena pernah dihukum menjual burung langka, sementara Reza baru pertama kali,” jelasnya.

Atas putusan tersebut, Direktur Voice of Forest Mirza Baihaqie memberikan apresiasi kepada majelis hakim.

“Ini kemajuan dalam penindakan kasus perdagangan satwa. Penegakan hukum juga harus mempertimbangkan keadilan ekologi. Hilangnya satu individu orangutan dari alam akan berpengaruh pada ekosistem hutan yang pada akhirnya beimbas pada kehidupan manusia,” paparnya.

 

Nasib Harimau Sumatera Masih Berkutat Konflik dan Perburuan

 

Exit mobile version