- Apa yang harus kita lakukan, bila bertemu harimau sumatera di alam liar? Apakah kita berdiam diri, mundur perlahan, atau segera lari?
- Bila menyadari atau mengetahui ada harimau di belakang kita, maka lebih aman langsung balik badan menghadap ke arah harimau tersebut, sembari berjalan mundur perlahan hingga batas aman. Sangat disarankan untuk tidak berlari membelakangi harimau karena sangat berisiko
- Bersembunyi di semak belukar juga bukan pilihan tepat, karena harimau senang menerkam mangsanya di area ini. Harimau menggunakan semak belukar untuk bersembunyi dari pandangan manusia, sebagai tempat mengintai
- Apakah efektif bila kita menggunakan topeng di bagian belakang kepala, untuk menghindari terkaman harimau?
- Dengan topeng di bagian belakang kepala, seolah kita sedang melihat ke arah harimau dan dapat mencegah serangan. Hal ini banyak digunakan di India, namun belum banyak dilakukan di Sumatera.
Apa yang harus kita lakukan, bila bertemu harimau sumatera di alam liar? Apakah kita berdiam diri, mundur perlahan, atau segera lari?
“Sangat disarankan untuk tidak berlari membelakangi harimau karena sangat berisiko diterkam,” terang Erni Suyanti Musabine, atau akrab disapa Yanti, dokter hewan yang aktif di Forum HarimauKita, kepada Mongabay Indonesia, Kamis [7/3/2024].
Bila menyadari atau mengetahui ada harimau di belakang kita, maka lebih aman langsung balik badan menghadap ke arah harimau tersebut, sembari berjalan mundur perlahan hingga batas aman.
“Selama ini, beberapa orang selamat dari serangan harimau karena melakukan hal ini, baik di daerah konflik harimau di Bengkulu, Sumatera Selatan, maupun Lampung,” lanjut Yanti.
Bersembunyi di semak belukar juga bukan pilihan tepat, karena harimau senang menerkam mangsanya di area ini. Harimau menggunakan semak belukar untuk bersembunyi dari pandangan manusia, sebagai tempat mengintai mangsa.
“Seperti yang terjadi di Suoh, Lampung Barat, harimau menggunakan semak belukar di sekitar kebun atau talang untuk memantau mangsa maupun manusia.”
Selain itu, mengintimidasi atau mengusir dengan melempar sesuatu ke arah harimau bisa berpotensi membuatnya menyerang.
“Saat berjumpa langsung atau tidak sengaja bertemu harimau sumatera, atau di daerah konflik yang orang menyadari ada harimau di dekatnya, maka perlu menghindari tindakan-tindakan berpotensi menimbulkan serangan harimau pada manusia,” kata Yanti.
Lalu, apakah efektif bila kita menggunakan topeng di bagian belakang kepala, untuk menghindari terkaman harimau?
Ini merujuk perilaku harimau yang menerkam pada sisi belakang atau tengkuk mangsa.
“Dengan topeng di bagian belakang kepala, seolah kita sedang melihat ke arah harimau dan dapat mencegah serangan. Hal ini banyak digunakan di India, namun belum banyak dilakukan di Sumatera.”
Bagi harimau sumatera, fragmentasi dan penurunan kualitas habitat yang diiringi aktivitas manusia [antropogenik] di wilayah jelajah mereka [Paiman et al., 2018; Pratama & Danoedoro, 2023], membuat kemungkinan kontak atau interaksinya dengan manusia semakin tinggi.
Hal ini didukung dengan fakta bahwa sekitar 60-70 persen kantong habitat harimau sumatera berada di luar kawasan konservasi [Wibisono & Pusparini, 2010].
Baca: Bisakah Kita Menyelamatkan Harimau Sumatera?
Konflik beruntun
Saat dihubungi Mongabay, Yanti bersama tim masih berupaya menangani konflik harimau di Suoh, Lampung Barat, Lampung. Diberitakan sebelumnya, dalam kurun waktu dua minggu, dua warga Lampung Barat meninggal diterkam harimau.
Dikutip dari detik.com, korban pertama adalah Gunarso [47], petani asal Pekon Sumber Agung, Kecamatan Suoh, Kamis [8/2/2024]. Korban kedua adalah Sahri [28], warga Pekon Bumi Hantatai, Kecamatan Bandar Negeri Suoh, Kamis [22/2/2024] malam.
Dikutip dari beritasatu.com, konflik kembali terjadi pada Senin [11/3/2024] siang. Samanan [41], seorang warga Desa Suka Marga, yang juga berasal dari Kecamatan Suoh, diterkam harimau saat beraktivitas di kebun bersama dua rekannya. Korban selamat dan sedang menjalani perawatan.
Namun, peristiwa ini memicu aksi warga membakar kantor Polisi Kehutanan [Polhut] Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS] Resort Suoh. Hingga saat ini, upaya penangkapan harimau terus dilakukan dengan melibatkan semua intansi terkait.
Dikutip dari detik.com, konflik juga terjadi di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, pada Selasa [11/3/2024]. Korban selamat bernama Jerimia Perdana Ginting [25], warga Desa Harapan Maju, Kecamatan Sei Lepan. Saat itu, korban tengah memanen cabai bersama orangtuanya.
“Orangtua korban yang melihat anaknya diserang, langsung mengusir harimau menggunakan kayu dan parang. Harimau menghentikan serangannya dan pergi ke arah kawasan Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL],” kata Kasi Humas Polres Langkat AKP Rajendra Kusuma.
Yanti menjelaskan, saat berada di areal berisiko tinggi konflik harimau, masyarakat disarankan untuk bekerja di kebun atau ladang secara berkelompok, untuk mengurangi potensi serangan.
“Seperti konflik harimau di Suoh yang cenderung memilih target sendirian, baik yang beraktivitas di kebun sendirian, tinggal di talang kebun sendirian, maupun yang melintas di jalan setapak sendirian,” terangnya.
Baca: Wawancara Dwi Adhiasto: Mengenali Motif Perburuan Harimau Sumatera
Perubahan perilaku
Dikutip dari situs resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, jumlah harimau sumatera di alam liar diperkirakan sekitar 600-an individu, yang tersebar dalam 23 lanskap di Sumatera.
Meski demikian, sejumlah konflik yang terjadi dapat menggambarkan serta mengindikasikan adanya penurunan atau penyempitan habitat harimau.
“Perilaku harimau yang berkonflik dari 8-26 Februari 2024, cenderung mendekati aktivitas manusia yang sendiri. Namun, kejadian konflik tidak hanya terjadi di areal penggunaan lain [APL] tetapi juga di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan,” kata Yanti.
Selain banyaknya aktivitas manusia yang bersinggungan di habitat harimau sumatera, konflik juga diakibatkan oleh berbagai faktor. Harimau yang berkonflik di Suoh, sebelumnya pernah tertangkap kamera jebak/trap dan sudah dewasa. Lalu, terpantau lagi pada 2022, sebelum berkonflik dengan manusia di Suoh.
“Dugaan sementara, harimau tersebut berusia dewasa lanjut atau dewasa tua sehingga lebih memilih mangsa yang mudah diburu. Namun, untuk estimasi usia masih harus dibuktikan dengan pemeriksaan gigi jika harimau di-rescue,” terangnya.
“Ini juga terlihat di lokasi kedua korban, masih ditemukan tapak baru dan tanda keberadaan satwa mangsa seperti rusa sambar dan babi hutan,” lanjutnya.
Selain itu, kondisi harimau yang kurang sehat juga bisa menyebakan perubahan perilaku, tapi masih perlu dibuktikan dengan pemeriksaan medis.
“Beberapa kasus konflik dengan korban manusia di provinsi lain juga ada yang disebabkan karena dendam, namun perlu dibuktikan lebih lanjut,” tegasnya.
Dua individu harimau dikembalikan ke TNGL
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], melepasliarkan dua individu harimau sumatera bernama Ambar Goldsmith dan Beru Situtung ke habitat alaminya di Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], Rabu [6/3/2024].
Kedua predator puncak tersebut diangkut menggunakan tiga helikopter dari Pangkalan Udara Soewondo, Medan, menuju lokasi pelepasliaran di Zona Inti Blok Hutan Lubuk Tanggok, TNGL, Resort Sei Betung SPTN Wilayah VI Besitang, Bidang PTN Wilayah III Stabat, Langkat, Sumatera Utara.
Siti Nurbaya Bakar, Menteri LHK, memimpin langsung proses pengembalian satwa terancam punah tersebut ke hutan, rumah asalnya.
“Harimau menjadi perhatian internasional, satwa kharismatik yang disebut Flagship Species, yaitu jenis satwa strategis sebagai indikator baiknya bentang alam hutan atau lingkungan kita,” terangnya.
Siti menyatakan, harimau sumatera merupakan satu dari sembilan spesies kucing liar/wild cat yang perannya sangat penting dalam mendukung keseimbangan ekosistem dan penyediaan jasa lingkungan. Pelepasliaran ini merupakan upaya penyelamatan satwa dari konflik dengan manusia, yang telah melalui proses rehabilitasi untuk mengembalikan sifat liarnya.
“Lokasi pelepasliaran sudah melalui kajian kesesuaian habitat yang dilakukan Balai Besar TNGL bersama mitra pada 2022. Topografinya relatif datar dengan tutupan hutan sangat terjaga, serta tersedia satwa mangsa seperti babi hutan, rusa, dan kijang. Diharapkan, populasi harimau akan meningkat. Wilayah ini jauh dari aktivitas manusia,” terangnya.
Untuk itu, hutan Leuser harus dijaga kelestariannya, Sebab, di sini hidup empat spesies kunci yang menjadi prioritas perlindungan Pemerintah Indonesia.
“Ada harimau sumatera, badak sumatera, orangutan sumatera, dan gajah sumatera.”
Ambar Goldsmith merupakan harimau betina umur 5,5-6 tahun. Ia tangkap menggunakan kandang jebak, yang dipasang Tim Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam [BBKSDA] Sumatera Utara dan mitra pada 21 Desember 2022 di Dusun Aras Napal, Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
Sementara Beru Situtung, merupakan harimau betina umur 3-4 tahun, yang diselamatkan dari interaksi negatif dengan manusia di kawasan Hutan Lindung Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh.
Pada 8 April 2023, ia dipindahkan ke Suaka Satwa Harimau Sumatera Barumun untuk dilakukan perawatan intensif dan kajian perilaku hingga dinyatakan siap untuk dilepasliarkan.
Harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae] merupakan satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi, sebagaimana mandat UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya.
Berdasarkan IUCN [International Union for Conservation of Nature], statusnya Kritis [Critically Endangered/CR], atau selangkah menuju kepunahan di alam liar.
Referensi jurnal:
Paiman, A., Anggraini, R., & Maijunita, M. (2018). Faktor Kerusakan Habitat dan Sumber Air Terhadap Populasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Taman Nasional Sembilang. Jurnal Silva Tropika, 2(2), 22–28.
Pratama, W. S. A., & Danoedoro, P. (2023). Kajian Pengaruh Perubahan Penutup dan Penggunaan Lahan Terhadap Kualitas Habitat Harimau Sumatera, Studi Kasus: Bukit Tigapuluh dan Sekitarnya. Universitas Gadjah Mada.
Wibisono, H. T., & Pusparini, W. (2010). Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae): A review of conservation status. Integrative Zoology, 5(4), 313–323.