Mongabay.co.id

Sungai Hilang Asa Berbilang 

  

Jika kita menilik peta, akan terlihat hampir seluruh kota berkembang di dekat sungai. Ini bukanlah sebuah kebetulan. Karena dulu sungai menyediakan air yang menjadi kebutuhan pokok. Namun seiring berjalannya waktu, semakin banyak sungai yang hilang. Baik fungsi maupun keberadaannya.

Indonesia memiliki tidak kurang dari 70 ribu sungai. Menurut BPS, sekitar 46 persen sungai itu dalam keadaan tercemar berat. Data lainnya menyebutkan (2022), kualitas air sungai di Indonesia hanya 8,1 persen yang memenuhi baku mutu dari 111 sungai yang diidentifikasi.

Data Ecoton 2022 menyebutkan semua air sungai di DAS Barito (Kalimantan Tengah dan Selatan) tercemar mikroplastik, rata-rata 56 PM dalam 100 liter air. Mikroplastik juga mereka temukan di sungai terpanjang di Indonesia, Kapuas (Kalimantan Barat), bahkan Sungai Remu (Sorong, Papua Barat).

“Indonesia memiliki roadmap pengurangan sampah plastik ke laut hingga 70 persen pada tahun 2038 namun hingga kini sampah-sampah dari sungai tak terkendali masuk ke perairan pesisir, belum ada upaya serius pemerintah daerah untuk ikut mengurangi volume sampah plastik yang masuk ke laut,” kata Prigi Arisandi, direktur Ecoton.

 

Dalam sebuah diskusi, Ahmad Bastari, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Palembang mengatakan kota itu kehilangan 612 sungai. Dari 726 buah yang ada dalam catatan masa lalu, kini tinggal 114 sungai saja.

baca : Gawat, Sungai di Aceh Tercemar Mikroplastik

 

Seorang anak melihat aliran sungai dan sawah yang mengering di Desa Batujai, Kecamatan Praya, Kabupaten Lombok Tengah, NTB. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Hilang dan tercemarnya sungai bukan hanya menjadi fenomena lokal maupun regional. Ribuan sungai di China juga dilaporkan hilang. Fenomena ini terjadi pula di Peru, Bangladesh, Perancis, Colorado dalam jumlah yang berbeda-beda.

Sebuah kajian yang dilaporkan tiga tahun lalu memotret secara global degradasi sungai. Sekitar 51 persen hingga 60 persen sungai di seluruh dunia berhenti mengalir setidaknya satu hari dalam setahun. Berarti lebih dari separuh sungai di seluruh dunia tidak bersifat abadi.

“Mengingat perubahan iklim dan penggunaan lahan global yang terus berlanjut, sebagian besar jaringan sungai global diperkirakan akan berhenti mengalir secara musiman selama beberapa dekade mendatang,” kata Bernhard Lehner, dikutip dari siaran pers Universitas McGill, Kanada. Dia adalah peneliti dari universitas yang sama.

Ini adalah upaya pertama untuk mengkaji sungai yang tidak selalu mengalir sepanjang tahun di seluruh dunia berdasarkan data-data lapangan.

baca juga : Air Berbusa Mencemari Sungai di Jakarta, Berbahayakah?

 

Warga saat hendak memancing di sungai yang terpapar busa di Sungai Kali Krukut, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, DKI Jakarta. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Temuan yang dimuat dalam jurnal Nature, 2021 itu membalik paradigma tradisional yang menganggap sebagian besar sungai mengalir sepanjang masa. Jika tidak ditangani secara serius, mungkin saja suatu saat mati dan tak lagi memberi dukungan bagi kehidupan.

Padahal lebih dari separuh populasi dunia tinggal di lokasi tersebut, menurut kajian yang dikerjakan Universitas McGill, Kanada dan INRAE, organisasi penelitian yang beranggotakan 12 ribu orang itu.

Kajian mereka memanfaatkan informasi global mengenai hidrologi, iklim, geologi, dan tutupan lahan di sekitar jaringan sungai secara global. Para peneliti mengamati 64 juta kilometer sungai, dan memelototi data statistik aliran air di 5.615 lokasi di seluruh dunia.

Mereka menyerukan perubahan paradigma dan merevisi konsep dasar yang secara tradisional mengasumsikan adanya aliran air di sungai sepanjang tahun. Harapannya, pengelolaan ekosistem sungai dilakukan lebih bertanggung jawab.

baca juga : Menghapus Noda Sungai Citarum

 

Warga memungut sampah plastik di antara timbulan sampah di Sungai Citarum di wilayah Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (14/12/2022).
Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Pada Maret 2023, sejumlah negara yang mengikuti Konferensi Air PBB, menginisiasi program restorasi sungai, danau, dan lahan basah. Program antara lain akan memulihkan 300 ribu km sungai atau setara dengan lebih dari 7 kali mengelilingi bumi.

Sungai yang sehat bukan hanya menjadi rumah bagi banyak spesies yang beraneka. Namun juga menjadi sumber air baku, pengairan pertanian, pelayaran, sumber energi, bahkan rekreasi.

Mengabaikan status sebagai sungai pada sungai yang berhenti mengalir mengundang konsekuensi yang tidak sedikit. Harapannya, sungai yang tidak sehat dan kehilangan fungsinya bisa dipulihkan lagi agar kembali memperkuat daya dukung lingkungan.(***)

 

 

Ketika Rawa dan Sungai di Sumatera Selatan Mulai Mengering

 

Exit mobile version