Mongabay.co.id

Menata Transportasi Publik Terintegrasi dan Berkelanjutan

 

 

 

 

 

 

 

Naik kereta api dari Banten menuju Jakarta, bisa langsung nyambung ke trans Jakarta,  setelah itu lanjut dengan bus maupun MRT menuju tujuan di dalam Kota Jakarta. Bagaimana sebaliknya, kalau dari Jakarta mau ke daerah-daerah penyangga, apakah dari kereta api sudah terkoneksi dengan angkutan-angkutan massal untuk sampai ke tujuan? Berapa banyak jalur kereta apinya? Berapa banyak transportasi umum massal lain yang saling terkoneksi antara ibukota dan daerah penyangga?

Transportasi massal  mulai saling terhubung antara satu moda ke moda lain di Jakarta, tetapi belum saling terkoneksi dengan daerah- daerah penyangga di sekitar . Untuk itu,  perlu dorongan bersama sistem transportasi massal saling terkoneksi, berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dengan tercipta ekosistem transportasi massal berkelanjutan, tak hanya melancarkan kegiatan sosial dan perekonomian masyarakat juga jadi solusi atasi kemacetan dan polusi udara. Demikian antara lain bahasan dalam Jakarta Transport Forum bertajuk Konektivitas Transportasi dan Ekosistem Transportasi Jakarta Raya Berkelanjutan, awal Maret lalu.

Sri Haryati, Asisten Perekonomian Keuangan Sekretaris Daerah Jakarta  mengatakan, saat ini per hari setidaknya terdapat 88 juta perjalanan di kota yang menempati nomer 29 sebagai kota termacet dari 389 kota di dunia ini. Angka itu, katanya,  bisa terus naik seiring perkembangan kota metropolitan jadi kota global.

Dengan tingginya mobilitas perjalanan, tentu akan membawa isu lingkungan bagi kota metropolitan.

Menurut dia, bukan hanya perlu kebijakan sarana dan prasarana yang melayani pertumbuhan perjalanan saja. Juga, perlu merancang suatu ekosistem transportasi kota yang berkelanjutan.

“Sektor transportasi memerlukan inovasi dan pengembangan agar transportasi publik mampu meningkatkan aksebilitas, ketersediaan dan kualitas layanan,” katanya.

Bila itu dilakukan, akan mampu merangsang penggunaan transportasi pribadi ke umum. Untuk itu, penting dan lakukan dilakukan percepatan konektivitas transportasi antara ibukota Indonesia dengan wilayah-wilayah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang. Komitmen berbagai pihak, katanya,  juga sangat diperlukan. 

Budi Karya Sumadi,  Menteri Perhubungan, menyampaikan, untuk mengatasi kemacetan di Jakarta tengah mengupayakan kemudahan akses transportasi massal di Jabodetabek melalui konsep pembangunan berorientasi transit atau transit oriented development (TOD).

Dengan konsep itu, katanya,  bisa memudahkan masyarakat dalam mengakses angkutan umum massal. Karena kawasan ini akan terintegrasi dengan pemukiman, rumah sakit, perkantoran, area komersial, juga simpul transportasi.

Menurut Budi, pembangunan berkonsep TOD ini perlu ada di kota-kota besar seperti Jakarta karena penduduk padat dan lahan makin menyempit.

 

Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan dalam diskusi Jakarta Transport Forum. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Jakarta, katanya,  dengan kekuatan fiskal lumayan baik bisa mengreasi feeder-feeder supaya transportasi tidak hanya ditunjang pemerintah pusat, tetapi bagaimana creative financing pada sektor transportasinya.

“Karenanya, pada April mendatang kami mengajak beberapa tim dari Provinsi Jakarta untuk memasarkan TOD kepada pemerintah Jepang dan beberapa investor potensial unuk pengembangan di sepanjang jalur MRT North-South dan East-West Jakarta,” katanya.

Budi bilang, simpul-simpul transportasi publik itu, baik kereta maupun bus harus berkonsep TOD. Juga harus mendapatkan nilai tambah, nilai komersil yang akhirnya bisa mensubsidi. “Seperti angkutan massal di Jepang dan Hongkong yang disumbang  bahkan di-cover nilai komersil di TOD.”

Jabodetabek,  terdiri dari tiga provinsi dan delapan kabupaten/kota sudah jadi wilayah aglomerasi dengan intensitas pergerakan tinggi. Dengan begitu, katanya,  saling mempunyai ketergantungan dari aktivitas sosial, pendidikan, dan ekonomi.

Sebagai upaya memenuhi kebutuhan layanan transportasi massal bagi masyarakat Jakarta dan sekitar,  kata Budi, pemerintah meningkatkan pelayanan berbasis jalan dan rel.

Untuk layanan berbasis jalan,  katanya, distimulus dengan layanan buy the service (BTS). Sedangkan layanan berbasis rel, saat ini sudah ada light rail transit (LRT), mass rapid transit (MRT), KRL dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Berikutnya, kata Budi,  mendorong partisipasi pemerintah daerah dalam mengembangkan transportasi massal, baik melalui APBD maupun pembiayaan kreatif.

“Untuk kota-kota besar di Indonesia transportasi belum secepat Jakarta, namun saya sudah menunjuk beberapa kota seperti Medan, Bandung, Surabaya, Bali, Semarang, dan Palembang melakukan kerjasama-kerjasama dengan berbagai pihak. Misal, Surabaya dengan Jerman, Bali dengan Korea,” katanya.

 

Salah satu sarana transportasi publik di Jakarta. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 


Koordinasi
intensif

Mukoddas Syuhada , Asisten Daerah 3 Bidang Administrasi Umum Kota Tangerang menyampaikan, perlu koordinasi lebih intensif antar pemangku kebijakan mengatasi tantangan dan dinamika di perkotaan.

Pembangunan infrastruktur transportasi harus mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, ketepatan waktu dan peduli lingkungan hidup.

Sedangkan Achmad Taufik, Kepala Dinas Perhubungan Tangerang mengatakan, pembangunan transportasi massal perlu terintegrasi dari seluruh elemen pemerintah, swasta dan masyarakat,  tidak perlu lagi terkotak-kotak berdasarkan daerah.

Dia berharap,  kepada pemerintah pusat, apabila ada kebijakan agar mengajak daerah penyangga hingga sejalan yang diterapkan di daerah.

Senada, Zeno Bachtiar, Kepala Dinas Perhubungan Pemerintah Kota Bekasi. Dalam penanganan transportasi Jakarta Raya , katanya, ada beberapa hal perlu dilakukan. Pertama, batas wilayah geografis harus dihilangkan. Kedua, penguatan kelembagaan. Ketiga, penguatan pendanaan. Keempat, penguatan kerjasama.

Rudi Mashudi, Kepala Bapperinda Pemerintah Kota Bogor menyampaikan, dalam pembangunan transportasi berkelanjutan jangan hanya terjebak pada proses-proses pemenuhan sarana dan prasarana transportasi. Juga konektivitas integrasi ini bermuara pada unsur subjek yaitu manusia warga kota.

Hingga , katanya, setiap yang dibangun upayakan memenuhi transportasi berkelanjutan dengan arah infrastruktur yang mengubah culture.

“Berharap kebahagiaan warga jadi bagian penting dari pembangunan berkelanjutan,” katanya.

Dadang Wihana, Kepala Bappeda Kota Depok mengatakan, menata transportasi ibarat menata peradaban. Untuk itu, katanya, penting mengubah paradigma penggunaan transportasi pribadi ke transportasi publik.

Sementara, Suryanto Putra, Sekda Kabupaten Bogor berharap, ada aturan-aturan terkait transportasi massal yang sudah disepakati bersama seperti berbasis rel maupun jalan agar bisa dilanjutkan hingga Kabupaten Bogor.

 

kepadetan lalu lintas di Jakarta. Transportasi publik yang terintegrasi antar Jakarta dan kota-kota penyangga di sekitar diperlukan.. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Perlu terintegrasi

Muharram Atha Rasyadi, Urban Campaigner Greenpeace Indonesia mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir transportasi publik di Jakarta perkembangannya cukup baik. Namun, katanya, ada beberapa catatan perlu jadi perhatian, seperti keterjangkauan, konektivitas antar moda, maupun aksesibilitas.

Bila berbicara transportasi berkelanjutan ataupun penguraian kemacetan,  katanya, semestinya pemerintah tak hanya fokus pada transit oriented development (TOD) saja. melainkan visi pembangunan yang tak lagi mengedepankan kendaraan-kendaraan pribadi.

“Kita dapat melihat salah satu indikator kota maju di berbagai belahan dunia adalah bagaimana masyarakat dari berbagai kelas menggunakan transportasi publik sebagai pilihan utama dalam mobilitas harian,” katanya, Minggu (24/3/24).

Senada, Rifqi Azmi, dari Forum Diskusi Transportasi Jakarta mengatakan, mestinya pemerintah lebih gencar lagi mengintegrasikan transportasi publik.

Saat ini, pemerintah Jakarta maupun kota penyangga lebih fokus ke transportasi darat. Untuk transportasi air belum banyak dibahas. Padahal, katanya, dulu tranportasi air ini juga aktif digunakan masyarakat untuk aktivitas sehari-hari.

“Sekarang malah seolah terlupakan. Padahal ini sangat berpotensi, mengingat di Jakarta juga banyak sungai, barangkali ini juga bisa menjadi solusi mengatasi kemacetan di Jakarta,” katanya.

 

Penumpang di dalam Trans Jakarta, salah satu transportasi publik di Jakarta. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

*****

 

Menyoal Transisi Energi Sektor Transportasi

Exit mobile version