Mongabay.co.id

Cerita Desa Tanjung Kasri, Mandiri Energi dari Hutan yang Terjaga

 

 

 

 

Berkah bagi Desa Tanjung Kasri yang dikelilingi Taman Nasional Kerinci Seblat.  Desa dengan mayoritas Masyarakat Adat Serampas ini berada di Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Jambi, ini bisa mandiri energi dengan  memanfaatkan sumber air dari sungai sekitar.

“Kami pakai PLTMH (pembangkit listrik tenaga mikro hidro) dari Sungai Nyabu,” kata Hasanadi, warga Tanjung Kasri.

Sudah satu setengah dekade warga memanfaatkan aliran Sungai Nyabu sebagai sumber listrik. Hulu Sungai Nyabu berada di Gunung Sumbing yang masih tertutup hutan lebat. Derasnya arus sungai menjadi berkah bagi 164 keluarga di desa itu.

“Kalau dulu sebelum ada PLTA kami pakai lampu togok, kayak obor pake minyak tanah. Ada juga yang makai lampu strongking atau petromak,” katanya.

Ivandri, menantunya, mengajak saya melihat Sungai Nyabu di belakang rumah. Air jernih, berbatu dan berarus deras. Sekitar 200 meter dari pembangkit, sungai dibendung dan dibuat aliran untuk mendorong mesin turbin berkapasitas 60 kW (Kilowatt), cukup untuk menerangi 132 rumah di Tanjung Kasri.

Awalnya warga sudah manfatkan  air juga untuk energi, tetapi listrik yang dihasilkan kecil dan arus kerap tidak stabil. “Dulu banyak lampu kebakar.”

Akhir 2019, warga sepakat membangun PLTMH, karena daya pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebelumnya tak cukup memenuhi kebutuhan yang terus bertambah.

“Karena PLTA sudah usang, dan kapasitas tidak sanggup lagi mencukupi kebutuhan listrik di Tanjung Kasri, 2019 disepakati membangun PLTMH dengan anggaran Rp570 juta pakai dana desa,” kata Ahmad Tito Suryaniharja,  mantan Kepala Desa Tanjung Kasri.

 

Lampu di rumah Hasanadi yang berumber dari listrik PLTMH. Foto: Teguh Supriyanto/ Mongabay Indonesia

 

Hemat biaya

Para pelanggan PLTMH Tanjung Kasri hanya kena tarif Rp1.000 per kWh (kilowatt hour) dari daya yang dipakai, lebih murah Rp444 dari PLN.

“Kami sebulan paling Rp120.000, itu TV, kulkas, mesin cuci, magicom, lampu tidak pernah mati, hidup terus,” kata Hasanadi.

Bagi Leni lebih murah. Dia hanya bayar Rp35.000 untuk listrik sebulan. “Di rumah cuma untuk magicom, lampu dan TV. Kalau nggak pakai TV sebulan paling Rp15.000.”

Pengelola PLTMH juga menggratiskan biaya pasang baru untuk warga Tanjung Kasri. “Kalau orang luar baru bayar Rp1,6 juta.”

Pada 2023, jaringan PLN mulai masuk Desa Tanjung Kasri dan menargetkan 130 pelanggan. Warga enggan pasang listrik PLN karena biaya lebih mahal.

“Orang sudah enak pakai PLTMH jadi nggak mau pakai PLN. Mahal. Kalau PLN pasang baru Rp2,8 juta, kalau PLTMH gratis,” kata Jawarna.

Keuntungan lain penggunaan PLTMH, warga juga tidak repot kalau tiba-tiba listrik padam. “Kalau lampu mati, pasti ada masalah di pembangkit bisa langsung diperbaiki. Kalau PLN mati kita tidak tahu di mana yang rusak. Harus nunggu orang PLN, repot,” kata Rilian pengelola PLTMH Tanjung Kasri.

Meski tarif yang dibebankan pada pelanggan sangat murah, kata Rilian,  pendapatan dari pembayaran listrik PLTMH setiap bulan cukup untuk biaya perawatan, operasional serta gaji pengurus.

Bapak tiga anak itu bilang, yang sedikit repot dari perawatan PLTMH adalah saat ganti bering. “Kalau mau ganti bering harus lima orang karena yang diangkat berat. Harga bering juga agak mahal, karena butuh tiga bering sekali pasang.”

 

Sawah di Desa Tanjung Kasri, berdekatan dengan sungai sebagai sumber pengakiran. Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

 

Terkendala PLN?

Sejak awal 2019, Ahmad Tito yang saat itu menjabat Kepala Desa Tanjung Kasri,  bolak-balik ke Kota Jambi mengajukan revitalisasi PLTMH ke pemerintah provinsi. Sebagian jalur irigasi menuju mesin pembangkit masih tanah, hingga air banyak merembes. Akibatnya daya PLTMH kurang maksimal.

Saat para gubernur se Sumatera rapat koordinasi terkait penajaman rencana proyek prioritas strategis (major project) di Best Western Premier Panbil, Kota Batam, Kepulauan Riau, 23 Maret 2022, Gubernur Jambi Al Haris mengusulkan ke Bappenas untuk revitalisasi PLTMH Tanjung Kasri sebagai akselerasi pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi.  Usaha Tito dan Al Haris mentok. Hingga 2023,  hasil studi kelayakan untuk PLTMH Tanjung Kasri tak juga keluar.

“Mungkin karena PLN masuk, maka usulan kita sulit tembus,” kata Tito.

Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional mengatakan, pemerintah seharusnya mendukung energi terbarukan yang dikelola rakyat, bukan malah membunuhnya.

Warga yang mandiri energi justru dipaksa menggunakan listrik PLN yang mayoritas dari PLTU batubara perusahaan. Monopoli listrik PLN, perlahan membunuh kedaulatan energi masyarakat.

Ironisnya, PLN justru terus merugi. Zakki Amali, Manager Riset Trend Asia mengatakan, skema take-or-pay (TOP) mengharuskan PLN membayar listrik ke IPP meski daya yang tidak digunakan. Skema inilah yang membuat PLN terus merugi.

Provinsi Jambi yang tergabung dalam jaringan Sumatra saat ini kelebihan pasokan listrik (oversupply) hingga 34%. Angka ini dapat tumbuh jadi 52.2% per 2025 dan bertahan di atas 39% per 2030 jika rencana pembangunan PLTU tetap lanjutkan. Sumatera juga kelebihan daya hingga 40 % dari daya terpasang.

Pada 2017, Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) memperkirakan, untuk setiap 1 Gigawatt listrik yang tidak terpakai, PLN membayar US$3,16 miliar. Sedangkan pada 2021, PLN diperkirakan membayar sekitar Rp103 triliun kepada IPP melalui skema TOP.

Dalam siaran pers PLN 14 Maret 2024 menyebutkan, perusahaan pelat merah itu baru saja mendapat suntikan dana Rp75,83 triliun dari Kementerian Keuangan untuk subsidi listrik 2024.

Kontrak subsidi energi 2024 antara pemerintah dan PLN yang ditandatangani di Gedung Sutikno Slamet Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan, Jakarta itu disebut sebagai upaya penyediaan akses energi listrik terjangkau untuk masyarakat dan pelaku usaha kecil.

“Sudah memonopoli listrik dapat subsidi dari pemerintah, tapi rugi terus,” kata Uli.

 

Sungai Nyabu, di Desa Tanjung Kasri, yang dimanfaatkan sebagai sumber energi. Foto: Teguh Supriyanto/ Mongabay Indonesia

 

Atasi krisis iklim

Dengan PLTMH membuktikan hutan di sekitar Tanjung Kasri masih terjaga. “Masyarakat akan menjaga hutan karena mereka butuh sumber air untuk PLTMH,” kata Uli.

Makin banyak masyarakat pakai PLTMH, berarti makin banyak yang menjaga hutan dan akan berdampak baik pada iklim. “Tapi praktik baik ini justru dibunuh pemerintah sendiri.”

Dalam rencana umum energi nasional 2015-2050, Jambi memiliki potensi energi terbarukan 447 MW dari energi mikrohidro dan minihidro. Lokasi tersebar di Kabupaten Sarolangun, Merangin, Tebo, Bungo, Kerinci dan Kota Sungai Penuh,  dengan tutupan hutan masih ada. Namun potensi ini terancam tak bisa terpakai.

Rizky dari Unit Pelaksana Proyek Ketenagalistrikan (UP2K) PLN Jambi mengatakan,  PLN tak bisa kerja sama dengan desa untuk mengelola listrik. “Justru kalau sama PLN, nanti asetnya diambil PLN. Jadi listrik semua dari PLN,” katanya, saat ditemui di Kantor PLN UP3 Jambi.

Tahun 2024, PLN tengah membangun jaringan baru di Desa Renah Kemumu, Air Liki, Air Liki Baru, Koto Rawang di Merangin dan Desa Renah Kayu Embun di Kota Sungai Penuh. Empat desa—selain Koto Rawang—telah memanfaatkan listrik dari PLTMH.

Menurut Uli, pemerintah seharusnya mendukung PLTMH di masyarakat sebagai upaya trasisi energi dan komitmen menurunkan emisi.

Pemerintah Indonesia menargetkan penurunan emisi GRK 29% dengan usaha sendiri, dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030, salah satunya lewat sektor energi dan kehutanan.

Sesuai rencana umum energi daerah Jambi pada 2019, Jambi memiliki target penggunaan energi terbarukan 24% pada 202,  dan 40% pada 2050.

“Kita punya visi sama, jadi perlu bersinergi antara pemerintah daerah, PLN dan pemerintah pusat agar potensi mikrohidro dan minihidro tidak terbuang sia-sia. Sehingga keandalan energi tetap terjaga,” kata Setyasmoko Pandu Hartadita, Kabid Energi Dinas ESDM Jambi.

Desa Tanjung Kasri, kampung marga adat Serampas di Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin. Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

 

 

Hutan terjaga

Air sebagai sumber energi bisa melimpah karena hutan terjaga. Warga Tanjung Kasri, mayoritas Marga Serampas ini melarang hutan di hulu sungai dibuka, karena khawatir memengaruhi debit air dan menimbulkan bencana.

“Kalau dibuka sembarangan bisa menyebabkan kekeringan, longsor dan banjir, karena hutan sudah gundul,” kata Rilian, warga adat Serampas.

Hukum adat Serampas melarang warga membuka hutan melebihi kemampuannya mengolah lahan. Mereka sadar betul, hutan adat harus dijaga dan dilindungi. “Tidak boleh menebang hutan sembarangan harus ada izin dari lembaga adat.”

Adat Serampas juga melarang pendatang dari luar masuk wilayah Tanjung Kasri, karena khawatir merambah hutan. Alhamdulillah, sampai sekarang hutan terjaga,” ujar Rilian.

Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Marga Serampas tertuang dalam Perda Merangin Nomor 8/2016. Dalam perda disebutkan luas wilayah adat Serampas mencapai 61.000 hektar. Sekitar 1.368 hektar berada di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Dalam adat Serampas ada wilayah hulu aik atau hulu air, wilayah ini tidak boleh dibuka karena menyimpan sumber air yang penting bagi kehidupan. Ada juga tanah ngarai dan padang bebatu hanya boleh dikelola oleh Depati dan para ninik mamak.

Aturan adat juga mengatur masalah penguasaan dan pemanfaatan tanah ajum dan tanah arahTanah ajum merupakan kawasan yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman muda dan tanaman semusim untuk menunjang perekonomian masyarakat. Sedangkan tanah arah adalah kawasan yang digunakan untuk pemukiman.

Rilian bilang, tanah marga Serampas yang diwariskan nenek moyang tidak boleh dikelola secara rakus. Semua harus sesuai dengan aturan adat yang telah dipegang turun-temurun selama ratusan tahun.

 

Turbin PLTMH Tanjung Kasri berkapasitas 60 kilowatt. Listrik yang dihasilkan cukup untuk menerangin 132 rumah di Desa Tanjung Kasri. Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

 

Jaga sumber pangan

Hutan di Gunung Sumbing tidak hanya menjaga air Sungai Nyabu yang menjadi sumber listrik, tetapi juga sumber air untuk puluhan hektar sawah di Tanjung Kasri.

Lebih sepertiga warga Tanjung Kasri punya sawah. Sekali panen, beras cukup untuk kebutuhan makan setahun. Rata-rata sehektar sawah bisa menghasilkan 80-100 karung gabah atau 800 kg beras.

Perempuan memegang peran penting. Secara turun-temurun perempuan di Tanjung Kasri bertanggungjawab mengurus sawah, mulai dari pembibitan, penanaman hingga panen. Laki-laki mengurus kebun kopi dan kayu manis.

Gustina, petani desa itu bilang, sawah di Tanjung Kasri tak pernah gagal panen, meski di beberapa wilayah di Jambi banyak padi gagal panen karena musim tak menentu dampak perubahan iklim.

Padi udang merah menjadi khas Tanjung Kasri. Warna nasi merah dan pulen. Umumnya untuk padi lokal butuh waktu tujuh bulan mulai dari pembibitan hingga panen.

“Sawah di sini cuma digarap setahun sekali meski air lancar. Hasil sekali panen cukup untuk makan setahun,” kata Gustina.

Hasil panen kopi dan padi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. “Sekarang harga kopi lagi bagus, Rp30.000 sekg.”

Warga Tanjung Kasri yang lain, Jawarnah menyinggung jaringan PLN yang masuk ke Tanjung Kasri. Dia bilang, warga tidak perlu listrik PLN, yang mereka butuhkan saat ini adalah jalan.

Pertengahan Desember 2023, saat ke Tanjung Kasri, jalan ke kampung masih tanah bercampur batu. Tanjakan dan turunan sangat curam. Sesekai jalan menikung patah. Hanya mobil berpenggerak empat roda yang bisa melaluinya. Warga harus melilit roda motor dengan rantai untuk menambah traksi.

“Kami butuh jalan, kalau air dan listrik aman,” katanya.

“Orang mau melahirkan tengah malam, sakit tengah malam, susah keluar. Setahun orang tidak keluar kampung masih bisa ditahan, tapi kalau mau melahirkan bagaimana mau nahan?”

Untuk menuju Bangko, ibu kota Kabupaten Merangin berjarak 150 kilometer, mereka harus sewa mobil double gardan. Sekali sewa Rp350.000 belum biaya solar.

“Semua jadi mahal karena jalan susah. Kalau bisa ditukar, kami mau PLN itu tukar dengan jalan. Kami tidak butuh PLN, kami sudah ada PLTMH.”

 

 

*******

 

 

*Liputan ini terselenggara berkat dukungan dari Earth Journalism Network

 

 

Tantangan Mandiri Energi dari Kotoran Ternak di Desa Kerta

Exit mobile version