Mongabay.co.id

Beragam Aksi Perayaan Hari Bumi di Sulawesi Selatan

 

Peringatan Hari Bumi setiap 22 April, dilaksanakan berbagai komponen masyarakat di Sulawesi Selatan (Sulsel), mulai dari aktivis, pecinta alam, hingga pemerintah daerah.

Memanfaatkan momen car free day di Jalan Boulevard Makassar, WALHI Sulsel bersama Green Youth Movement menggelar aksi unjuk rasa dan bersih-bersih jalan, serta penandatanganan dukungan pada gerakan lingkungan di Sulsel, Minggu (21/4/2024).

Menurut Rahmat Kottir, Kepala Departemen Eksternal WALHI Sulsel, aksi ini dilakukan sebagai usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama di kalangan generasi muda, tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup dan melestarikan alam.

“Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah krisis iklim yang dipicu oleh masifnya kegiatan ekstraktif seperti pertambangan nikel yang  menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat parah,” katanya.

Ekspansi pertambangan nikel di Sulsel, katanya,  telah mengancam ekosistem hutan hujan yang kaya akan biodiversitas. Dampaknya mencakup kerusakan habitat, kehilangan keanekaragaman hayati, dan terhadap kehidupan serta mata pencaharian masyarakat lokal yang bergantung pada hutan.

Zulfaningsih HS, Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Esensial WALHI Sulsel mengatakan bahwa program hilirisasi yang sering digaungkan pemerintah dinilai gagal karena tidak mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan yang sehat untuk generasi yang akan datang.

“Terlihat dalam prakteknya, hilirisasi justru menambah ancaman terhadap lingkungan karena bertambahnya konsesi tambang nikel dan masifnya pembangunan smelter yang menimbulkan berbagai macam persoalan, seperti kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan menambah angka kemiskinan di Sulawesi,” katanya

Baca : Hari Bumi 2024: Burung Laut Paling Terancam Sampah Plastik Akibat Ulah Manusia

 

Aksi Hari Bumi yang dilaksanakan WALHI Sulawesi Selatan bersama Green Youth Movement menggelar aksi unjuk rasa dan bersih-bersih jalan, serta penandatanganan dukungan pada gerakan lingkungan di Sulsel, Minggu (21/4/2024). Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Dalam aksi ini, puluhan anak muda ini juga menyuarakan penolakan terhadap rencana ekspansi tambang nikel PT Vale Indonesia di blok Tanamalia, Kabupaten Luwu Timur karena menghadirkan dilema yang menyengsarakan masyarakat.

“Pembangunan tersebut mengancam hutan hujan Sulawesi, yang menjadi sasaran empuk bagi ekspansi pertambangan nikel. Konsesi pertambangan nikel yang semakin banyak diterbitkan oleh pemerintah menempatkan hutan hujan Sulawesi dalam ancaman serius,” katanya.

Peringatan Hari Bumi juga dilakukan oleh Komunitas Pendaki Nafas Tua (PENAT) Celebes melalui kegiatan perkemahan di Camp Surandar, Desa Pattunuang, Kabupaten Maros, 19 – 21 April 2024.

“Melalui kegiatan ini, yang bertepatan dengan Hari Bumi, kami berusaha memberikan contoh dan edukasi kepada para adik-adik pendaki. Soal keselamatan, menjaga lingkungan dan banyak lagi sebelum turun ke alam bebas,” ungkap Muhammad Fihria, Kordinator Penat.

Baca juga : Aliansi Sulawesi Tampik Klaim Dampak Positif Hilirisasi Nikel

 

Peringatan Hari Bumi juga dilakukan oleh Komunitas Pendaki Nafas Tua (PENAT) Celebes melalui kegiatan perkemahan di Camp Surandar, Desa Pattunuang, Kabupaten Maros, 19 – 21 April 2024. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Peringatan Serentak 24 kabupaten/kota Sulsel

Masih dalam rangkaian Hari Bumi, Pemerintah Provinsi Sulsel, merayakan Hari Bumi secara serentak di seluruh kabupaten/kota secara daring dan luring, yang dipusatkan di bendungan Gerak Tempe, Kelurahan Wiringpalenae, Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo. Kegiatan ini sekaligus dirangkaikan dengan penanaman dan sedekah 2 juta pohon serentak di 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.

“Hari ini kita memberikan pesan kuat kepada masyarakat Sulawesi Selatan bahkan seluruh dunia pada Hari Bumi, 22 April ini adalah momentum untuk membangun kesadaran seluruh umat manusia. Dihuni 8 miliar orang hidup di bumi yang sama, kita mau memastikan, merawat agar anak cucu kita menikmatinya,” kata Penjabat Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin, Senin (22/4/2024).

Menurut Bahtiar, makna dari kegiatan ini adalah bahwa seluruh pihak yang terlibat, baik dari pemerintah hingga masyarakat di Sulawesi Selatan, semua memiliki kesadaran penuh bahwa bumi yang ditinggali bersama harus dirawat.

Sulsel diketahui memiliki kawasan hutan seluas 2.610.000 Ha sesuai dengan SK 263 tahun 2019, dengan lahan kritis mencapai 41.715,10 Ha dan lahan sangat kritis seluas 70.054,57 Ha. Upaya rehabilitasi telah dilakukan pada beberapa lahan rusak, dengan rehabilitasi sekitar 400 Ha per tahun yang berada di luar kawasan hutan dan 2.000 Ha per tahun yang termasuk dalam kewenangan pemerintah pusat.

Namun, jika hanya mengandalkan program rehabilitasi hutan dan lahan yang bersumber dari anggaran APBD/APBN, yang hanya mampu melaksanakan sekitar 2.400 hektar per tahun, dibutuhkan waktu hingga 187 tahun untuk pemulihan total. Oleh karena itu, inisiatif penanaman pohon ini menjadi sangat penting.

“Maka untuk merehabilitasi lahan yang rusak dan sangat kritis itu, maka kita perlu waktu 187 tahun. Karena setiap hari, setiap pekan, setiap bulan dan setiap tahun bertambah lahan kritis dan rusak kita,” ujarnya.

Dari total dua juta bibit pohon yang ditanam, 25.000 batang berasal dari persemaian Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Sulsel, 300.000 batang dari persemaian BPTH, 150.000 batang dari persemaian BPTH Jeneberang, dan sisanya dari CSR perusahaan seperti PT. Vale, PT. PLN, Bank Sulselbar, serta kontribusi dari berbagai lembaga dan masyarakat.

Baca juga : Berkolaborasi Selamatkan Mangrove di Sulawesi

 

Penanaman pohon secara simbolik oleh Penjabat Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin di sekitar di bendungan Gerak Tempe, Kelurahan Wiringpalenae, Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo. Kegiatan ini sekaligus dirangkaikan dengan penanaman dan sedekah pohon serentak di 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan, sejumlah 2 juta pohon. Foto: Humas Pemprov Sulsel.

 

Sebelumnya, Bahtiar Baharuddin telah meluncurkan Program Sedekah Pohon yang menanam berbagai jenis pohon seperti sukun, durian, nangka madu, manggis, dan lainnya. Program ini tidak hanya bertujuan untuk perbaikan lingkungan tetapi juga untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi langkah maju dalam memerangi perubahan iklim dan meningkatkan kesadaran lingkungan di Sulawesi Selatan.

Pemprov Sulsel juga telah mengirim surat kepada Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulsel dan Dinas Pendidikan Sulsel, yang ditandatangani Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel Andi Muhammad Arsjad.

Surat ini berisi tiga poin. Pertama, melakukan kegiatan sedekah pohon dan sekaligus melakukan penanaman pohon secara serentak bersama siswa dan unsur-unsur dalam lingkungan sekolah dalam berbagai acara, maupun kegiatan-kegiatan dalam berbagai situasi dan keadaan yang memungkinkan sesuai kewenangan masing-masing.

Kedua, mewajibkan kepada setiap siswa (MI/MTSn/MAN/SLTA), melakukan kegiatan penanaman minimal lima pohon setiap tahun. Apabila tidak memiliki lahan untuk ditanami, maka Pemerintah Provinsi bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota dalam menentukan lokasi penanamannya, sehingga dapat dilakukan penilaian secara berkelanjutan.

Ketiga, memprogramkan pembuatan unit-unit persemaian/pembibitan di sekolah-sekolah sebagai bagian dari praktek pembelajaran ilmu pengetahuan, sekaligus sebagai sarana menggugah kesadaran secara dini dan sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam pelestarian alam dan lingkungan. (***)

 

 

Refleksi Akhir Tahun: Mencari Presiden yang Melawan Perubahan Iklim Global

 

 

Exit mobile version