Mongabay.co.id

Kasus Perdagangan Satwa Dilindungi dan Kayu Ilegal di Sulsel Mulai Sidang

 

Penyidik Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Sulawesi melakukan pelimpahan kasus perdagangan satwa dilindungi dengan tersangka SJ (47) dan FN (22) beserta barang bukti berupa 56 ekor burung dilindungi, ke Kejaksaan Negeri Makassar mulai menjalani persidangan, Sabtu (20/4/2024).

Aswin Bangun, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, kepada Mongabay, Selasa (23/4/2024) menjelaskan bahwa barang bukti yang dilimpahkan tersebut terdiri dari enam ekor jenis burung perkici dora (Trichoglossus ornatus), satu  ekor jenis burung kasturi kepala-hitam (Lorius lory), satu ekor jenis burung tiong emas (Gracula religiosa) dan dua ekor jenis burung unidentified (diduga perkawinan silang antara jenis Lorius lory dan Trichoglossus haematodus) dalam keadaan hidup, serta 46 ekor burung jenis perkici dora (Trichoglossus ornatus) dalam keadaan mati.

Kasus ini berawal dari adanya informasi masyarakat, kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan operasi peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) yang dilakukan secara terpadu antara Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Anoa Makassar, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi bersama Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Selatan dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulsel.

Dari pelaksanaan operasi tersebut, berhasil diamankan dua orang pelaku berinisial SJ (47) alamat Kelurahan Wajo Baru, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar dan FN (22) alamat Dusun Tiu, Desa Pallantikang, Kecamatan Rumbia, Kabupaten Jeneponto, Sulsel beserta barang bukti satwa burung dilindungi sebanyak 10 ekor dalam keadaan hidup dan 46 ekor dalam keadaan mati, selanjutnya di dibawa ke Kantor Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Baca : Gakkum KLHK Sulawesi Tangkap Dua Pelaku Perdagangan Satwa Dilindungi di Makassar

 

Barang bukti sebanyak 56 burung yang dilindungi, terdiri dari 6 ekor jenis burung perkici dora, satu ekor jenis burung kasturi kepala-hitam, satu ekor jenis burung tiong emas dan dua ekor jenis burung unidentified dalam keadaan hidup, serta 46 ekor burung jenis perkici dora dalam keadaan mati. Foto: Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi.

 

Dari hasil proses penyidikan, diketahui bahwa satwa burung tersebut berasal dari Daerah Ampana, Kabupaten Tojo Una Una, Sulawesi Tengah dikirim menggunakan mobil Wuling tujuan saudara SJ (47) Jl. Kubis, Kelurahan Wajo Baru, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar, Sulsel.

“Setelah membeli dan menerima satwa dari Daerah Ampana, Kabupaten Tojo Una Una, Sulteng, pelaku SJ kemudian menjualnya kembali melalui platform media sosial Facebook di grup Hewan Paruh Bengkok. Setelah ada kecocokan harga lalu pembeli datang menjemput di rumahnya di Jl. Kubis, Kelurahan Wajo Baru, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar,” jelas Aswin.

SJ kemudian menjual satwa tersebut melalui Facebook dengan harga yang bervariasi. Untuk burung nuri kepala hitam dijual dengan harga Rp.1.500.000/ekor. Sementara untuk jenis burung nuri pelangi dijual dengan harga Rp.400.000 – Rp.500.000/ekor. Sedangkan jenis perkici dora dijual dengan harga Rp.300.000/ekor.

Dalam perkara ini, kedua tersangka SJ dan FN dijerat dengan Pasal 40 Ayat (2) Jo Pasal 21 Ayat (2) huruf “a” Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukum penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta. Saat ini kedua tersangka dilakukan penitipan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) POLDA Sulawesi Selatan.

Menurut Aswin, perdagangan satwa liar merupakan kejahatan yang sangat merugikan dan termasuk dalam tindak kejahatan yang terorganisir. Seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi, perdagangan satwa liar dilindungi mengalami pergeseran dari yang dulunya melalui perdagangan konvensional di pasar-pasar, berubah melalui media online untuk transaksinya.

“Gakkum KLHK menggunakan teknologi, seperti Cyber Patrol untuk memantau perdagangan TSL secara online melalui marketplace maupun sosial media,” katanya.

Baca juga : Penyelundupan Satwa Masih Terjadi. Di Gorontalo, Gakkum LHK Amankan Jenis Satwa Endemik Kalimantan

 

Dua pelaku kejahatan perdagangan satwa dilindungi berinisial SJ (47) dan FN (22) menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Makassar setelah berkasnya dilimpahkan Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulsel ke Kejaksaan Negeri Makassar. Foto: Balai Gakkum Wilayah Sulsel.

 

Menurut Aswin, penegakan hukum terkait satwa yang dilindungi ini sebagai bentuk upaya keseriusan pemerintah dalam melindungi sumber daya alam yang merupakan kekayaan hayati Indonesia, khususnya kejahatan terhadap Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) yang dilindungi.

Gakkum KLHK sendiri menjalin berbagai kerja sama dengan aparat hukum dan lembaga lainnya seperti Kepolisian, Bea Cukai, TNI-AL, BAKAMLA, Badan Karantina Pertanian, BKSDA, PPATK, serta Kejaksaan. Selain itu, Gakkum KLHK memperkuat pemanfaatan teknologi seperti Cyber Patrol, dan Intelligence Centre untuk pengawasan perdagangan satwa dilindungi.

 

Kasus Makelar Kayu Ilegal di Tana Toraja

Selain kasus satwa dilindungi, penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi juga menyerahkan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tana Toraja, untuk menjalani proses persidangan  terhadap kasus peredaran kayu ilegal dengan tersangka seorang makelar kayu berinisial TN (38) yang beralamat di Desa Baruga Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan.

Kasus ini bermula dari adanya pengaduan masyarakat yang memberikan informasi, maraknya peredaran hasil hutan tanpa disertai dokumen yang sah. Balai Gakkum KLHK menindaklanjuti laporan tersebut untuk mencari informasi lebih mendalam.

Baca juga : Gakkum KLHK Sulawesi Tangkap Cukong Kayu di Sulawesi Selatan

 

Tersangka pelaku perdagangan kayu ilegal adalah makelar kayu berinisial TN (38) asal Luwu Timur dengan modus operandi menggunakan dokumen Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) Online lebih dari satu kali. Foto: Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi.

 

Dari hasil pengumpulan informasi, diketahui modus operandi yang dilakukan tersangka adalah dengan cara menggunakan dokumen Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan  (SIPUHH) Online lebih dari satu kali.

Setelah dilakukan pemeriksaan, penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi menetapkan TN (38) sebagai tersangka atas perbuatan melanggar Pasal 83 Ayat (1) huruf “b” Jo Pasal 12 huruf “e” Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana yang telah diubah pada paragraf 4 Pasal 37 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, dengan ancaman pidana paling tinggi 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah)”.

“Modus operandi dengan menggunakan dokumen SIPUHH Online yang dipakai berulang kali seperti ini, akan menjadi perhatian kami untuk pengawasan lebih intensif terhadap peredaran kayu dan penertiban penggunaan dokumen SIPUHH Online berulang. Kami akan berkoordinasi dan melaporkan temuan ini kepada penerbit dokumen SIPUHH Online untuk melakukan pengawasan dan perbaikan lebih lanjut,” pungkasnya. (***)

 

 

Mengapa Perdagangan Satwa Liar Ilegal di Indonesia Tinggi?

 

Exit mobile version